BAB 6: RENCANA

955 Kata
SELAMAT MEMBACA  ***  "Ada yang ingin aku sampaikan." "Duduklah ..." Dei mempersilahkan laki- laki yang tiba - tiba ada di depan rumahnya itu. Laki - laki yang sejak lama menjadi tangan kanannya. Dia adalah Andra temannya saat sekolah dan kini menjadi orang kepercayaannya. "Aku telah melakukan seperti yang kamu mau, tapi kita tidak bisa melakukannya terus menerus ini bahaya." "Kenapa?" "Perempuan itu terus mendapatkan suntikan dana dan perlahan usahanya mulai stabil, perusahaan pusat yang menyuntikkan dananya. Jika kita terus mengusik mereka, kita akan kehilangan banyak uang dan ini tidak akan baik." Andra memberikan sebuah map berisi dokumen yang menampilkan kurve saham sebuah perusahaan. "Kalau begitu senggol sedikit perusahaan pusat," jawab Dei sambil tangan membalik kertas yang ada di berikan oleh Andra mengamati deretan angkan dan grafik yang tertera disana. "Aku sudah melakukannya lebih dari itu, tapi ...." Andra menggantung ucapannya membuat Dei pensaran dengan apa yang akan Andra katakana. "Tapi apa?" "Perusahaan pusat mendapatkan suplay dana yang lebih besar, awalnya rencana kita hampir berhasil namun beberapa hari ini kurva saham perusahaan pusat terus membaik dan tidak lama lagi mereka akan pulih, saham-saham mereka yang awalnya di jual perlahan mulai kembali menjadi milik mereka. Tersisa beberapa dan yang ada di kita yang belum kembali." “Sejak kapan?” “Dua hari setelah pertemuan kita waktu itu …” "Siapa pelakunya." "Sampai saat ini aku belum menemukan siapa orang di balik semua ini, tapi ada yang ku curigai.” “Siapa?” “Perusahaan super power, yang akan tetap stabil meski mengeluarkan dana untuk menyelamatkan perusahaan pusat dari kehancuran,” jawab Andra dengan tidak yakin. “Lalu?” tanya Dei lagi. “Ini mencurigakan, karena tidak ada mega proyek yang tengah di kerjakan oleh perusahaan pusat. Sehingga, tidak ada keuntungan besar yang menarik minat investor untuk menanamkan uangnya. Dan tidak mungkin juga perusahaan milik calon tunangan saudari tirimu karena sebenarnya perusahaan itu tidak cukup besar untuk menyongsong perusahaan pusat yang tengah krisis.” "Apa kesimpulannya?" "Seseorang memberikan suplay dana secara cuma- suma," jawab laki - laki iti dengan sedikit ragu. "Konyol," Dei menyahutnya sembari tertawa. Tawa yang tidak sampai di mana, tawa mencemooh dan menghina, entah itu untuk siapa yang jelas tawa itulah yang terpancar. "Aku pun ragu dengan analisisku..." "Apa hubungan perusahaan pusat dengan mereka jika benar mereka yang membantu untuk suplay dana ke perusahaan pusat.”  “Lihat ini, Sakti Abhinaya dia pemilik Abhinaya’s Corporation, ini Rehan Collin dia pimpinan tertinggi Collin’s Holding sekarang dan ini Alvaro Trancargo pemimpin Trancargo Company. Mereka adalah adalah orang-orang yang aku curigai sebagai dalang di balik bangkitnya perusahaan pusat, karena hanya perusahaan sekelas mereka yang bisa melakukannya dan mereka juga yang pernah terlibat kerja sama dengan perusahaan pusat jadi kecurigaanku tertuju kepada mereka, tapi aku tidak tau apa motifnya.” Andra memperhatikan 3 buah potret foto kepada Dei. Satu buah foto menarik perhatian Dei. “Siapa dia?” tanya Dei sambil menunjuk foto Al yang ada di atas meja. “Dia Alvaro Arya Trancargo, putra Reynaldo Trancargo. Dia keturunan ke empat keluarga Trancargo yang jaya itu. Dia CEO yang memimpin Trancargo Company saat ini. Kamu kenal dia?” "Tidak, tapi sepertinya aku tau siapa pelakunya. Untuk sementara jangan lakukan apapun, pantau saja, lakukan seperti sebelum - sebelumnya namun tetap harus dengan cara yang lembut." "Baiklah, aku pamit." Setelah Andra pamit, Dei masih tetap duduk termenung di teras rumahnya. ****** Ditempat lain, Al sedang tersenyum sambil melihat tumpukan kertas-kertas yang ada di hadapannya. Banyaknya pekerjaan hari ini tidak membuat Al sedikitpun lelah, entah apa yang menjadi semangatnya saat ini namun yang pasti hal itu membuatnya begitu bahagia dan semangat. Jalan untuk mendapatkan keinginannya semakin dekat, tidak ada yang bisa menghalangi keinginannya semua yang dia inginkan pasti akan dia dapatkan dan itu pasti termasuk keinginannya untuk mendapatkan gadis yang dia taksir yaitu Deidamia. Selangkah demi selangkahnya, tujuannya akan tercapai. “Ada hal menarik yang Opa lihat dari wajah cucu tampan Opa hari ini…” Al tidak tau kapan ada orang lain masuk kedalam ruangannya. Tapi, Al sudah melihat laki-laki tua yang masih terlihat gagah yang dia panggil opa. Dia adalah Alex Trancargo, ayah dari Reynaldo Trancargo yang tak lain dan tak bukan adalah opa dari Alvaro dan Queenara. “Sejak kapan Opa datang?” Al berdiri menyambut kedatangan Opanya itu. “Sejak Opa lihat, ada pemuda yang senyum-senyum sendiri sambil membolak balik kertas-kertas tanpa melakukan apapun.” Alex berjalan pelan di tuntun oleh Al untuk duduk di sofa di dalam ruangan itu. Al yang mendengar sindiran opanya merasa sedikit malu karena kepergok opanya bertingkah konyol dan memalukan. “Ada perlu apa Opa datang kesini? Kalau Opa mau bertemu Al, Opa bisa telpon nanti Al yang datang.” “Opa hanya ingin melihat-lihat perusahaan. Opa fikir akan ada sedikit masalah yang menarik, tapi ternyata semua masih baik-baik saja.” “Semua baik-baik saja Opa. Jangan khawatirkan apapun.” Al tau jika pergerakannya terhadap perusahaan Sanjaya pasti sudah terdengar sampai di telinga opanya. Apa yang opanya katakana adalah sebuah sindiran halus dan Al hanya perlu berpura-pura tidak tau maksud opanya untuk menyelamatkan dirinya dari olokan opanya yang pasti tidak akan berkesudahan. “Opa tidak sabar ingin melihat secantik apa perempuan yang berhasil membuat cucu tampan Opa ini menginginkannya. Cepat bawa dia, kenalkan sama Opa dan Oma. Kami ini sudah tua, kami ingin menyaksikan pernikahan cucu tampan kami sebelum waktu kami tiba.” “Opa tidak boleh berbicara seperti itu. Opa dan Oma akan selalu sehat dan berumur Panjang, kalian akan menyaksikan Al menikah, Opa akan menimang cicit Opa dari Al dan Queen…” Al mengusap pelan tangan opanya. Dia tidak pernah suka jika mendengar pembahasan mengenai kematian atau apapun itu. “Ayo kita pulang, kita bahas di rumah. Kita akan mulai menyiapkan pesta yang meriah …” Tanpa memikirkan lagi pekerjaannya Al menyetujui keinginan opanya. Lagi pula ada hal lain yang harus dia urus, selain pekerjaannya ini. Dan urusan ini lebih penting dari urusan apapun itu. “Ayo Opa kita pulang.” ****BERSAMBUNG ****  WNG, 17 DES 2020  SALAM  E_PRASETYO      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN