SELAMAT MEMBACA
***
Suasana pagi di perdesaan, burung -burung berkicau mengalun dengan begitu merdunya. Dei dan Sari tengah duduk santai di teras rumah, sambil menikmati teh paginya. Amir sudah pergi ke ladang sejak pagi katanya ingin memanen singkong untuk membuat keripik nanti siang. Hari ini Dei, Sari dan Amir libur tidak pergi memetik Teh karena daun-daun teh belum kembali semi setelah di panen sehingga mereka libur tidak ke kebun.
“Apa Dei benar-benar tidak akan datang menemui Daddy?” Sari teringat dengan kedatangan adik iparnya beberapa hari yang lalu dan itu membuat Sari terus kepikiran.
“Apa Bude ingin Dei pergi menemui Daddy?” Dei tidak menjawab pertanyaan Sari namun justru balik bertanya.
“Bude dan Pakde tidak pernah memaksa Dei. Semua keputusan ada di Dei, Dei bertanggung jawab dengan hidup Dei sendiri.” Sari mengusap pelan tangan keponakannya itu. Dia begitu menyayangi Dei dan ingin keponakannya itu hidup bahagia.
“Apa Bude akan menyalahkan Dei, karena Dei membenci Daddy? Apa Dei salah jika Dei membenci Daddy?”
“Bude tidak menyalahkan Dei, Bude hanya berharap semoga Dei menemukan kebahagiaan Dei. Semoga Dei melupakan kesedihan dan luka di hati Dei. Bude ingin Dei bahagia. Masalah Dei ingin menerima permintaan Daddy atau tidak Bude dan Pakde tidak akan ikut campur."
"Terima kasih karena Bude dan Pakde selama ini telah menyayangi Dei, terima kasih karena kalian telah menjaga Dei kalian telah merawat Dei selama ini. Dei akan berusaha, Dei tidak akan mengecewakan kalian dan Dei akan berusaha membalas segala kebaikan kalian." Dei berkata dengan sungguh-sungguh dia benar-benar sangat berterima kasih dengan Sari dan Amir yang telah mau merawatnya selama ini yang bahkan ayah kandungnya sendiri membuangnya seperti sampah yang tidak ada harganya.
"Jangan berterima kasih Sayang, kami menyayangi Dei sepenuh hati. Melihat Dei hidup dengan bahagia Bude dan Pakde pun akan merasa bahagia dan kami tidak menginginkan balasan apapun dari Dei."
Dei tidak tau harus menjawab apa, dia hanya mengangguk sambil tersenyum. Tiba-tiba sebuah mobil yang sudah sangat familiar oleh mereka memasuki pekarangan rumah dan terparkir rapi di halaman. Al turun dari mobil dengan pakaian santainya. Melihat Al datang,Sari langsung berpamitan kepada Dei dan mengatakan jika dia ingin menyusul suaminya di ladang. Dia tidak ingin mengganggu Dei dan Al.
"Selamat pagi Dei..." Al menyapa Dei yang masih duduk di teras, sedangkan Sari ganya tersenyum melihat kedatangan Al lali berlalu pergi.
"Pagi Pak Al. Saya tidak tau jam berapa Anda berangkat dari rumahs sehingga di jam segini sudah sampai disini." Al tersenyum mendengar jawaban Dei. Jawaban yang sarat akan ketidaksukaan Dei akan kedatangannya di pagi hari ini. Namun Al tidak peduli, dia hanya ingin cepat-cepat menemui Dei meski dia harus berangkat subuh dari rumah tanpa di ketahui siapapun.
"Apa saya tidak di persilahkan duduk Dei?" Al masih berdiri di depan rumah, belum naik ke teras karena Dei belum juga memperailahkannya.
"Kalau Pak Al tidak lelah berdiri Pak Al bisa terus berdiri di sana, tapi jika lelah Pak Al boleh duduk." Dei menjawab dengan ucapan sedikit ketus dan ketidapeduliannya. Dia mengingat bahwa Al pasti adalah orang yang secara tidak langsung telah menggagalkan rencannya membuat Dei sangat kesal dan marah dengan Al.
"Terima kasih Dei, saya merasa senang mendapatkan sambutan yang manis pagi ini." Al sama sekali tidak memperdulikan. keketusan yang Dei berikan. Tanpa merasa bersalah dan sungkan Al duduk di kursi yanga da di seberang kursi yang di duduki Dei jarak mereka terhalang Oleh meja bundar yang ada disana.
"Entah kenapa saya melihat pagi ini kamu jauh lebih cantik dari biasanya Dei." Al tersenyum manis sambil menatap wajah Dei yang terlihat judes.
"Apa maksud Bapak datang kemari pagi-pagi seperti ini?" Dei tidak memperdulikan pujian Al, dia sedang tidak ingin berbasa - basi sekarang.
"Saya datang menemui calon istri saya, apa itu salah?" tanya Al lagi dengan santainya.
"Jangan ikut campur mengenai segala hal yang saya lakukan. Jangan pernah mencampuri sesuatu yang bukan urusan Anda Bapak Alvaro yang terhormat." Dei benar- benar tidak ingin berbasa-basi lagi, dia akan mengakhiri semuanya sekarang. Meski jujur saja dia menyukai laki-laki di hadapannya saat ini, namun ternyata laki-laki itu berada di pihak yang bersebrangan dengan dirinya dan Dei benar-benar benci kenyataan itu. Dengan mengesampingkan hatinya dia akan membuat keputusannya sekarang, tidak peduli dengan hatinya yang pasti akan terluka tapi itu akan lebih baik terjadi sekarang sebelum rasa yang tidak boleh hadir ini terus berkembang. Bukanya sakit hati dan teluka sudah biasa menghampirinya.
"Apa maksudmu Dei? Al masih berushaa tenang, dia bertingkah seolah-olah tidak tau apapun . Termasuk yang Dei katakan.
"Tolong pergi dari sini, jangan temui saya lagi. Saya tidak ingin memiliki hubungan apapun dengan Anda. Anda dan saya berada di pihak yang berbeda. Sekarang silahkan pergi!" Mendengar ucapan Dei yang jelas-jelas menolak dan mengusirnya, Al tidak lagi berbasa-basi kali ini dia memasang wajahnya dengan begitu serius.
"Saya tidak tau kenapa kamu ingin menghancurkan perusahaan milik ayah kandungmu sendiri Dei."
"Itu lah kenapa Bapak tidak perlu ikut campur urusan saya. Bapak tidak mengetahui alasannya dan bapak dengan lancang masuk dan melibatkan diri. Apa yang mau Bapak tunjukkan kepada saya?"
"Kamu tidak perlu tau alasan kenapa saya melakukan semua ini Dei. Yang perlu kamu tau bahwa saya benar-benar menyukai dan menginginkan kamu. Saya menawarkan sebuah hubungan yang serius kepada kamu. Saya menawarkan kebahagiaan dan cinta untuk kamu." Meski dengan wajah dan suara yang serius namun Al masih berusaha tenang.
"Cinta dan kebahagiaan hanya sebuah kata yang di bubgkus dengan istilah sebuah hubungan yang akan mengantarkan kita pada sebuah luka dan duka yang tak berkesudahan. Apa Pak Al tau, jika saya tidak pernah mempercayai yang bernama cinta dan kebahagiaan. Karena menurut saya itu adalah dua kata sampah yang pernah saya dengar." Dei mengatakannya dengan pelan namun penuh dengan penekanan. Al yang melihat cara perempuan itu berbicara, dia menjadi tau bahwa ada luka yang begitu besar dan ada kebencian terpancar jelas dari matanya yang kelebih besar dari yang dia kira saat mengatakan kata cinta dan kebahagiaan. Al tau usahanya kali ini akan mendapatkan banyak rintangan, usahanya tidak akan mudah mendapatkan Dei dan menakhlukkan hatinya. Karena sejak awal Al melihat, Dei sendirilah yang tidak membiarkan ruang dihatinya untuk dua perasaan bernama cinta dan kebahagiaan itu.
"Tidak masalah jika sekarang kamu belum bisa menerima saya Dei. Saya akan datang lagi lain waktu dan saya harap ketika daya datang nanti, saya akan mendapatkan jawaban yang berbeda. Sekarang saya akan pulang dulu. " Al bediri ingin pergi, namun langkahnya ternyata dengan ucapan Dei.
"Bapak hanya akan melakukan hal yang sia-sia dengan menginginkan saya. Dua orang yang berada di pihak yang berlawanan tidak akan bisa bersama sampai kapanpaun..."
"Saya bisa mengubah permainan Dei, saya bisa merubahnya untuk kamu..." setelah menjawab itu, Al benar-benar pergi dan masuk kedalam mobil. Dei yang melihat kepergian Al hanya bisa diam dan menatap nanar kepergian Al. Dia tau, Al bukan orang sembarangan dan dia juga tau pasti Al bisa merubah permainannya. Bisa membuat Dirinya menang dalam pertarungan ini, namun Dei harus mengingat bahwa Al hanya lah orang baru ada janji yang mengikatnya dan itu tidak bisa di pungkiri oleh Dei.
****BERSAMBUNG*****
WNG, 18 DES 2020
SALAM
E_PRASETYO