BAB 5: KETAKUTAN DEI

1767 Kata
SELAMAT MEMBACA  ***  “Pi …” Al menemui Rey di hotel, sejak Al resmi menggantikan Rey urusan kantor pusat menjadi tanggung jawab Al sedangkan Rey sendiri memilih bersantai dengan mengelola salah satu hotel terbesarnya untuk mengusir rasa bosan ketimbang menganggur. Menurutnya mengelola hotel jauh lebih santai ketimbang mengurus perusahaan besar dengan kesibukan yang padat. Dia hanya akan berkunjung sesekali untuk memantau Al dan membantu jika Al membutuhkan sarannya. “Kenapa menemui Papi Son?” Rey menyambut kedatangan putranya yang tidak biasa ini. “Abang butuh dukungan Papi …” “Untuk?” “Abang ingin mendapatkan putri Toni Sanjaya,” jawab Al dengan santainya. “Bukankah putrinya sudah meninggal Bang?” tanya Rey dengan herannya, jelas – jelas pemberitaan berseliweran di televisi memberitakan meninggalnya putri pengusaha Toni Sanjaya. “Tidak Pi, itu anak tirinya. Yang abang inginkan putri kandung Toni Sanjaya yang selama ini terasingkan namanya Deidamia.” “Jadi rumor itu benar?” tanya Rey “Rumor apa Pi?” “Toni Sanjaya lebih memilih anak orang lain dan mengasingkan anaknya sendiri, bahkan menikah lagi saat istrinya masih hidup.” “Abang tidak tau dan tidak mau tau Pi. Abang butuh dukungan Papi, Abang menginginkan Deidamia Pi.” “Itu sudah cerita lama Bang, dulu rumor itu santer terdengar, tapi sekarang mungkin banyak orang sudah lupa. Jadi katakan kepada Papi kenapa kamu menginginkan putrinya.” “Abang tidak tau Pi, tapi yang jelas Abang menginginkan dia Pi. Sepertinya Abang jatuh cinta Pi, dia terlalu cantik untuk tidak di dapatkan Pi,” dengan sedikit malu Al mengatakan kepada Rey. “Ternyata baby Al Papi sudah besar ya hahaha.” “Jangan mengolok Abang Pi, malu.” “Apa dia cantik Bang?” tanya Rey masih berusaha menggoda putranya. “Seperti yang Abang katakana Pi, dia sangat cantik.” “Cantik Mami atau dia?” “Cantik dia Pi, dimata Abang.” “Papi penasaran, seperti apa gadis yang kamu incar ini Bang, Jadi dukungan seperti apa yang kamu mau dari Papi,” tanya Rey. “Abang akan membeli saham – saham milik perusahaan Sanjaya yang ada di tangan para pemilik saham dan mengembalikannya utuh kepada perusahaan Sanjaya dan Abang akan memberi perlindungan penuh serta penjagaan stabilitas untuk perusahaan mereka.” “Kenapa begitu?” Rey bertanya, karena merasa heran dengan gebrakan yang akan di lakukan oleh putranya. “Nyonya Sintia memiliki beberapa usaha kecil yang selalu mendapatkan suplay dana dari perusahaan induk mereka. Dana selalu mengalir untuk suplay usaha – usaha miliki Nyonya Sintia tapi keuntungan tidak pernah masuk ke perusahaan itu dari dana yang mereka keluarkan. Abang merasa ada yang tidak beres dengan usaha milik Nyonya Sintia dan Abang juga merasa ada yang merongrong perusahaan itu dari dalam dan mengharapkan kehancurannya Pi. Perlahan saham – saham mereka di jual bebas, bahkan Toni Sanjaya sekarang hanya tinggal memiliki 50% dari total saham mereka sedangkan yang 50% entah siapa yang memilikinya. Padahal perusahaan itu nantinya akan di berikan kepada Deidamia, perempuan yang Abang inginkan Pi …” Al menjelaskan keadaan yang di tau mengenai perusahaan Toni Sanjaya itu. “Hanya butuh sedikit dana tidak akan berpengaruh untuk perusahaan kita, Papi setuju. Lakukan dan dapatkan apa yang kamu mau. Jika masih belum berhasil, hubungi Papi, Papi akan membantu.” “Papi selalu tau apa yang Abang inginkan.” “Meski bukan Papi yang pertama kali menggendong kamu, tapi Papi adalah orang yang akan selalu ada di belakangmu dan mendukung apapun keinginanmu selama itu tidak keluar dari jalur aturan main kita Son.” “Abang Sayang Papi, sekarang Abang pamit dulu.” Rey memperhatikan kepergian putranya, tak terasa bayi yang dulu hampir dia lempar karena kalut melihat kondisi istrinya sekarang telah tumbuh dengan baik dan sangat membanggakan. Jika melihat putranya itu, Rey selalu memiliki penyesalahn atas sikap bodohnya dulu. **** Flashback on Suara kilat terdengar sangat dekat dengan telinga, hujan yang sejak tadi mengguyur tubuh kecilnya tidak menyurutkan langkah kakinya yang kecil untuk terus berlali menerjang hujan. Tujuannya satu, rumah daddynya. Sambil menangis Dei kecil berusaha berlari sebisanya agar segera bisa menemui daddynya. “Daddy …” Dei sampai di rumah daddynya dengan keadaan basah kuyup dan tubuh menggigil. Toni yang tengah duduk bersama Sonia di ruang tamu heran melihat kedatangan putrinya malam – malam dengan keadaan basah kuyup. Sedangkan Sintia terlihat sangat marah ketika melihat tubuh basah Dei mengotori lantai rumahnya. “Kenapa Vei datang malam – malam??” tanya Toni sambil menutup buku yang sedang dibacanya. “Daddy, Mommy sakit. Mommy tidak sadarkan diri di rumah sakit. Daddy harus melihat keadaan Mommy Dad.” Dei menangis ketika memberitahu daddynya kalau mommynya sedang sakit. Tadi sepulang sekolah Dei menemukan mommynya sudah tidak sadarkan diri, untung saja bude dan pakdenya datang dari desa dan membantu membawa Miranda ke rumah sakit. Hingga malam Miranda belum sadarkan diri, membuat Dei sangat takut, takut mommynya akan pergi meninggalkan dia. “Pulanglah Vei, besok Daddy akan datang melihat keadaan Mommymu.” Toni mengatakan itu dengan sangat tenang, solah – olah keadaan Miranda yang tengah sakit tidak membuatnya khawatir. “Apa Daddy tidak peduli lagi dengan Mommy dan Vei? Apa keadaan Mommy sudah tidak penting lagi untuk Daddy?” Ucapan Dei menghentikan langkah Toni yang akan pergi menaiki tangga. “Besok Daddy akan menjenguk Mommymu,” hanya itu yang di katakan Toni, sebelum dia meninggalkan Dei yang tengah menangis. “Sekarang lebih baik kamu pulang. Urus Mommymu yang penyakitan itu. Jangan pernah menginjakkan kakimu lagi disini, tidak ada yang mengharapkan kehadiranmu.” Sintia mengatakan itu dengan sinis lalu mengusir Dei, dia tidak mempedulikan jika hujan sangat deras dan dengan tanpa perasaannya Sintia menyeret tubuh ringkih Dei kecil untuk pergi dari rumahnya. Dei hanya bisa menangis, bahkan ketika Dei sangat membutuhkan daddynya, Dei sudah tidak memiliki harapan itu lagi. Daddynya sudah bukan miliknya dan mommynya, dengan pelan Dei meninggalkan rumah itu, rumahnya dengan sejuta kenangan membawa rasa sakit yang teramat sangat di hatinya atas perlakuan ibu tiri dan daddynya. Dei bertekad dia tidak akan pernah menginjakkan kakinya lagi di rumah itu, rumah yang hanya akan mengingatkan dirinya akan rasa – rasa sakit yang di torehkan oleh mereka di hatinya. Flashback off “Dei ada Pak Alvaro diluar …” Sari masuk kedalam kamar Dei dan membuyarkan ingatan Dei dengan kejadian yang sangat menyakitkan beberapa tahun silam. Satu minggu sejak Dei mengunjungi Toni di kantornya, Dei merasa malas untuk melakukan apapun. Bahkan dirinya merasa tidak memiliki semangat dan tubuhnya yang kurang sehat membuat Dei hanya berdiam diri di rumahnya selama satu minggu ini. “Kenapa dia kesini Bude?” tanya Dei dengan malas. “Bude tidak tau, ayo temui dia. Dandan yang cantik dulu, masa mau ketemu Pak Al kaya gitu penampilannya. Tidak jadi suka Pak Al nanti.” Sari berusaha menggoda keponakannya itu, agar Dei kembali ceria dan semangat. Dia merasa sedih ketika melihat keponakan yang sudah dia anggap seperti putrinya sendiri itu tidak memiliki semangat dan sangat murung satu minggu ini. “Bude bicara apa sih, kan Dei malu,” jawab Dei. “Pak Al ganteng lo Dei, kalau menurut Bude Pak Al ada suka – suka gitu sama kamu. Kalau tidak ngapain kesini, terus tadi cari-cari kamu dia khawatir kayanya kamu satu minggu tidak kerja.” “Bude jangan fitnah, kalau ternyata Pak Al sudah ada calon kan bisa sakit hati Bude akunya.” “Jadi betul kamu suka juga sama dia?” “Bude apaan sih, udahlah Dei mau kekamar mandi dulu cuci muka.” Dei menemui Al yang tengah duduk di teras berbincang dengan Amir pakdenya Dei. “Itu Dei sudah keluar, kalau begitu saya tinggal ya Pak Al, silahkan kalian ngobrol.” “Silahkan Pakde.” Amir meninggalkan teras, dia membiarkan Al dan Dei untuk ngobrol berdua. “Bapak ngapain kesini?” tanya Dei. “Kamu tidak suka saya datang Dei?” “Bukan begitu maksud saya Pak, Pak Al ini kan tinggal di Jakarta, jauh dari sini. Terus Pak Al ngapain sering – sering kesini, memangnya Pak Al tidak ada kerjaan.” “Saya rindu kamu Dei,” jawab Al dengan tegasnya. “Saya tidak mengerti, Bapak ini bicara apa. Maksudnya itu lho apa? Kita tidak sedang dalam hubungan apapun, bahkan kita baru kenal. Tabu kalau Bapak bilang rindu.” Dei tertawa sumbang, berusaha mencairkan suasana, yang sangat canggung antara dirinya dan Al. “Kalau begitu, biarkan saya buat suatu hubungan sama kamu Dei, biar tidak tabu kalau mau bilang rindu.” “Pasti habis ini Bapak mau bilang, Anda kena prank gitu kan pasti.” Dei kembali tertawa, namun ternyata wajah Al menunjukkan keseriusan tanpa adanya tanda – tanda ingin tertawa. “Saya serius Dei, saya suka sama kamu sejak pertama kali kita ketemu di kebun waktu itu. Saya juga tidak tau kenapa bisa suka sama kamu, saya hanya mengikuti kata hati saya Dei,” ucap Al dengan penuh kesungguhan. “Bapak jangan bercanda. Bapak tidak kenal siapa saya, Bapak tidak tau apapun tentang saya. Nanti nyesel lho.” Dei masih berusaha menenangkan hatinya yang benar – benar ingin bersorak bahagia, namun dia tidak bisa buru – buru menarik kesimpulan bisa saja ini hanya lelucon. “Saya tau Dei, saya tau semuanya…” ucap Al menyakinkan Dei. Al tau ini tidak akan mudah, dia mendengar cerita yang tidak indah untuk di kenang mengenai kehidupan gadis dihadapannya ini. “Tidak, Bapak tidak tau siapa saya. Jangan menjadikan diri Bapak menyesal dengan menyukai perempuan seperti saya, lebih baik Bapak lupakan saja semuanya. Anggap kita tidak pernah kenal,” ucap Dei dengan tenang dan penuh penekanan. “Deidamia Vedirra Sanjaya, putri kandung pengusaha Toni Sanjaya dan istri pertamanya Miranda Kinanti.” “Cukup!!” Dei memotong ucapan Al, dia tidak tau seberapa besar yang Al tau, tapi yang Dei inginkan Al tidak mengatakan semuanya disini. “Saya tau ini sulit Dei, tapi biarkan saya menyakinkan kamu. Kalau saya benar – benar menyukai kamu, izinkan saya lebih mengenal kamu lagi, genggam tangan saya dan izinkan saya membawa kamu pergi dari luka – lukamu yang lalu.” “Saya tidak tau apa tujuan Bapak mengorek informasi tentang saya, saya tidak tau sejauh mana Bapak tau tentang saya. Satu peringatkan Bapak, jangan ikut campur urusan saya!” Dei berkata dengan nada yang sangat dingin. Jika selama ini Dei berlagak bahagia, dengan wajah cerianya, namun di lubuk hati yang yang terdalam dia menyimpan ketakutan luar biasa akan sebuah hubungan. Bercermin dengan hubungan mommy dan daddynya di masa lalu, bahkan daddy yang awalnya sangat mencintai mommy dan juga dirinya bisa berubah. Apa lagi laki – laki lain yang baru Dei kenal, Dei tidak ingin menjadi korban seperti mommynya itu akan sangat menyakitkan dirinya. “Tidak semua laki – laki sama Dei, saya bisa menjadi sosok yang berbeda dengan sosok yang kamu takutkan.” “Bapak tidak tau apapun, meskipun Bapak telah mengorek informasi sedalam – dalam nya tentang saya, bapak tetap tidak akan mengetahui apapun.” “Saya bisa membuat perjodohanmu batal Dei, saya tidak pernah main- main dengan kamu. Saya tidak pernah bermain- main dengan perasaan dan hati saya dan hati saya telah memilih kamu. Saya tidak akan meminta jawaban sekarang, Saya bisa menunggu agar kamu menyakinkan hatimu Dei.” “Silahkan Bapak pulan!” “Saya akan pulang Dei, 2 hari lagi saya akan datang lagi saya harap kamu mau memberi saya kesempatan, tolong pikirkan semuanya. Saya permisi pulang …” Dei tidak mengatakan apapun, dia hanya melihat kepergian Al dengan diam. ****BERSAMBUNG**** WNG, 16 DES 2020  SALAM  E_PRASETYO   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN