BAB 10: SETUJU

1207 Kata
SELAMAT MEMBACA  ***  Dei kembali pulang kerumah setelah bertemu dengan Al tadi di taman. Saat masuk, dia mendengar suara tawa dan obrolan antara dua orang yang Dei tau itu adalah Sintia dan satunya Dei tidak tau siapa. Dengan santainya Dei masuk kedalam kedalam rumah. Mengabaikan dua orang yang tengah asik bercerita. “Jadi ini anak itu Tan?” Sebuah suara berhasil menghentikan langkah kaki Dei, dia tau maksud dari kata anak itu adalah untuk dirinya. Dei menghentikan langkahnya, dia berbalik badan melihat siapa orang yang dengan beraninya bersuara tidak sopan kepadanya. Dei hanya memandang perempuan yang tadi berbicara dengan pandangan meremehkan. Dia mengamati penampilan perempuan itu dari atas sampai bawah. Sejenis dengan ibu tirinya sepertinya. “Iya Lis ini anak sialan itu,” Sintia ikut berdiri bersedekap dan memandang remeh kearah Dei. “Jadi karena gundik murahan ini tidak bisa melawan musuhnya sendiri, akhirnya dia mencari jalang lain untuk membantunya. Sama – sama murahan.” Dei memandang remeh kepada perempuan muda yang dia tidak tau siapa itu. Plak … Perempuan itu menampar Dei dengan keras. Dia tidak terima dengan ucapan Dei yang sarat akan hinaan kepadanya. Dia adalah Lisa, keponakan Sintia anak dari mendiang adiknya. Dei yang tidak siap menerima tamparan dari Lisa jatuh tersungkur, dia tidak mengira jika perempuan itu berani melakukan kekerasan terhadapnya di rumahnya sendiri secara terang-terangan. Dei awalnya mengira jika gadis itu hanya kan diam menahan kemaran seperti yang biasa Sintia lakukan. “Apa kau tidak tau, jika kita sama-sama jalang. Bahkan secara tidak langsung kau telah di jual oleh ayahmu itu kepada pengusaha kaya untuk menyelamatkan perusahannya. Jadi bukan kah kita sama-sama jalang.” Dei terkejut mendengar apa yang Lisa katakan. Dei memang belum tau apa tujuan daddynya memanggilnya kesini. Namun Dei juga tidak serta merta percaya dengan apa yang Lisa katakan. “APA INI?!!” Sintia dan Lisa terkejut ketika mendengar suara Toni yang keras dan begitu tiba-tiba. Sedangkan seseorang yang tadi datang bersama Toni, mengepalkan tangannya dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Dia adalah Al yang datang bersama Toni tadi. Al yang melihat gadis yang telah di claim sebagai calon istrinya itu terluka dan mendapatkan perlakuan yang semena-mena merasa begitu marah. Al segera berjalan menuju Dei, dia membantu Dei berdiri. “Ayo berdiri,” Al mengulurkan tangannya kepada Dei, mau tidak mau Dei menerima uluran tangan Al. “Apa hak kalian melakukan ini kepada putriku?” Toni terlihat sangat marah menatap kearah Sintia dan Lisa. “Lisa tidak sengaja Om, dia menghina Lisa dan Tante,” jawab Lisa dengan gugup. Dia merasa sangat marah mendengar ucapan Dei sehingga lepas kendali menampar Dei, dia tidak sadar dimana dia berada. “Lancang kamu Lisa. Kamu harus tau siapa kamu itu disini. Putriku bebas melakukan apapun dan mengatakan apapun disini karena ini adalah rumahnya,” Toni menunjuk kearah Lisa. Lisa dan Sintia yang mendapatkan kemarahan dari Toni hanya bisa diam. “Mas ini salah faham, aku bisa…” “Diam kamu Sintia!!!” Toni langsung memotong ucapan istrinya sebelum istrinya itu menyelesaikan ucapannya. “Bawa saya pergi Pak!” Dei berucap pelan kepada Al. Al pun mengangguk, dia merasa suasana di sini tidak dalam kondisi yang kondusif. Lebih baik dia membawa Dei pergi dulu dari sana. “Ayo…” Al menuntun pelan tangan Dei meninggalkan rumah itu. *** Al membawa Dei ke apartemennya. Dia mengobati bibir Dei yang terlihat memar dan bedarah. “Menangis saja jika ini sakit.” Al melihat wajah Dei yang tidak menampilkan ekspresi apapun. Wajah Dei datar dan Al tidak tau apa yang di rasakan oleh gadis itu. Namun yang jelas kesedihan terpancar dari kedua matanya. “Apa Pak Al serius dengan ucapan Bapak, jika Bapak mencintai saya?” Dei berucap untuk pertama kalinya sejak Al membawanya masuk ke apartementnya itu. “Apa saya terlihat bercanda Dei?” tanya Al tidak kalah seriusnya. “Apa Pak Al juga yang ada di balik bangkitnya kembali perusahaan Daddy?” “Iya.” “Apa Daddy menjual saya kepada Bapak, untuk membangkitkan kembali perusahaannya?” “Tidak Dei bukan seperti itu,” “Tapi benar kan Pak Al membantu perusahaan Daddy, dengan imbalan menikahi saya?” Al bingung bagaimana menjelaskannya kepada Dei. Dia tidak ingin Dei semakin salah jika mendengar penjelasanya, tapi dia juga tidak bisa mengelak karena kenyataannya itu lah adanya. “Saya anggap diamnya Bapak adalah jawaban iya.” Dei berkata dengan lirih, dia merasa semakin sakit hatinya mengetahui kenyataan bahwa dia di jual demi uang dan perusahaan. “Semua tidak seperti yang kamu pikirkan Dei, saya bisa jelaskan semuanya.” Mendengar jawaban Dei, Al tau gadis itu pasti terluka hatinya. “Memangnya Pak Al tau apa yang saya pikirkan?” Dei tersenyum getir kearah Al, membuat Al semakin tau bahwa ada luka yang begitu dalam didalam sorot mata Dei di balik sikap tenangnya itu. “Meskipun caranya salah dan mungkin membuat kamu terluka Dei, tapi apa yang pernah saya katakan dan cinta yang saya ucapkan semua adalah kenyataan. Tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan atau apapun itu.” “Jadi apa lamaran untuk saya masih berlaku?” Pertanyaan Dei membuat Al bingung dalam sesaat, namun Al langsung mengetahui apa maksud dari ucapan Dei. “Apa kamu mau menikah dengan saya Dei?” “Apa saya masih memiliki hak untuk menolak setelah apa yang Pak Al lakukan?” “Saya bisa menunggu sampai hatimu rela Dei, saya bisa menunggu.” Jawab Al menyakinkan Dei, dia tidak ingin Dei menikah dengannya dengan terpaksa. Meskipun Al sangat menginginkan Dei hingga rasanya semua hal tidak ada yang menarik lagi jika dibandingkan gadis di hadapannya itu. Al tidak tau apa dia sudah gila karena sebegitu menginginkan gadis itu, tapi terkadang cinta memang membuat gila kan. “Sekarang ataupun nanti tidak ada bedanya, tapi apa bisa saya meminta satu hal lagi?” “Apa?” “Setelah menikah, apa Pak Al bisa menghancurkan perusahaan Daddy, apa Pak Al bisa menghancurkan hidup Sintia dan membuatnya menderita bahkan kematian akan lebih baik dari hidupnya?” Dei mengatakan itu dengan sangat yakin. Melihat Sintia yang bertindak sesukanya, melihat Sintia memiliki senjata baru yaitu Lisa membuat Dei semakin geram. Dia tidak akan lagi bermain halus, dia akan mulai melancarkan aksi perangnya secara terbuka. Dan itu dapat dia lakukan jika dia memiliki pendukung yang kokoh. Dengan meyandang nama nyonya Alvaro Trancargo mungkin Dei bisa melakukan semua yang dia inginkan selama ini. “Jangankan Sintia, bahkan jika kamu mau kamu sendiri bisa menghancurkan seluruh dunia yang sudah membuat hidupmu menderita. Kamu akan menjadi istri seorang Avaro, kamu akan memiliki tangan yang kuat untuk menggenggam dunia dan membuatnya menjadi apa yang kamu inginkan.” Al menjawab dengan yakin. Dia bertekad akan mewujudkan keinginan gadis dihadapannya itu. Dia ingin meringankan beban, dan mengangkatnya dari belenggu kesedihan yang menenggelamkannya selama ini. Dia akan membuat hidup gadis dihadapannya itu bahagia, di masa depan hanya akan ada tawa di setiap saat hidupnya. Dia akan mengukir kebahagaian yang membuat gadis yang dia cintai itu melupakan kesedihan dan kesakitannya selama ini. “Satu hal yang harus Bapak ingat, saja bersedia menikah dengan Bapak. Namun, hidup saya bukan lagi milik saya, saya tidak tau sampai kapan saya bisa berdiri di sisi Bapak. Apa Bapak masih mau menikahi saya?” “Saya tidak peduli Dei, apapun itu saya tetap akan menikahi kamu. Kamu akan ada di sisi saya selamanya dan tidak akan ada yang bisa merubah itu. Dei tidak menjawab, dia hanya tersenyum getir. Entah benar atau salah langkah yang dia ambil ini, namun ini adalah jalan yang sudah dia pilih. Amarah dan kebencian telah menguasai hatinya dia tidak tau jalan apa yang akan dia lewati ini yang dia tau tujuannya akan tercapai di depan sana jika dia melewati jalan ini.   ****BERSAMBUNG***** WNG, 20 DES 2020  SALAM E_PRASETYO  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN