47 - May - Bullying

1209 Kata
    Beberapa hari setelah berita pertunangan itu, para wartawan mulai gencar mencari tahu hubungan antara Xu Qiang dengan diriku. Aku bahkan tidak tahu kenapa hal ini bisa terjadi.     “Apa? Kunjungan kali ini dibatalkan?” kagetku.     “Kenapa begitu tiba-tiba...” Dr. Hirata juga ikut-ikutan terkejut di sampingku.     Seperti yang telah dijadwalkan, kami tiba di rumah sakit untuk kembali melakukan observasi. Tapi, kami diberitahukan bahwa karena adanya pengobatan medis darurat maka semua jadwal untuk hari itu telah dibatalkan. Dokter-dokter China, para suster dan pasien yang selama ini bersikap ramah pada mereka mulai berbicara kasar dan dingin pada mereka.     Dr. Hirata mengajak kami untuk kembali ke istana. Ia tersenyum dan menyentuh kedua bahuku. Aku meminta maaf pada mereka karena mungkin ini adalah salahku.     “Mungkin karena artikel itu...” gumamku muram.     “Tolong jangan khawatir tentang masalah itu. Saya yakin kalau besok kita pasti bisa meneruskan penelitian kita seperti biasa,” katanya berusaha menyemangatiku.     Tetapi, keesokan harinya dan hari-hari berikutnya kami tetap ditolak oleh pihak rumah sakit. Seiring berjalannya waktu, aku mulai merasakan perbedaan dan penghinaan dari para pelayan istana juga rakyat China. Tentu saja ada gosip yang beredar mengenai diriku dan orang-orang mulai menjauhiku. Tetapi lebih dari itu, orang-orang yang berjalan searah dengan mereka, sengaja menabrakkan bahu mereka padaku dan juga para dokter dari rumah sakit Akiyama.     Semakin lama semuanya terasa sangat sulit untukku melakukan pekerjaanku dan aku mulai berpikir untuk apa aku terus berada di sini. Aku mulai kehilangan tujuanku di China.     Aku membawakan sepotong roti dan kopi untuk Dr. Hirata. Ia langsung mengucapkan terima kasih. “Tidak ada layanan makan siang lagi hari ini...” keluhnya. Aku langsung merasa bersalah terhadapnya.     Karena aku adalah orang Jepang, dokter-dokter yang berkewarganegaraan sama denganku ini juga mengalami penindasan dan penghinaan yang sama. Sepertinya beberapa hari ini para pelayan ‘lupa’ mengantar makan siang untuk para dokter.     “Maafkan saya... padahal anda telah diundang secara khusus...” kataku meminta maaf.     “Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Tidak lama lagi waktu kami berada di sini akan segera berakhir dan kami akan kembali ke Jepang,” ia tersenyum padaku.     Kembali? Hatiku langsung sakit saat mendengar kata itu. Aku mulai bertanya-tanya dalam hati sampai kapan aku bisa bertahan di negara ini? Ketika aku sudah tidak digunakan lagi sebagai seorang penerjemah... kurasa memang sudah waktunya bagiku untuk pulang juga.     Di benakku, aku mengingat bagaimana senyum Xu Qiang saat menatapku. Pelan-pelan aku menyentuh dadaku yang terasa sangat sesak menyakitkan.     “Nona Manami, anda benar-benar menyukai pangeran, bukan?” tanya Dr. Hirata.     “Anda bisa melihatnya ya?” senyumku pilu. Dr. Hirata mengangguk pelan.     “Ya. Saya telah memperhatikan anda sejak kita bertemu di Jepang,” katanya dengan wajah serius. Apa? Aku terkejut mendengarnya.     “Saya tahu pangeran-lah penyebab raut wajah anda menjadi seperti ini,” Dr. Hirata kemudian berjalan dan berdiri di hadapanku. Ia meremas bahuku dengan tangannya yang besar. Sentuhannya kali ini berbeda, ia meremas bahuku dengan cukup kuat. Aku tidak bisa menghentikan debaran jantungku yang menjadi lebih cepat.     “Jika anda tetap berada di sini, anda akan lebih menderita... Pangeran tidak bisa mengacuhkan negaranya hanya untuk melindungi anda. Saya rasa anda pasti tahu mengenai hal itu, bukan?” kata-kata Dr. Hirata serasa menghujam hatiku hingga aku tidak bisa berkata apa-apa.     Air mata mulai menggumpal di kedua ujung mataku. Dr. Hirata memelukku erat.     “Aku bisa melindungimu... ayo kita pulang ke Jepang bersama-sama...” katanya lembut. Tidak ada bahasa formal yang biasa digunakannya padaku.     “Anda serius?” tanyaku.     “Aku tidak akan bercanda mengenai hal ini,” jawabnya.     Kebaikan hati Dr. Hirata membuatku sedikit gembira. Tapi, aku tidak bisa menyerah begitu saja mengenai Xu Qiang.     “Aku serius dengan Xu Qiang seperti anda serius mengenaiku,” aku tersenyum dan memandang wajahnya.     Aku masih tidak tahu apa yang harus kulakukan tapi aku juga tidak bisa langsung menyetujuinya untuk pulang ke Jepang begitu saja. Lelaki yang paling kuinginkan adalah Xu Qiang.     “Baiklah. Jika itu maumu, aku tidak akan berkata apa-apa lagi.” Dr. Hirata memandangku dengan sedih dan melepaskanku dari pelukannya.     “Tapi, kumohon jangan membebani dirimu dengan semua masalah ini sendirian. Jika ada yang bisa kulakukan, katakan saja padaku.” Ia tersenyum kembali. Aku berterima kasih padanya dan kembali ke kamarku.     Aku mulai berpikir tentang Xu Qiang, putri Garel, dan Dr. Hirata. Lalu mengenai apa yang akan kulakukan berikutnya. Tidak cukup hanya dengan aku mencintainya begitu saja.     Terdengar ketukan di pintu dan aku mulai berpikir siapa yang datang pada jam segini? Begitu kubuka aku melihat Xu Qiang berdiri di depan pintu. Aku begitu terkejut dan ia langsung memberi tanda padaku agar diam. Tangannya langsung membekap mulutku yang hampir bersuara.     “Diam! Aku benar-benar kesulitan untuk kabur. Pamanku dan putri itu mengikutiku kemana saja setiap hari. Aku tidak pernah merasa sesulit ini untuk berusaha kabur...” desisnya dan ia menghela napas. Wajahnya terlihat sangat lelah. Aku langsung menutup pintu di belakangnya. “Apa kau memang harus kabur?” tanyaku.     “Aku tahu kalau mereka akan membicarakan masalah kaburnya diriku. Tapi, siapa mereka berani mengomentariku hanya karena berjalan di rumahku sendiri???” protesnya dan aku langsung tertawa kecil. Ia menatapku dengan tersenyum. “Sudah lama aku tidak melihatmu tersenyum seperti ini...” ia memelukku dengan lembut hingga aku merasa sangat damai bersamanya.     “Aku mendengar banyak hal. Sepertinya pelayan istana dan dokter di rumah sakit memperlakukanmu dengan dingin,” katanya pelan. “Ya... sejak mereka tahu aku adalah kekasihmu, perlakuan mereka mulai berbeda...” keluhku. “Apa masalahnya sih? Ini memang kenyataan yang sebenarnya,” Xu Qiang memelukku lebih erat lagi.     “Tomoka, aku hanya ingin menyampaikan hal ini. Tidak peduli apa yang terjadi, aku tidak punya niat untuk menyerah tentangmu begitu saja. Jangan khawatir dan tetaplah di sisiku...” suaranya bergema pelan di telingaku. “Xu Qiang...” aku merasa bahwa kata-katanya meresap dalam ke hatiku.     Tidak peduli seberapa sulitnya atau betapa sedihnya perlakuan yang kuterima, aku akan terus bertahan jika ia memintaku untuk begitu. Aku mengalungkan kedua tanganku di tubuhnya dan balas memeluknya erat.                                                                                             ***     Setelah isu itu, aku semakin kesal setiap harinya. Kebebasanku semakin terenggut karena putri Garel dan paman Yu selalu mengikutiku kemana-mana. Aku jengah melihat mereka berdua yang terkadang seperti sedang mengawasi gerak-gerikku. Aku bahkan tidak bisa pergi mengunjungi Tomoka untuk melihat bagaimana kondisinya setelah isu itu. Aku tidak ingin mereka mengekoriku hingga ke kamar Tomoka hanya untuk mendapatkan bahan rumor yang bisa mereka sebarkan lagi. Entah kenapa sekarang paman Yu dan putri Garel menjadi sangat akrab sehingga semakin menyebalkan untukku.     Bahkan hari ini saat aku sedang sibuk memeriksa laporan-laporan yang masuk, kedua orang itu dengan sengaja duduk minum teh di ruang kerjaku. “Mau minum teh bersama, Xu Qiang?” tawar paman Yu. “Tidak. Aku masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Aku bukan orang yang santai seperti kalian,” jawabku tanpa menoleh dari tumpukan laporan itu. “Jangan terlalu banyak bekerja. Nanti kau bisa sakit, Xu Qiang...” ucap Garel dengan nada yang menurutku sengaja dimanis-maniskan. “Oh, perhatian sekali putri! Kau dengar itu, Xu Qiang? Putri Garel bahkan mencemaskanmu,” paman Yu nampaknya juga ikut dalam permainan drama konyol ini.     Aku langsung menghela napas dan memandang mereka lelah, “Bisakah kalian diam? Oh, salah. Harusnya bisakah kalian minum teh di tempat lain? Aku butuh konsentrasi untuk bekerja dan kehadiran kalian membuatku capek. Tolong, keluar dari ruanganku.”              
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN