“Siapa yang melakukannya?” tanya Aidan dingin keesokan harinya di jam makan siang perusahaan.
Baru saja pria berkemeja putih lengan panjang itu mendapatkan laporan terbaru soal mobilnya yang telah dirusak oleh orang tak bertanggung jawab di tempat parkir bawah tanah hari ini.
Mobil tersebut merupakan kesukaan Aidan Huo dari 10 mobil yang ada di mansionnya. Kebetulan hari ini, dia berniat pergi untuk menghadiri acara reuni kampus, maka dari itu memakainya secara pribadi. Tidak sangka akan ada orang bodoh dan sangat berani merusak mobil kesayangannya.
Benar-benar tidak sayang nyawa!
“Ma-maaf, Tuan Huo, kami masih memeriksa CCTV. Laporan lengkapnya akan saya berikan dalam beberapa jam lagi. Tapi, menurut penjelasan petugas keamanan, tidak ada orang yang mencurigakan pagi ini. Mungkin saja adalah perbuatan orang dalam,” terang sekretaris Melvin gugup, kepala menunduk patuh.
Aidan Huo yang tengah duduk di balik meja kerjanya di gedung perkantoran mewah Grup Huo mengeryitkan kening kesal, laporan keuangan dihempaskan menahan emosi ke atas meja begitu saja.
“Lalu, bagaimana dengan wanita itu?”
Sekretaris Melvin sangat gugup, keringat dingin langsung menghantam punggung.
Dia tahu kalau bos dinginnya itu sangat tidak suka dan membenci sang mantan istri. Bahkan, sengaja mempermainkannya begitu kejam dengan harapan kosong di hatinya. Kemarin saja, hujan begitu deras disertai petir yang menggelegar, tapi pria di depannya itu malah sibuk melakukan rapat tanpa pernah menyinggung sedikit pun tentang wanita yang tengah berlutut di depan gedung perusahaan.
Ketika jam pulang telah tiba, Aidan Huo juga mengabaikannya seperti angin lalu. Sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda peduli pada kondisi sang mantan istri yang sudah menjadi tontonan dan gosip semua orang.
Segelintir orang yang tahu identitas Rubyza Andara di masa lalu tidak berani buka mulut dan membuat kehebohan. Hal itu sungguh meringankan pekerjaan sekretaris Melvin dalam mengurus masalah pribadi bosnya yang luar biasa.
“Kenapa diam saja?” bentak Aidan dingin dan dalam, kening mengencang hebat.
“I-itu, Tuan Huo. Sepertinya, setelah kejadian kemarin, Rubyza Andara tidak kembali lagi ke perusahaan pagi ini. Mungkin dia benar-benar telah menyerah dan tahu diri. Atau mungkin saja sekarang malah sedang demam tinggi di rumahnya sendirian...” terang sang sekretaris, kalimat terakhir diucapkan berbisik sangat kecil. Mata menunduk gugup menatap lantai.
Walaupun kalimat sekretaris Melvin sehalus angin semilir, ruang kerja Aidan sangatlah tenang. Tentu saja dia bisa mendengarnya dengan sangat jelas.
“Kamu sudah memeriksa di mana dia tinggal setelah keluar dari penjara?”
Punggung Melvin mendadak kaku, segera berdiri tegak bagaikan seorang prajurit.
“Sesuai perintah Anda, Tuan. Rubyza Andara tinggal di sebuah apartemen kecil di wilayah kumuh di pinggiran ibukota. Dia tinggal sendirian, dan suka melakukan berbagai macam pekerjaan kasar untuk bertahan hidup. Katanya—”
Aidan Huo mengangkat tangan kanan, tanda untuk menyuruhnya diam. Tampak ketidaksenangan menjatuhi wajah tampannya.
Melvin seketika gugup kembali, berdeham untuk membersihkan tenggorokan.
Sejak kemarin, bosnya itu punya temperamen yang sangat buruk. Entah ada hubungannya dengan sang mantan istri atau tidak, cukup membuat musim dingin hadir di gedung ini selama beberapa waktu.
Saat rapat kemarin pun, beberapa orang mendapat makian dan teguran keras darinya. Mereka dipermalukan di depan banyak mata.
Bagian keuangan dan pemasaran menjadi pihak yang paling sial selama rapat berlangsung. Kekurangan mereka diekspos satu per satu seperti orang bodoh.
Aidan Huo benar-benar tidak memberi ampun kepada orang yang melakukan kesalahan sekecil apa pun di matanya. Tidak heran mantan istri yang dibencinya pun, kini hidup miskin dan menderita tiada tara.
“Apakah mobil itu sudah kamu bereskan? Jika tidak bisa menemukan sidik jari di mobil itu, segera bakar dan hilangkan secepatnya dari hadapanku.”
“Agak sulit mencari sidik jari di mobil itu, Tuan Huo. Baunya sungguh tajam, dan seperti yang Anda lihat sendiri, hampir semua permukaan mobil Anda dilumuri oleh... ehem... ko-kotoran....”
Jeda sesaat, lalu Melvin berdeham sekali, melanjutkan kalimatnya, “kondisinya juga basah dan berair, sulit mencari sidik jarinya jika memang ada yang tertinggal di sana.”
Nadi di pelipis Aidan berdenyut seolah akan meledak. Hatinya panas jika mengingat kembali seperti apa kondisi mobil kesayangannya dari jarak jauh.
Apa yang dikatakan oleh Melvin memang benar. Mobilnya itu sangat bau sampai dia sendiri yang berdiri di depan pintu lift sudah mual mau pingsan hingga kehilangan selera makan karenanya.
Dengan menahan kemarahan di hatinya, Aidan berkata dengan tenang, “bagaimana dengan gantinya?”
“I-itu... sepertinya agak sulit untuk mendapatkan yang sama persis, Tuan Huo. Mobil Anda adalah edisi terbatas beberapa tahun lalu. Produksinya hanya ada lima unit saja di seluruh dunia. Kalau Anda mau, saya akan meminta refrensi untuk keluaran terbaru,” jelas Melvin, menarik kerah kemejanya gugup.
Mobil mewah yang tengah dibawa oleh bosnya hari ini benar-benar adalah mobil kesukaannya. Perawatannya pun sangat mahal setiap bulan. Siapa sangka kalau akan ada orang yang merusaknya dengan sangat kejam dan tanpa ampun seperti itu?
Bukan hanya memecahkan kacanya, tapi juga mencoret-coretnya menggunakan cat semprot dengan berbagai macam ejekan dan makian tidak enak dibaca.
Yang paling parah bukan hanya itu, kotoran manusia, ayam, dan kucing pun dioleskan pada hampir seluruh permukaan mobil mewah tersebut. Sebagian lagi dimasukkan ke dalamnya seolah-olah hadiah untuk sang pemilik mobil.
Tentu saja untuk membuat Aidan Huo semakin marah, sisanya dituang dalam bentuk encer mirip bubur jelek mengerikan dari neraka.
Bayangkan hal itu ketika diketahui oleh Aidan Huo yang gila kebersihan!
Aidan Huo sudah mencoba menenangkan dirinya sejak mendapati mobil kesayangannya tidak bisa diselamatkan lagi. Tapi, mau bagaimanapun dia berusaha, amarah dan kekesalan selalu bertalu di hatinya bagaikan deyutan bom yang siap meledak kapan saja.
“Bakar saja mobil itu sampai hangus lalu buang jauh-jauh. Suruh orang untuk membersihkan dan merenovasi parkiran bawah tanah sampai tidak ada bekas tersisa di sana. Panggilkan petugas kebersihan agar memberikan desinfektan selama seminggu.”
“Ba-baik, Tuan Huo.”
“Untuk masalah pengganti mobil itu, jangan bahas sampai mendapatkan siapa pelakunya.”
Titah Aidan sangat dingin dan tegas, membuat Melvin tidak berani berlama-lama berada di ruangan. Dia bisa melihat aura kegelapan menguar dari tubuh bosnya meski terlihat sangat tenang dan begitu dewasa.
“Apa kalian sudah menemukan siapa pelakunya?” tanya Melvin melalui sambungan telepon kepada pihak pengawas CCTV.
“Sudah, sekretaris Melvin. Kamera di parkiran bawah tanah memang sudah dirusak sebagian, tapi kami berhasil menangkap sosok mencurigakan dari beberapa kamera lain.”
***
Malam hari akhirnya tiba. Hawa dingin yang menusuk tulang membuat siapa pun enggan untuk berada di luar untuk waktu yang lama.
Langit pun gelap nyaris tanpa bintang, tampaknya akan segera turun hujan dalam beberapa jam ke depan.
Di apartemen kecilnya, Rubyza Andara dengan wajah pucat berkeringat dingin, terlihat terburu-buru mengambil barang-barangnya.
Seharusnya, dia sudah pergi meninggalkan ibukota tanpa memikirkan apa pun lagi pagi tadi. Sialnya, gara-gara kehujanan kemarin, dia harus mengalami demam tinggi dan ketiduran setelah meminum obat.
Dari kontak telepon, Argon baru saja melakukan panggilan dengannya. Sayang, Ruby tidak ingat percakapan mereka berdua. Dia menduga kalau telepon itu diangkat dalam keadaan setengah sadar dan mulai meracau yang tidak jelas tentang Aidan Huo.
Pesan pendek Argon yang dibacanya beberapa menit lalu langsung membuat jantung Ruby hampir berhenti berdetak. Segera bangun dari tempat tidur dengan mata membulat sempurna. Ruby seketika super panik! Otak seolah disambar petir hingga kesadarannya menyala terang 1 juta vol!
“Dasar bodoh! Kenapa dia melakukan hal seperti itu, sih? Benar-benar menyusahkan!” maki Ruby jengkel, napasnya terengah dengan wajah memerah menahan demam yang masih berada di tubuhnya.
Dengan susah payah dan tergesa-gesa, wanita berpakaian training merah muda ini segera menarik kopernya meninggalkan apartemen.
Lingkungan tempat tinggal Ruby terbilang tidak begitu aman di malam hari. Makanya tidak berani keluar jika jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Walaupun semua orang di tempat mereka sebenarnya orang-orang baik dan suka menolong, tetap saja tidak ada yang berani melawan sekumpulan geng jahat yang kadang-kadang lewat di sana sambil mabuk-mabukan.
Rubyza Andara tertatih menyeret kopernya dengan tubuh berselimut jas hujan hitam, berniat menyamarkan sosoknya di jalanan yang tidak banyak memiliki lampu jalan. Dia berpikir, dapat dengan mudah bersembunyi jika ada orang jahat yang mengikutinya.
Wanita itu berjalan secepat mungkin dengan kaki pincang, menarik susah payah kopernya, menjauhi apartemen dengan jantung dipenuhi ketakutan terhadap kemurkaan Aidan Huo.
Di atas, guntur dan petir perlahan mulai mengusik telinga, membuat tubuh Ruby gemetar ketakutan semakin parah.
Saking takutnya dengan pesan Argon dan tidak ingat apa yang sudah dikatakannya, Ruby yang tidak sabar untuk meninggalkan ibukota untuk selamanya, seketika saja tersandung batu hingga terjatuh menyedihkan ke aspal.
“Sakit!” keluhnya dengan wajah meringis, memegang lututnya yang sakit. Bukan hanya sakit karena terjatuh, tapi juga gara-gara pincang yang dialaminya.
Setelah mengusap lututnya sejenak, matanya terbelalak syok mendapati isi tas kecilnya berhamburan di jalan. Isinya paling banyak adalah uang tunai yang selama ini ditabungnya sedikit demi sedikit. Sebagian lagi adalah uang yang baru ditariknya dari ATM agar tidak meninggalkan jejak di kemudian hari, seandainya Aidan Huo mencarinya untuk balas dendam.
“Malam ini sungguh menyenangkan! Bagaimana kalau kita ke tempat karaoke kesukaanmu saja, Kak?” seru seorang pria dengan suara berat dan santai, terdengar agak mabuk dan serampangan.
Rubyza Andara yang tengah memungut uangnya, membeku dengan hati mendingin hingga ke tulang. Kedua tangannya gemetar mendengar suara tawa beberapa pria di belakang, semakin dekat ke arahnya.
“Kak! Lihat! Ada orang aneh! Sepertinya dia pendatang! Kopernya besar sekali! Malam ini mungkin malam keberuntungan kita!” seru seorang pria sambil terbahak senang.
Ruby bisa mendengar suara setuju beberapa pria, dan terdengar mereka mulai meracau tidak jelas sambil tertawa terbahak-bahak menakutkan.
Ketakutan memeluk hati Ruby, segera meraup sisa uang di aspal seadanya, dan berbegas berlari kembali. Sialnya, kaki pincang Ruby membuatnya kesulitan melarikan diri sampai akhirnya dihadang oleh beberapa dari mereka dengan wajah jahat, mata penuh dengan tatapan nafsu.
Ruby yang memakai masker segera menundukkan kepalanya kaget, berniat pergi dari hadapan orang-orang itu sambil berbisik serak yang jelek, “ma-maaf. Permisi.”
Sekumpulan pria mabuk itu masih tertawa jahat.
Tanpa peringatan, salah seorang menangkap sebelah lengan Ruby, menyeretnya hingga jatuh terduduk ke aspal. Suara kesakitannya meski jelek, terdengar merdu di telinga mereka yang suka kekerasan.
“Lihat, Kak! Dia ternyata punya banyak uang! Jangan-jangan, isi kopernya itu adalah uang semua?!”
Seorang pria memungut sisa uang di jalan.
Ruby yang masih menutupi kepalanya dengan jas hujan menggeleng cepat, dan segera bersiap untuk menyelamatkan diri.
“Kamu mau ke mana, hah? Apa benar yang kamu bawa adalah uang semua? Kamu ini pendatang, ya? Atau pencuri? Hei... mencuri itu tidak baik. Cepat berikan kepada kami!” tegur pria yang dipanggil kakak oleh kumpulan pria itu, tangan mencoba menarik koper Ruby, tapi ditahan kuat oleh sang pemilik koper.
Semua orang tegang dibuatnya, langsung marah mendapati perlawanan Ruby yang sok berani.
“Kamu berani, ya, kepada kami? Kamu tidak tahu siapa Kak Carlos? Cepat berikan barang-barangmu!” teriak pria bertubuh pendek, terlihat sangat gusar.
“To-tolong lepaskan! Isinya hanya pakaian dan beberapa makanan! Ini! Ini semua uang yang kumiliki! Ambillah dan tolong biarkan aku pergi!” mohon Ruby gugup, tidak mau berniat melakukan perlawanan bodoh.
Kalau mereka ingin uang, dia akan memberikannya selama bisa lepas sekarang juga!
“Heh! Segini mana cukup!” balas seorang pria yang menyabet tas kecil Ruby, lalu menilai penampilan Ruby dari atas ke bawah. Matanya semakin mengandung niat buruk.
“Hei, kalau kamu ikut dan bersenang-senang dengan kami, kamu bisa mendapat uang lebih banyak. Kamu pendatang, kan? Kami bisa mengenalkanmu dengan kesenangan ibukota,” lanjut pria itu, bergerak mendekat dan menyibak jas hujan dari kepala Ruby.
Semua orang tercengang melihat kulit putihnya meski ditutupi masker, dan Ruby segera menundukkan kepalanya lebih dalam.
“To-tolong lepaskan! Hanya itu uang yang kumiliki! Kalau masih tidak percaya, periksa saja isi koper ini! Tidak ada barang berharga di dalamnya!” panik Ruby, menyadari bahaya semakin mengepungnya.
Tanpa pikir panjang lagi, kepala ditegakkan penuh keberanian menahan malu, masker dibuka memperlihatkan wajah rusaknya.
Niatnya, Ruby ingin menakuti mereka agar tidak menggangunya lagi. Sayang seribu sayang, pria bernama Carlos bisa menilai berlian di antara tumpukan kotoran. Senyum jahatnya menyeringai licik.
“Kamu pikir, aku akan takut dan jijik melihat wajahmu itu, um? Sebaliknya, aku malah sangat menyukainya,” ledek Carlos sinis, mencubit dagunya mesra hingga membuatnya gemetar ketakutan.
Semua pria lain mundur teratur, kaget melihat wajah monster Ruby. Tapi, tidak dengan Carlos. Sebenarnya, diam-diam menyukai wanita yang unik.
“Kamu tidur denganku malam ini sekali saja, bagaimana?”
Ruby sangat panik!
Ketika sang wanita hendak membuka mulut, beberapa mobil hitam mendekat dalam kecepatan tinggi.
Lampu mobil itu mengarah jelas menimpa tubuh Ruby dan Carlos, membuat pandangan semua orang buta sesaat.
“Lepaskan Nona Andara!”