Rubyza Andara berbalik menatap pria berwajah dingin itu. Memucat menahan napas.
“Aidan Huo,” sahut Ruby gugup, tanpa sadar kakinya mundur ke belakang, punggung menabrak meja resepsionis.
Mata Aidan memicing dingin melihat reaksi refleks sang mantan istri, seolah-olah dirinya adalah hal menjijikkan untuk didekati.
“Kenapa kalian bisa mengizinkan orang yang tidak berkepentingan bisa masuk begitu saja ke tempat ini sesuka hati? Apa kalian pikir tempat ini adalah pasar?” sinis Aidan ke arah meja resepsionis.
Orang-orang yang sudah berkumpul di balik meja untuk menyapa Aidan segera tertegun syok. Ketakutan hingga menundukkan kepala meminta maaf.
Jantung Ruby membeku dingin, syok mendengar hal itu. Wajahnya langsung menggelap menahan murka.
Aidan Huo!
Dia memang suka mempermainkan orang sejak dulu! Pria sialan!
Dia tahu kalau Aidan sengaja mengusik perusahaan kebersihan tempatnya bekerja hanya untuk membuatnya datang memohon dan merendahkan diri. Tidak sangka kalau caranya akan semenjijikkan ini.
“Usir dia keluar. Siapa bilang aku mau menerima tamu sembarangan?” titah Aidan dingin, lalu melangkah cuek melewati Ruby yang terpukul mendengar hal itu.
Beberapa keamanan segera menundukkan kepala sigap. Detik berikutnya hendak meraih Ruby, tapi wanita itu menghindar dengan sangat gesit dalam hitungan detik.
“Aidan Huo! Apa kamu sebegitu sukanya mengusirku? Aku tahu kamu membenciku dari dulu! Tapi, tidak perlu juga menyeret orang lain dalam masalah kita berdua! Aku bilang, aku yang akan bertanggung jawab atas masalah kemarin!”
Rubyza Andara menggeram marah, meraih sebelah lengan Aidan. Begitu sadar apa yang tengah dilakukannya, wanita bermasker medis ini memucat kelam, dan mundur sejauh mungkin ketika matanya bertumbuk dengan mata dingin Aidan.
“Kamu terlalu tinggi menilai dirimu, Rubyza Andara. Aku mau menghancurkan perusahaan mana pun, itu terserah aku. Tidak ada kaitannya dengan dirimu.”
Kulit kepala Ruby seolah dilapisi es, begitu dingin menggigit. Wajah semakin pucat.
“Aku tahu kalau aku ini sangat rendahan di matamu, Aidan Huo. Juga hanyalah seorang mantan narapidana yang menjijikkan buruk rupa. Tapi, aku tidak bodoh dengan apa yang kamu lakukan saat ini. Kamu ingin mempermainkanku, bukan? Ingin membuatku memohon kepadamu agar menginjak-injak harga diriku seperti sampah? Tidak perlu memainkan drama yang terlalu panjang, katakan saja apa maumu, dan aku akan menuruti kemauanmu sampai puas. Setelah itu, aku akan pergi dari hadapanmu untuk selamanya. Tidak akan lagi muncul di matamu seperti yang kamu inginkan sejak dulu.”
Mendengar itu, entah kenapa hati Aidan Huo memilu dingin. Sakit menusuk seolah tertusuk jarum es tepat di intinya.
Sejak pertemuannya kembali dengan wanita di depannya ini, ucapannya yang terus berkata akan menghilang dari hadapannya mengusik pikirannya seperti sebuah kaset rusak. Terngiang-ngiang hingga membuatnya sakit kepala tidak bisa tidur.
Sebenarnya, itu bukan kali pertama ucapan Ruby mengusik pikirannya.
Kurang lebih 3 tahun lalu pun, saat Ruby datang ke mansionnya meminta bantuan, wanita itu berkata tidak akan mengganggu hidupnya lagi jika dia menolongnya dari tuduhan percobaan pembunuhan.
Detik dia mendengar hal itu, kalimat darinya mulai menghantui Aidan. Bahkan, kejadian kemarin dan hari ini pun, kalimat yang serupa itu semakin menusuk otaknya dan membuatnya gelisah tidak jelas.
Kenapa dia seolah-olah tidak ingin kehilangan Ruby?
Selama masa hukuman Ruby di penjara, Aidan Huo berusaha bersikap tidak peduli dengan keadaan mantan istrinya tersebut. Dia menyibukkan diri dengan pekerjaan sampai dia meraih kesuksesaannya dalam waktu singkat. Dia benar-benar hampir melupakannya jika saja Ruby tidak muncul di hadapannya kemarin dengan cara yang sangat konyol.
Sakit kepala dan insomnianya yang baru hilang setengah tahun lalu gara-gara dihantui oleh ucapan wanita itu sebelum terjatuh dari tangga mansionnya, akhirnya kembali lagi sejak semalam.
Wanita di hadapannya ini, bahkan kepergiannya masih saja memberinya masalah!
Sudut bibir Aidan tertarik licik, mata dinginnya menyipit sinis, berkata dengan nada acuh tak acuh, “bagaimana kamu akan menjamin dan meyakinkan diriku kalau kamu tidak akan muncul lagi di hadapanku? Apakah itu adalah trik barumu untuk menggodaku?”
Ruby dengan masker medis di wajahnya, memandang jijik sang mantan suami usai mendengar ucapan itu.
“Aidan Huo, sepertinya yang terlalu tinggi menilai dirinya adalah dirimu sendiri. Apa kamu pikir aku akan tetap menginginkanmu setelah apa yang telah aku lalui selama bertahun-tahun? Aku memang naif di masa lalu berpikir kalau aku akan mencintaimu selamanya. Tapi, dunia ternyata begitu luas dan penuh kejutan. Kalau kamu berpikir kejadian kemarin adalah perbuatan yang disengaja, maka tidak perlu mencemaskannya lagi. Aku akan membuktikan perkataanku kepadamu untuk pergi selamanya dari hidupmu. Lepaskan perusahaan kebersihan itu, maka mulai besok, aku akan pergi meninggalkan kota ini dan tidak akan pernah kembali.”
Aidan terlihat dingin misterius, menyipitkan matanya dengan tatapan remeh.
“Memangnya kamu bisa pergi ke mana, um? Wajah monster sepertimu, hanya akan membuat semua orang menjadi takut.”
Ruby mengepalkan tangan mendengar hinaannya.
“Tidak masalah aku pergi ke mana pun. Selama tempat itu tidak ada dirimu, bukankah sudah bagus untuk kita semua? Lepaskan mereka yang tidak bersalah. Aku tahu kalau aku salah telah mengotori pakaianmu yang mahal dan mewah itu, tapi itu adalah murni ketidaksengajaan dariku. Tidak seperti tuduhanmu apa pun yang kamu pikirkan tentang diriku saat ini. Aku akan menjamin, detik itu juga kamu melepaskan mereka, aku akan pergi seolah tidak pernah dilahirkan di dunia ini. Kamu tidak akan pernah melihat, atau pun mendengarkan tentang diriku lagi. Hidupmu akan benar-benar tenang, bebas dari hama sepertiku. Katakan saja apa persyaratannya agar kamu bisa percaya dengan ucapanku, aku akan menurutinya sepenuh hati.”
Hening sesaat, mata saling pandang.
“Tolong, Tuan Huo. Saya memohon untuk terakhir kalinya dalam hidup saya sebelum benar-benar pergi dari hadapan Anda. Ini bukanlah trik, atau pun sandiwara yang selama ini Anda pikirkan tentang saya seperti ucapan kekasih tercinta Anda itu.”
Kalimat Ruby yang tiba-tiba menjadi formal, membuat kening Aidan mengencang. Tidak membalasnya sama sekali, malah langsung berbalik dan berjalan menuju lorong di mana deretan lift berada.
“AIDAN HUO! HARUSKAH KAMU BERSIKAP SEKEJAM INI? TIDAKKAH CUKUP APA YANG KAMU BERIKAN KEPADAKU UNTUK MEMBUATMU PUAS DENGAN SEGALA DENDAM DAN KEBENCIANMU ITU?!”
Ruby berteriak murka ke arah punggung dingin di depan sana.
Dengan memberanikan diri, wanita bermasker ini kembali mengejarnya.
“Aidan Huo! Apa yang harus aku lakukan agar membuatmu puas?! Tolong jangan mempermainkan orang sekejam ini! Apakah aku harus kembali masuk ke dalam penjara agar kamu mau mengabulkan permohonanku itu?”
Ruby hanya asal bicara karena emosi. Dia sendiri, tidak sudi kembali ke neraka itu, tapi Aidan segera bereaksi mendengar ucapannya.
Pria dingin yang kini tengah dihadang oleh Ruby, tersenyum dingin sangat menghina.
“Ide bagus. Kenapa kamu tidak kembali saja ke sana? Bukankah masa hukumanmu seharusnya tidak sependek itu? Bahkan remisi dan berkelakuan baik pun, tidak akan sampai membuat masa tahananmu berkurang begitu banyak. Aku penasaran, bagaimana kamu bisa keluar secepat ini? Apa kamu tahu kalau dosa-dosamu sangat banyak? Tidak sebanding dengan apa yang telah kamu dapatkan sekarang?,” sinis Aidan, dengan cepat maju ke depan Ruby, menarik turun masker medisnya.
Punggung Ruby menegang dingin, wajah memucat kelam. Dia tidak bisa membaca ekspresi dingin Aidan yang tengah menatap wajah monsternya.
Dengan cepat, Ruby meraih masker medisnya dan menundukkan kepala.
“Saya mohon! Saya mohon, Tuan Huo! Tolong lepaskan mereka! Saya sungguh akan pergi selamanya kali ini, dan tidak akan pernah muncul lagi agar Anda tidak salah paham lagi kepada saya.”
Ruby akhirnya berlutut di hadapan mantan suaminya, kepala menunduk begitu rendah sampai ingin mencium lantai. Gigi digertakkan kuat menahan rasa malu, menelan harga dirinya yang berkali-kali diinjak oleh pria dingin itu selama bertahun-tahun.
Pemandangan menyedihkan tersebut membuat semua mata tertuju kepadanya.
“Sepertinya, kamu sudah sangat ahli berlutut dan memohon setelah menikah dengan banyak pria kaya. Apakah itu adalah hobi terbarumu untuk meluluhkan hati mereka? Baiklah. Karena kamu sangat suka melakukannya, berlututlah di depan gedung ini hingga pekerjaanku selesai. Lakukan dengan wajah ditegakkan tanpa masker. Mungkin aku akan mempertimbangkan permohonanmu itu.”
Ruby tanpa sadar mendongak menatap mata dingin Aidan. Tidak ada emosi apa pun di sana, kecuali hawa sebeku es danau yang menakutkan di malam yang gelap. Aura itu membuat Ruby seolah mengecil di hadapan sebuah tebing es menjulang tinggi dan gelap. Perasaan tidak berdaya memeluk hatinya, kedua bahunya memelas sedih.
“Su-sungguh... apakah... Tuan Huo akan mempertimbangkannya?” tanya Ruby pucat, suaranya lirih dan serak.
Aidan Huo tidak membalasnya, hanya menatapnya dingin sesaat dengan ekspresi jijik, lalu berlalu dari hadapannya tanpa perasaan sekali lagi.
Ruby membeku syok. Sangat bingung dan linglung.
Apakah dia sungguh akan melepaskan perusahaan itu jika dia berlutut seperti yang diinginkannya?
Sekretaris Melvin yang mengikuti Aidan sejak tadi, melirik Ruby dengan gugup, mengangguk mengiyakan mewakili Aidan, kemudian berjalan cepat menyusulnya masuk ke dalam salah satu lift.
Rubyza Andara yang masih berlutut di lantai, termenung menatap lantai di depannya.
Selama beberapa saat melamun, akhirnya sadar apa yang diinginkan oleh mantan suami pertamanya itu.
Aidan Huo ingin membuatnya berlutut seperti orang bodoh!
Dengan mengepalkan tangan di kedua sisi tubuhnya, Ruby berdiri dari lantai sembari mengingat kejadian di mana dirinya berlutut lama di depan mansion Alaric Jiang. Tidak hanya itu, dia juga ingat sewaktu dia memohon kepada keluarganya untuk tidak membuangnya, tapi malah tetap diabaikan seperti orang asing.
Jika saja Aidan tidak menyindirnya soal hobinya yang berlutut, Ruby tidak akan sadar berapa kali dirinya telah berlutut di hadapan beberapa orang selama bertahun-tahun.
Di dunia, terkadang kita memang bisa saja salah menyayangi seseorang. Yang semula dikira adalah emas dan berlian, ternyata hanyalah sampah dan kotoran!
Ruby merasa dirinya benar-benar bodoh dalam menilai orang-orang di masa lalu!
Hari ini adalah hari terakhir dia akan berurusan dengan orang-orang sialan itu!
Wanita ini menggertakkan gigi marah di dalam hati, berjalan keluar lobi sambil meremas masker di tangannya.
Dia ingin melihatnya berlutut, bukan?
Baiklah! Dia akan melakukannya!
***
Suara guntur dan gerimis perlahan menghiasi langit ibukota. Awan gelap kini menggantikan cerahnya langit siang itu.
Tidak berapa lama kemudian, hujan deras akhirnya jatuh membasahi bumi. Membuat Rubyza Andara yang sudah berjam-jam berlutut di depan gedung perkantoran Grup Huo tampak sangat menyedihkan dalam keadaan menggigil pucat.
Sepanjang dia berlutut di tempat itu, beberapa orang melihatnya dengan berbagai macam reaksi. Sebagian besar dari mereka enggan mendekatinya karena wajah mengerikannya yang menjijikkan.
Para penjaga keamanan di sana sudah mendapat konfirmasi dari sekretaris Melvin, berkata kalau Ruby diizinkan melakukan aksi berlututnya, dan tidak boleh ada yang mengajaknya berbicara, atau pun menolongnya jika terjadi sesuatu kepadanya. Mereka harus menganggapnya seperti batu, atau benda tak kasat mata.
Titah Aidan Huon itu dilakukan oleh para penjaga keamanan dengan sangat patuh. Mereka tidak berani ikut campur, dan hanya bisa menyaksikan saja sebagai pengamat.
Namun, hujan deras yang telah turun sampai menjelang magrib, membuat beberapa orang yang melihat Ruby masih dalam keadaan berlutut seperti orang bodoh, lama kelamaan akhirnya merasa sangat kasihan.
“Tidak. Terima kasih. Saya tidak membutuhkannya,” ucap Ruby dengan wajah hampa begitu seseorang menawarkan payung untuknya.
“Tapi, kamu sudah pucat seperti ini, nona. Tidak baik untuk kesehatanmu,” ujar seorang wanita tua yang kebetulan lewat di sana dan memiliki payung cadangan.
Ruby yang masih berlutut hingga kedua kakinya mulai mati rasa, hanya merendahkan bulu matanya berat oleh air hujan, berbisik lirih, “tolong tinggalkan saya, Nyonya, jika Anda tidak ingin mendapat masalah seperti saya sekarang ini.”
Mendengar itu, dan lelah membujuknya, wanita tersebut akhirnya pergi setelah meletakkan payung di sisi Ruby.
Tubuh Ruby sudah dingin nyaris seperti es beku. Dia bukannya tidak mau berdiri dan menyerah, tapi posisi berlututnya saat ini sudah seperti terkunci ke lantai beton di bawahnya. Sedikit bergerak saja, dia mungkin akan tumbang dan membuat semua usahanya menjadi percuma.
Saat jam pulang kantor telah tiba, semua orang menatapnya dengan jelas, tapi mereka hanya meliriknya diam-diam, dan pergi meninggalkannya begitu saja.
Tepat pukul 9 malam lewat sedikit, hujan deras selama berjam-jam sudah berganti menjadi gerimis kecil.
Rubyza Andara yang masih berlutut dan terlihat basah kuyub, akhirnya bulu matanya bergerak penuh semangat begitu melihat sesosok dingin dan sangat angkuh berjalan keluar dari pintu lobi.
“Aidan...” gumamnya lirih, bibir gemetar.
Saat hendak bangkit, kedua kaki Ruby yang sudah sangat sakit, tidak kuasa menahan tubuhnya hingga terjatuh ke lantai beton.
Suara kesakitan dan erangan Ruby tenggelam oleh suara mesin mobil yang melewatinya. Wajah dan tubuh Ruby terkena cipratan air dari ban mobil tersebut, membuat sosoknya semakin menyedihkan dan tragis.
“Aidan? Aidan?! AIDAN HUO?!” pekik Ruby dengan penuh kepanikan, merangkak jatuh bangun di lantai beton sembari melihat mobil pria itu semakin menjauh darinya.
“DASAR PRIA BERENGSEK!” lanjut Ruby menggeram histeris, wajah penuh air matanya menyatu dengan gerimis hujan.
Aidan Huo benar-benar kejam!