"Ana... Kamu belum tidur?" Edward yang baru saja pulang. Dia berjalan menghampiri Ana yang masih duduk di sofa. Sembari merenungi semua yang terjadi.
"Dari mana kamu, kenapa lama sekali. Kamu tadi bilang hanya sebentar. Ini sudah hampir dua jam aku menunggu." geram Ana. tanpa menoleh sedikitpun ke arah Edward.
Edward hanya tersenyum tipis. Dia duduk di samping Ana. Memeluk pundaknya dari belakang. "Aku ada urusan sebentar. Aku sekarang, yakin jika aku sangat mencintai kamu. Tapi, aku harus menyelesaikan masalah kamu dulu. Jika sampai berita tadi menyebar. Maka kamu juga yang akan malu." ucap Edward.
Ana seketika menoleh menatap kedua mata Edward. "Apa maksud kamu? Berita apa?" tanya Ana bingung.
"Mantan selingkuhannya itu. Dia menyewa orang untuk tidur dengan kamu. Jadi, aku membereskan semuanya. Video yang sudah diambil hampir saja di sebar luaskan olehnya." ucap Edward. Dia mencoba tersenyum. Meski dirinya harus menyembunyikan kenyataannya.
"Apa? Tidur dengan laki-laki, lain? Jadi, bajuku yang berantakan tadi. Karena..." Ana terdiam sejenak. Dia tak sanggup mengungkapkan kata-kata lagi.
"Apa kamu tidak membaca berita sama sekali. Kamu sekarang jadi trending topik. Karena kamu ketahuan kencan dengan boss. Dan, kamu juga ketahuan kecupan denganku Di ruangan belakang." kata Edward. Mengusap rambut panjang Ana. "Sekarang, aku sudah mulai membereskan semuanya. Dan, satu lagi. Aku sudah menghapus video trending itu. Mengklarifikasi jika kita balikkan. Dan, itu hal wajar. Saat kamu bersama dengan boss hanya kebetulan, karena kamu memang ada acara dengannya." jelas Edward menyentuh dagu Ana. Dia terdiam sejenak menatap wajah Ana. Entah kenapa dia merasa bersalah. Tapi, ini juga harus dia lakukan. Demi reputasinya.
"Ana..." ucap lembut Edward. Dia mendekatkan wajahnya. Yang kini hanya berjarak dua telunjuk tangan dari wajah Ana. Kedua mata mereka saling tertuju satu sama lain.
"Bolehkah aku menemani kamu selamanya?" tanya Edward. Menyentuh ujung bibir Ana. Mengusapnya perlahan.
"Edward apa yang kamu lakukan?" tanya Ana gugup. Dia menelan lidahnya susah payah. Mencoba sembari mengatur napasnya yang berantakan di buatnya. Kedua matanya tak mau beranjak dari kedua mata Edward.
"Kenapa kamu terlihat sangat tegang." ucap Edward. Sembari tersenyum tipis. Dia mengangkat tangannya, mengusap ujung kepalanya. Sedikit mengacak-acak rambutnya.
"Edward." kesal Ana. Menguntupkan bibirnya beberapa senti. Ana mulai cemburu seperti saya pertama kali kencan dengan Edward. Dia selalu over padanya. Dan, selalu cemburu melihat Edward bersama wanita atau bahkan sibuk dengan ponselnya.
"Lagian kamu terlalu serius." ejek Edward. Dia bangkit lagi dari duduknya.
"Udah, aku mau mandi dulu. Kamu cepat tidur." Edward berjalan menuju ke kamar mandi. Sementara Ana masih diam duduk menatap kepergian Edward. Dia menyentuh kepalanya, tak hentinya terus tersenyum bahagia.
"Entah kenapa... Hanya seperti ini saja aku merasa kembali melihat Edward yang dulu. Tapi, dia benar kembali seperti dulu. Atau, ada rencana yang disembunyikan olehnya." pertanyaan itu tiba-tiba muncul di kepala Ana.
"Ah… Lupakan saja. Aku ingin memastikan sendiri besok. Apa dia kembali seperti dulu atau hanya pura-pura." kata Ana. Dia bangkit dari duduknya. Dan, segera membaringkan tubuhnya di ranjang.
***
Sementara Edward Dia masih merendam tubuhnya dalam bathup. Dengan mata tertutup. Bukanya dia memekakkan matanya tidur. Tapi, dia memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Dia tak bisa memilih lagi. Antara Ana dan Ira. Dia juga sangat mencintai Ira. Selama 3 bulan shooting drama bersama dengannya. Itu waktu yang tidak singkat. Aku melakukan banyak hal dengannya.
Dan, Ana yang menemaniku dari aku belum menjadi apa-apa. Sampai dia membawaku dalam dunia artis ini.
***
Flashback Ira.
Edward sibuk mencari dimana Ira. Dia ingin mencoba membujuknya agar menghapus video yang akan menjadi skandal besar. Bahkan, Ana bisa diboikot dari dunia artis. Edward tak sanggup melihatnya. Jika memang itu terjadi, dia pasti juga akan pergi dari dunia artis. Kali, Ini Edward Mencoba menemui Ana di apartemen Ira, yang tak jauh dari apartemennya. Sampai di depan pintu Apartemen Ira. Belum juga menyalakan timbulnya, dia sudah ke luar membuka pintunya. Seolah dia melihat dari cctv jika ada dirinya di depan pintu.
"Ada apa?" tanya Ira kesal. "Bukannya tadi kamu marah-marah denganku. Lalu mengusirnya. Sekarang, kenapa kamu kembali lagi? Apa masih belum puas kamu menghimbau. Mempermainkanku." geram Ira. Edward menarik tangan Ana masuk ke dalam apartemen itu. Agar tidak ada yang tahu jika dirinya bertengkar.
"Jangan bertengkar di luar. Nanti jika ada wartawan kita juga yang kena dampaknya." jelas Edward. Dia memegang kedua pipi Ira. Menatapnya lekat-lekat.
"Tataplah mataku, aku tulus sama kamu. Tapi, apa yang kamu lakukan itu keterlaluan Ira. Kau tidak bisa membiarkan kamu seperti ini. Jika itu ketahuan bohong. Maka kamu juga yang akan kena dampaknya. Aku tidak mau itu terjadi." kata Edward. Seketika Ira terdiam, menatap kedua mata Edward yang terlihat sangat tulus.
"Aku sudah melakukan banyak hal padamu. Kamu membuat aku katakan satu disisimu. Dan, aku sudah janji. Jika aku akan menikahimu segera. Aku akan membuat kamu bahagia. Tapi, kamu lupakan saja maslahat ini. Sudah, cukup membuat Ana malu. Sekarang dia sudah sangat malu." lanjut Edward. Ia menarik tubuh Ira masuk dalam dekapannya. Menyembunyikan wajahnya di balik d**a bidangnya. Sembari mengusap punggungnya lembut.
"Kenapa kamu selalu membela dia. Apa kamu masih mencintai Ana?" pekik Ira kesal.
"Sekarang, kamu adalah Milikku. Begitu juga aku. Aku mohon padamu. Hapus bidik itu. Jangan menyebarkan lagi berita palsu." ucap Edward.
"Tapi, temani aku dulu. Kau akan hapus video itu." Dia melepaskan pelukan Edward. Dia tersenyum tipis. Kali ini wanita itu mencoba menggodanya lagi dengan lekuk tubuh yang dimilikinya. Ira membuka belaian kain yang menempel di tubuhnya tanpa tersisa. Dia merangkul leher Edward. Menuntunnya, laku berbaring di ranjang. Hingga hal itu terulang kembali. Permainan panas berdua. Di balik selimut tebal yang membungkus tubuh mereka.
*****
"Edward... Apa kamu belum selesai mandi?" tanya Ana. Mencoba memanggil Edward yang hampir setengah jam berada di kamar mandi.
Edward membuka matanya. Dia menoleh ke arah pintu.
"Edward... Aku mau buang air kecil. Kamu sudah selesai mandi?" tanya Ana lagi.
"Sudah, bentar!" ucap Edward. Dia segera meraih handuk putih, menutup pinggang sampai lututnya. Dan, segera berjalan membuka pintunya.
"Udah, masuklah." pinta Edward. Ana melebarkan kedua matanya. Baru kali ini dia melihat Dwe ae tanpa baju. Dadànya yang terlihat kekar. Dan, berbentuk kotak-kotak membuatnya tak berhenti menatap kagum. Kedua matanya terus menatap dadà bidang Edward.
Sementara Edward mengerutkan keningnya, menatap aneh pada Ana. Dia mengibaskan tangannya tepat di depan wajah Ana. "Ana... Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Edward. Sedikit menundukkan badannya. Menatap ke arah Ana yang lebih pendek darinya.
Ana segera menyadarkan dirinya dari lamunanya. "Eh.. Enggak, gak ada apa-apa." kata Ana. Memalingkan wajahnya malu. Kedua pipinya memerah seketika. Saat Edward tiba-tiba memergoki dirinya menatapnya terlalu lama.
"Aku mau buang air kecil." ucal Ana. Mendorong tubuh Edward menjauh darinya.
Edward hanya tersenyum. Menggelengkan kepalanya menatap tingkah Ana yang terlihat Aneh.
****
Pov Miko.
Miko yang bosan terus di rumah. Dia keluar mencari Ana. Berkali-kali dia mengelilingi kita. Tetapi tetap saja tidak menemukan ana. Semenjak dia pergi tadi. Dirinya merasa sangat khawatir pada Ana. Bahkan dia belum makan sama sekali. Di pikir Ana akan pergi ke sebuah restoran. Tetapi, nyatanya. Miko berkeliling restoran yang ada di kota. Dia tidak menemukan Ana Ada disana.
Miko mencengkeram setir mobilnya. Kedua mata bulat itu menyorot tajam kedepan. "Shiitt...." geram Miko. Memukul setir mobilnya. Dia tak henti menatap sekelilingnya. Mencoba mematikan jika Ana ada di sana. Hampir dua jam di jalan. Miko belum menemukan Ana sama sekali. Hingga dia merasa sangat lelah.
"Sialan.... Apa sebenarnya yang dia mau. Jika memang dia tidak mau denganku. Kenapa dia harus pergi. Dia tidak pernah memikirkan bagaimana orang tuanya bingung jika dia pergi." kesal Miko. Dia terus menggerutu tak jelas. Hingga merasa benar-benar kesal tidak bisa menahan emosinya. Miko menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia mencoba mengatur napasnya sejenak. Menyandarkan punggungnya di jok mobil. Sembari menarik tangannya sedikit ke atas.
Miko menghela nafasnya. Mencoba tenang sejenak. Dan, berpikir untuk mencari Ana lagi. Seketika Miko mengerutkan keningnya. Saat dia mengingat sesuatu. Iya, dia ingat tentang Edward. Dengan segera Mimi meraih ponselnya di atas dashboard mobilnya. Mencoba untuk tanya pada staff di kantornya dimana alamat Edward.
Sembari menunggu balasan dari chat staf nya. Miko menyalakan mesin mobilnya kembali. Menjalankan mobilnya pelan. Tak lama Dia mendapatkan balasan dimana alamat rumah Edward. Miko beranjak mempercepat laju mobilnya. Menuju ke alamat tersebut.
"Ana... Aku harap kamu tidak ada di sana. Jika memang kamu ada di apartemen Edward. Aku tidak tahu lagi harus bantu kamu apa lagi. Gosip pasti akan semakin memanjang." ucap Edward kesal.
***
Back Ana.
Ana mencengkeram erat selimut tebal miliknya. Dia menutup sekujur tubuhnya. Membuka sedikit bagian matanya untuk mengintip apa yang sedang dilakukan oleh Edward. Kedua matanya melebar saat melihat Edward sibuk dengan ponselnya. Sembari berbaring di atas sofa.
Ana membuka selimutnya. Dia beranjak duduk. "Edward... Kamu tidur sofa?" tanya Ana memastikan.
"Iya.. Kamu tidurlah. Aku tidak masalah tidur disini." kata Edward tanpa menatap ke arah Ana. Hal itu membuat Ana semakin kesal. Dia tidak menatapnya sana sekali. Bahkan kedua matanya hanya fokus pada layar ponselnya. Tanpa sedikit melirik kekasihnya.
"Kamu sibuk apa?" tanya Ana. Dia beranjak turun dari ranjangnya. Berjalan mendekati Edward. Dengan ceoat, Edward menyembunyikan ponselnya. Dia melompat bangkit dari sofa. Beranjak berdiri sambil tersenyum ramah pada Ana. Edward memegang kedua lengan Ana. Sembari mengusap wajahnya lembut.
"Ana... Sudah, malam. Lebih baik kamu tidur." ucap Edward.
Ana hanya diam, dia memainkan bibirnya. Mencoba melirik dimana Edward meletakkan ponselnya. Kedua mata Ana tertuju pada ponsel yang terus menyala di atas sofa. Seolah ada yang memanggilnya. "Siapa yang menelfon kamu?" tanya Ana. Mencoba untuk mengambil ponselnya. Dengan cepat, Edward menarik tangan Ana. Menatap lekat kedua matanya.
"Ana.. Biarkan saja. Itu mungkin hanya manajerku. Sekarang, kamu tidur dulu, ya." Edward menyentuh dagu Ana. Mencoba tersenyum palsu di depannya. Tetapi, tetap saja Ana masih merasa curiga pada Laki-laki di depannya ini.
Edward rangkul pundak Ana. Menuntunnya untuk kembali ke keranjang. Mereka duduk di ranjang sambil saling menatap satu sama lain.
"Kamu tidak berbohong padaku, kan?" tanya Ana memastikan.
Edward menggelengkan kepalanya. "Aku sama sekali tidak bohong padamu. Memangnya sekarang aku terlihat sedang berbohong?" tanya Edward. Merangkul pinggang Ana dari belakang.
"Kau merasa kamu hanya memanfaatkanmu saja." kata Ana. Sembari tertunduk lesu.
Edward memegang dagu Ana. Menarik dagunya sedikit ke atas. "Tataplah kedua mataku?" kata Edward. Dengan penuh keraguan, Ana menatap kedua mata Edward.
"Aku tidak bohong padamu. Aku cinta sama kamu. Aku akan menjaga kamu," ucap Edward. Sembari mengusap lembut pipi Ana. Wajah cantik tanpa make up itu terlihat memerah di buatnya.
Edward menatap lekat mata Ana. Perlahan mulai mendekatkan wajahnya. Sedikit demi sedikit, hingga bisa merasakan hembusan napas mereka saling beradu satu sama lain. Sebuah kecupan lembut mendarat sempurna di bibir mungil Ana. Ana hanya diam, kedua kalinya dia merasakan dirinya benar-benar sangat nyaman bersama dengan Edward. Kecupannya mengalihkan dunianya. Edward perlahan membaringkan tubuh Ana di atas ranjangnya. Dia menghukum bibirnya semakin panas. Tubuh Ana merasa mulai gerah di buatnya. Kecupan yang begitu ganas. Ana seolah melupakan semuanya. Membiarkan Edward menyentuh setiap lekuk tubuhnya. Hingga berhenti di dua buah miliknya.
Ana mencengkeram sprei putih di bawahnya. Merasakan Edward yang sudah menyentuh pahanya. Bulu kuduknya mulai berdiri. Merasakan sensasi yang berbeda. Seolah ada aliran listrik yang menegangkan pada tubuhnya.
"Apa kamu mau melakukannya denganku. Kau janji, tidak akan meninggalkanmu?" bisik Edward. Jemarinya menyentuh area sensitif Ana. Seolah di bius oleh Edward. Ana tanpa menolaknya sama sekali. Dia memberikan kecupan lembut pada bibir Edward.
Tok... Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu itu mengejutkan Ana dan Edward. Mereka hampir saja bermanja berdua. Harus menghentikan aksinya.
"Siapa itu?" tanya Ana.
"Entahlah, kamu disini dulu. Aku akan cari tahu siapa dia." ucap Edward. Dia beranjak turun dari ranjangnya. Tanpa baju yang menutupi dadà bidangnya.
"Siapa?" tanya Edward berbarengan dengan tangannya yang membuka pintu. Kedua mata Edward melebar saat melihat sosok Miko di depannya.
Buggh...
Sebuah pukulan mendarat di wajahnya. Hingga terpental ke belakang. "Edward... Ana yang semula di ranjang. Dia segera beranjak menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Mencoba untuk menolong Edward.
"Sialan, kamu membawa sana kesini?" tanya Koko kesal. Kedua matanya mengobarkan api kemarahan. Miko melirik ke arah Ana. Mata itu semakin memerah. Dia mengepalkan tangannya saat melihat Ana hanya mengenakan dalaman yang di balut selimut tebal berwarna putih.
"Apa yang kamu lakukan pada Ana?" Miko memukul bertubi-tubi wajah dan perut Edward.
"Aku bisa menjelaskan semuanya." ucap Edward. "Lagian aku sama Ana pasangan kekasih. Memangnya salah aku tidur dengannya." tanya Edward. Bugh...
Edward membalas pukulan Miko.
Brakk...
Miko menendang perut Edward hingga laki-laki itu terpental mengenai meja di belakangnya. "Kamu pikir wanita itu hanya barang murahàn uang seenaknya kamu pakai lalu kamu yang begitu saja." geram Miko. Dia terus menghujani Edward dengan pukulan bertubi-tubi.
"Stop... Apa yang kamu lakukan? Aku melakukan apapun dengannya itu urusanku. Lebih baik kamu pergi dari sini." bentak Ana. Menghentikan perbuatan Miko.
"Apa yang kamu katakan? Apa kamu tidak waras belikan lagi sama dia. Sejak kapan kamu jadi wanita murahàn seperti ini? Kamu menyerahkan milik kamu pada orang lain. Apa kamu benar-benar sudah gila." ucap Miko. Menggerakkan tubuhnya. Sembari mengusap kepalanya dengan kedua tangannya berkali-kali.
Miko meraih pergelangan tangan kanan Ana menarik ya keluar dari apartemen Edward. Tak mau kalah, Edward menarik tangan kiri Ana. "Dia kekasihku, jangan coba-coba ikut campur urusanku dengannya."
Tanpa banyak tanya, Atau basa-basi lagi. Edward menendang tubuh Edward hingga terpental kedua kalinya. Dan, segera menarik tangan Ana pergi dari sana. "Lepaskan aku!" pekik Ana. Dia berusaha menarik tangannya. Berlari dari Miko.
"Ana..." teriak Miko. Dia berlari mengejar Ana. Memeluk tubuhnya dari belakang. Lalu, mengangkatnya seperti mengangkat karung. Berjalan dengan langkah lebih cepat.
"Turunkan aku! Atau aku akan teriak." ucap Ana kesal.
"Apa kamu aku pergi dari dunia entertainment sekarang. Jika memang itu mau kamu. Sekalian? Kamu obral tubuh kamu pada pria lain. Biar semua media tahu." geram Miko. Ana menghenduskan napasnya kesal. Dia terus memukul punggung Miko dengan kedua tangannya. Tetapi, Miko tetap saja tidak peduli.
Miko berjalan menuruni anak tangga. Menuju ke parkiran. Tanpa menghiraukan ocehan Ana. Beberapa orang melihatnya. Membuat Ana merasa begitu malu. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Sampai di parkiran mobilnya.
Edward membuka pintu mobilnya. Melemparkan tubuh Ana duduk di jok depan. Dan, segera mengunci pintunya. Miko segera masuk dalam mobilnya.
"Apa senangnya yang kamu lakukan, kenapa kamu selalu membuat aku malu. Bagaimana jika nanti banyak orang tahu kalau aku sama kamu." ucap Ana kesal. Miko hanya diam menatap ke arah Ana.
"Lebih baik diam dan duduklah!" ucap Miko menatap tajam ke arah Ana. Ana yang semula terus menegang kakaknya. Dia sekarang hanya bisa mengkerut saat melihat tatapan tajam kakaknya yang menakutkan baginya. Ana baru pertama kali dalam hidupnya dia melihat kakaknya marah.