Kirei terdiam ketika mendengar Yongki bilang seperti barusan, begitu juga Kenny. Keduanya sama-sama terdiam.
"Hei... Kirei, Kenny ayo."
Kirei mendongakkan kepalanya menatap Yongki yang menyerukan namanya dan Kenny.
"Ayolah, biar cepat selesai." ajak Kenny tak ingin lebih berlama-lama.
"Heh, ayo geser." Kenny mendorong tubuh Kirei sedikit kasar sampai pojok.
Kenny langsung berbaring dan menjadikan paha Kirei sebagai bantal. Mata mereka bertemu pada satu titik. Kirei terpaku atas tatapan itu, mata Kenny seolah-olah menghipnotis Kirei. Kenny juga terdiam menatap bola mata Kirei yang bening.
Ini mata Kenny kok indah banget ya. Batin Kirei terpesona.
"Ya bagus, ganti gaya lagi." seru Yongki dari tempatnya.
Kenny maupun Kirei masih terdiam pada posisinya. Tidak ada yang berubah atau bergerak sedikit pun. Mata mereka masih sama-sama saling tatap.
"Woy... Sudah." seru Lucky dari kejauhan.
Kenny maupun Kirei tersentak atas teriakan Lucky barusan. Keduanya jadi salah tingkah sendiri. Kenny buru-buru bangun dari paha Kirei Sedangkan Kirei berusaha mengontrol detak jantungnya sendiri.
"Ganti gaya ya." ucap Yongki lagi.
Kenny dan Kirei masih diam saja tanpa ada niat berbicara.
"Sekarang sama-sama berdiri berhadapan. Kenny peluk Kirei-nya, saling tatap mata. Kirei dongakkan kepala menatap Kenny. Kenny sesuaikan menatap Kirei sedikit ke bawah." Yongki memberikan arahan-arahan lagi.
Kenny langsung menarik tubuh Kirei begitu saja. Kirei malah gugup tak karuan, jantungnya semakin berdetak tak beraturan.
Semoga Kenny tidak dengar, Tuhan. Batin Kirei komat-kamit dalam hati.
"Kurang dekat, lebih dekat lagi." seru Yongki.
Kenny semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Kirei.
Kirei sudah gugup tingkat dewa.
"Lebih dekat." teriak Yongki sambil siap-siap dengan kameranya.
"Sorry." ucap Kenny pelan.
Kirei merasakan wangi mint pada nafas Kenny. Lagi-lagi Kirei terhipnotis akan tatapan tajam Kenny yang menenangkan. Kirei hanya bisa diam ketika Kenny menempelkan hidung dan dari mereka.
"Ok bagus, tahan. Satu, dua, tiga..."
Jepret!
Kenny langsung menjauhkan tubuhnya dari tubuh Kirei setelah mendengar suara kamera membidik mereka. Gaya demi gaya membuat jarak Kenny dan Kirei semakin dekat. Selama masa pemotretan pun Kirei selalu merasakan jantungnya berdetak tak karuan. Apalagi ketika mereka harus melakukan tatap menatap. Jantung Kirei sudah seperti gendang ditabuh tiada henti.
Hanya kegiatan prewedding, tapi mampu membuat mereka berdua kelelahan. Berbagai macam gaya pun sudah mereka lakukan dengan apik dibantu Yongki, sang fotografer.
***
"Heh... Capek." keluh Kirei yang duduk di dekat Jenny. Kirei mengelap peluh yang terus mengalis di pelipisnya.
"Minum dulu, Rei." Jenny memberikan minuman kesukaan Kirei, yaitu fanta.
"Makasih, Ma." Kirei tersenyum pada Jenny lalu menenggak minuman soda dalam botol sampai habis setengah.
"Mama pulang sendiri, kamu pulang biar diantar sama Kenny."
"Loh, kenapa enggak bareng saja sih Ma?" Kirei mengerutkan keningnya tak mengerti akan pikiran Jenny.
"Kan biar tambah dekat sayang, Mama pulang dulu ya." Jenny sudah membawa tas besarnya ke mobil dan pulang tanpa Kirei.
"Yah, Mama meninggalkan gue sendirian." desah Kirei kesal.
"Sayang, Om pulang dulu ya. Kenny bakal mengantar kamu." pamit Mr. Tan pada Kirei.
"Eh... Iya, Om. Hati-hati ya di jalannya." jawab Kirei sopan.
"Iya, kamu juga istirahat ya." Mr. Tan langsung meninggalkan Kirei sendirian.
Lucky, Claudia dan Elsa juga sudah pulang. Bahkan mereka pulang lebih awal karena Elsa merengek ingin dibuatkan cumi tepung goreng oleh Claudia.
***
Kenny masih merapikan perlengkapannya sendiri. Tasnya sudah berada dalam gendongannya. Kenny mendesah ketika ingat dirinya harus mengantarkan Kirei pulang terlebih dahulu. Kenny merasa badannya sudah remuk hari ini.
"Kenapa enggak bareng sama nyokapnya saja sih itu bocah satu." gerutu Kenny kesal.
Kenny melangkah menuju di mana tempat Kirei duduk menunggunya. Kenny dapat melihat jelas Kirei sedang memainkan ponselnya.
"Heh, ayo gue antar lo pulang." ucap Kenny tanpa indah-indahnya.
Kirei melirik Kenny sekilas. Kirei mencibir ketika Kenny terus saja berjalan tanpa menengok ke arahnya.
"Cowok apa kulkas sih itu orang?" gerutu Kirei merasa kesal sendiri.
"Enggak ada manis-manisnya." Kirei menggendong tasnya lalu berjalan mengikuti ke mana langkah Kenny.
"Mimpi apa gue bakalan nikah sama cowok enggak punya hati kayak dia?" Kirei menatap langit yang memang sudah menggelap.
"Cepat!" titah Kenny membentak Kirei dari arah seberang. Memang tempat parkiran dan pintu masuk taman terputus oleh jalan raya.
Kirei mengentak-entakkan kakinya kesal mendengar Kenny membentak-bentaknya.
"Woy... Lo enggak tuli kan?" teriak Kenny lagi.
"Iya bentar..." balas Kirei mempercepat langkah kakinya.
"Ngeselin banget sih itu cowok." sungut Kirei menatap Kenny beringas.
Tin...!
"Hua...!" Kirei menutup matanya takut ketika ada sebuah mobil hampir saja menabraknya jika Kenny buru-buru berlari dan menariknya.
"Lo bego! Punya otak itu dipakai dong!" bentak Kenny tepat di depan wajah Kirei yang masih shock oleh kejadian barusan.
"Lo mau mati?! Jangan kayak begini caranya!" Kenny masih membentak Kirei tanpa melihat keadaan sekitar yang ramai karena kejadian barusan.
"Kalau lo ketabrak barusan, gue yang disalahkan sama bonyok lo!" lagi-lagi Kenny membentak Kirei.
Kirei mendongakkan kepalanya menatap Kenny yang sudah marah. Terlihat jelas wajahnya merah menahan amarah yang memuncak.
"Maaf, gue enggak sengaja. Thank sudah menolong." ujar Kirei sedih, air matanya kini sudah lolos menerjang pipi putihnya.
"Gue memang bego, maaf." ucap Kirei lagi.
Kirei menangis karena dibentak oleh Kenny. Tapi Kirei juga tak bisa menyalahkan Kenny karena membentaknya. Maksud Kenny baik untuk memperingati Kirei. Tapi Kirei merasa sangat bersalah kali ini. Coba saja tidak ada Kenny, pasti dirinya sudah berada dalam perjalanan menuju rumah sakit bersama ambulans atau bahkan sudah mati di tempat.
"Kita pulang sekarang." Kenny meninggalkan Kirei sendiri.
Kenny sudah siap di kursi kemudinya. Suara klakson terdengar memekakkan telinga Kirei yang melamun.
"Woy... Cepetan!" bentak Kenny kehilangan kesabaran.
Kirei menghapus air matanya dan langsung memasuki mobil Kenny dan menutup pintu. Tanpa aba-aba lagi, Kenny menggas mobilnya meninggalkan taman kota.
"Pakai seatbelt lo." titah Kenny tidak ada lembut-lembutnya.
Lagi-lagi Kirei hanya menuruti apa perintah Kenny. Kirei masih sedikit shock mengingat dirinya akan tertabrak oleh sebuah mobil yang melaju sangat kencang.
"Ken, gue mau bilang makasih. Lo sudah menolong gue." ucap Kirei tulus memandang Kenny.
"Enggak usah GR, gue cuma enggak mau disalahkan sama bonyok lo. Enggak ada maksud lain." jawab Kenny tanpa menoleh ke Kirei.
"Pokoknya apa pun alasan lo, gue mengucapkan makasih banget. Kalau enggak ada lo, gue enggak tahu bagaimana nasib gue sekarang. Di rumah sakit atau di kuburan." ucap Kirei lagi.
"Lebai lo, kebanyakan nonton drakor sih lo. Kayak begini saja dilebih-lebihkan." cibir Kenny.
"Turun." ucap Kenny ketika sampai di depan gerbang rumah Kirei.
"Sekali lagi thank ya. Hati-hati lo di jalan." ucap Kirei sebelum benar-benar keluar dari mobil Kenny.
Kirei masih berdiri di depan pintu gerbang rumahnya sampai Kenny meninggalkan halaman rumah keluarga Fiansyah.
"Lo ternyata punya hati baik, Ken. Gue enggak menyangka." ujar Kirei menatap mobil Kenny yang semakin menjauh dari pelupuk matanya. Tanpa disadari, Kirei tersenyum mengingat ketika Kenny menyelamatkannya tadi.
***
Next...