12. Pibesday

949 Kata
Happy birthday Vani... Happy birthday Vani... Happy birthday... Happy birthday... Happy birthday Vanilla... Vanilla menoleh ke arah pintu yang menyambungkan rumah dan kolam renang. Terlihat di sana ada Vanesa, Pramono, Kirei dan Aletta sedang membawa kue tar dan kado sedang berjalan mendekati Vanilla. Vanilla bangkit dari duduknya, dia kini sudah berdiri tepat di depan keempat orang yang sudah memberinya kejutan. "Happy birthday ya sayang. Panjang umur, sehat terus, cepat-cepat punya pacar biar malam minggu ada yang ajakin main. Biar enggak ngajak Papa terus, Papa kan punya Mama. Mama juga kan ingin mamingan sama Papa." ucap Vanesa panjang lebar membuat mulut Vanilla mengaga tak percaya akan tingkah laku Vanesa. "Ish... Mama sudah tua juga." desah Vanilla tak mengerti. "Tiup dulu lilinnya, Van." titah Pramono membuat Vanilla langsung meniup lilin itu. "Nikah, kado buat lo. Pibesday ya, Vani cantik. God bless you." Kirei memberikan satu bingkisan untuk Vanilla dan memeluk Vanilla lumayan erat. "Thank ya." balas Vanilla tulus. "Ini dari gue, makin dewasa dan makin cantik ya." kini ganti Aletta yang memeluk Vanilla erat. "Enggak terasa ya, putri Papa sudah sweet seventeen saja. Perasaan baru kemarin suka ngompol di celana." goda Pramono membuat Vanilla merengut kesal. "Papa mah, masih diingat-ingat saja." Vanilla memanyunkan bibirnya kesal. "Maaf ya sayang, Mama mengerjai kamu." ucap Vanesa yang baru saja datang sehabis meletakkan kue tar itu ke meja dekat kolam renang. "Jadi ini tujuan Mama hukum aku di sini?" tanya Vanilla kesal menatap Vanesa. "Hehehe... Maaf sayang, cuma ini yang Mama bisa lakukan supaya kamu enggak tidur." jawab Vanesa membela dirinya sendiri. "Tapi kan aku kedinginan harus menjaga kolam renang sambil mencelupkan kaki. Lagian aku juga cuma salah beli garam malah micin." giliran Vanilla membela dirinya. "Salah beli garam?" tanya Aletta heran. "Iya Let, masa gue cuma salah beli garam jadi micin dihukum suruh menunggu kolam renang. Ini nih, emak emak jaman now. Kebanyakan micin nyokap, gue." adu Vanilla pada Aletta disertai gaya khas ngambeknya. "Kan Mama sengaja cari alasan, Van. Mama juga sudah sekongkol sama tukang warungnya supaya kasih kamu micin bukan garam." aku Vanesa sendiri yang membuat Vanilla dan yang lainnya melotot sempurna. "Ish... Mama beneran kebanyakan micin. Besok pokoknya aku mau buang semua micin-micin di rumah ini supaya Mama enggak kayak begini lagi." ujar Vanilla penuh dengan semangat 45 sambil mengentak-entakkan kakinya ke atas lantai. "Lah, ya jangan dong sayang. Nanti kalau masaknya enggak pakai micin ya enggak enaklah sayang." larang Vanesa ketakutan. "Pokoknya enggak ada micin-micinan di dapur. Biar enggak jadi emak-emak jaman now." Vanilla meninggalkan keempat orang itu di kolam renang. "Yang mau menginap bisa langsung ke kamar." teriak Vanilla tertuju pada Kirei dan Aletta. "Ya sudah deh, aku pamit ya Tante, Om." pamit Kirei kepada kedua orang tua Vanilla. "Lo pulang, Rei?" tanya Aletta memastikan. "Iya Let, tadi sudah janji bakal pulang. Takut dimarahi. Lo nginep?" "Iya, gue nginep saja." "Ya sudah gue pulang duluan ya. Mari Tante, Om." pamit Kirei sopan. "Iya, makasih ya Kirei. Hati-hati di jalannya." ucap Vanesa membelai lembut puncak kepala Kirei. "Iya, Tante." balas Kirei lalu pergi dari kediaman Pramobo. "Aku pamit ke kamar Vanilla ya, Tan, Om." pamit Aletta kepada Vanesa dan Pramono. "Iya, Let." jawab Vanesa dan Pramono kompak. "Tidur yuk, Ma." ajak Pramono. "Pa." panggil Vanesa membuat Pramono berhenti dan menoleh ke belakang. "Ya, Ma." "Gandeng." ucap Vanesa sambil menyodorkan tangannya pada Pramono dengan nada manja. "Benar kata Vani, emak-emak jaman now." Pramono menggeleng-gelengkan kepalanya tak mengerti. "Ya sudah, Mama ngambek nih." ancam Vanesa membuat Pramono gemas sendiri. "Heuh... Mana tangannya." pinta Pramono membuat Vanesa tersenyum dan menyodorkan tangannya langsung pada Pramono. Pramono menarik Vanesa ke pelukannya lalu merangkul Vanesa sambil berjalan menuju kamar utama. *** "Dasar emak-emak jaman now." Vanilla menggeleng-gelengkan kepalanya merasa geli melihat tingkah laku kedua orang tuanya dari balkon kamarnya. Aletta menatap miris melihat kemesraan kedua orang tua Vanilla. Hatinya terasa teriris melihat pemandangan yang langka baginya. Drt... Drt... Drt... Vanilla mengalihkan pandangannya ke meja yang berada di pojok. Cepat-cepat Vanilla mengambil ponselnya yang terus berdering. "Untung Vanilla enggak lihat gue." ucap Aletta dalam hatinya. "Let, Chelsea ngajak VC-an ini. Sini dong gabung sama gue." panggil Vanilla heboh. "Mana? Mana?" Aletta ikut heboh mendengar Chelsea mengajak Vanilla video call. Aletta langsung mengambil posisi duduk di dekat Vanilla. Vanilla langsung menggeser tanda terima pada layar ponselnya. "Happy birthday Vanilla-ku sayang." ucap Chelsea semangat di layar ponsel Vanilla. "Chelsea...! Gue kangen!" teriak Vanilla dan Aletta bersamaan. "Sekalian saja pakai speaker masjid." gerutu Chelsea mengusap-usap telinganya. "Hehehe... Kan kita senang, Chel." ucap Vanilla mewakili Aletta. "Ya jangan pakai volume full juga keles, budek ini gue." dumel Chelsea. "Kado buat gue mana?" tanya Vanilla langsung ke intinya. "Lo basa basi dikit kek." "Enggak bisa, gue mau kado asli sana." todong Vanilla membuat Chelsea menggeram kesal. "Kirei enggak ikutan?" tanya Chelsea mengalihkan pembicaraan. "Tadi sih ada, sudah pulang dia." jawab Aletta sambil meniup-niup poninya. "Yah, gue kira kalian bertiga. Gue juga kangen sama dia." terdengar suara desahan dari Chelsea di seberang. "Bagaimana sekolah lo, Chel?" tanya Vanilla. "Baik kok, sorry kalau gue jarang ada kabar ya." "No problem Chel, yang penting lo jangan sampai lupa saja sama kita." sahut Aletta tersenyum gembira. "Kado buat lo lagi di perjalanan, Van. Tungguin saja ya." "Wah... Thank ya, Chelsea sayongkuh. Gue makin loph loph sama lo." Vanilla memonyongkan bibirnya seolah-olah ingin mencium Chelsea. "Iyuh... Najis tahu enggak Van, gue lihatnya." Chelsea memberikan ekspresi seperti orang mau muntah. "Alah, ngomong saja lo kangen sama gue. Ya enggak, Let?" Vanilla menolehkan wajahnya ke Aletta mencari pembelaan. "Enggak." jawab Aletta tanpa dosa. "Buahaha..." tawa Chelsea menggelegar di indra pendengaran Vanilla dan Aletta. "Kampret.. Lo." Vanilla menampol lengan Aletta. "Aw... Kutu ditindas sama gajah." ringis Aletta sambil mengelus-elus lengannya. "Buahaha..." suara Chelsea terdengar semakin menggelegar setelah mendengar ucapan Aletta barusan. "Ish... Terus saja bully gue, puas-puasin saja sono." Vanilla merenggutkan bibirnya kesal. "Sudah ah, gue masih ada urusan. Sekali lagi pibesday ya, Vanilla. Harapan gue ditahun ini buat lo cuma satu. Jangan makan terus biar enggak makin melar." Beep! "Buahaha..." tawa Aletta menggema di setiap sudut ruangan terbuka itu. Belum sempat Vanilla membalas ucapan Chelsea, gadis itu sudah lebih dulu mematikan sambungan video call mereka. "Puas-puasin sono." kesal Vanilla meninggalkan Aletta sendirian di balkon yang masih tertawa terbahak-bahak. *** Next
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN