13. Enggak Usah Mimpi

1269 Kata
Sedari tadi Kirei terus mencuri pandang pada lelaki yang besok akan menjadi suaminya itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Kenny. Kirei terus saja mengingat kejadian di mana Kenny menolongnya saat menyeberang dan hampir tertabrak oleh sebuah mobil yang melaju kencang. "Lo suka sama gue?" tanya Kenny tanpa menoleh ke Kirei. Kirei kaget mendengar pertanyaan dadakan dari Kenny barusan. Dirinya sangat malu karena ketahuan mencuri pandang ke arah Kenny terus-terusan. "Siapa juga yang suka sama orang kayak lo." Kirei berpura-pura mengedikkan bahunya jijik pada Kenny. Kenny menolehkan wajahnya pada Kirei dengan tatapan mata intens melihat Kirei. "Kalau enggak suka kenapa terus-terusan curi pandang ke arah gue?" tanya Kenny membuat Kirei mengumpati dirinya sendiri dalam hati. "Ya-ya... Gue cu-cuma... Cuma." jawab Kirei gugup. "Cuma mau lihat gue?" tanya Kenny sambil menurunkan kacamata hitamnya sedikit ke bawah. "Enggak, GR banget sih lo jadi cowok." balas Kirei cepat. Kenny kembali membenarkan letak kacamatanya seperti semula dan duduk seperti semula dengan pandangan lurus ke depan karena lampu lalu lintas sudah berubah warna menjadi hijau. "Jujur saja kalau suka." ucap Kenny lagi membuat Kirei geram sendiri. "Dibilang enggak ya enggak." Kirei menyilangkan tangannya ke depan d-a-d-a. "Kalau kesal biasanya bohong. Lagian kalau enggak ya sudah biasa saja kali, Rei. Enggak usah ngotot begitu." Kenny tertawa miring melihat Kirei yang kesal sendiri. "Ini juga biasa saja, siapa lagian yang kesal." balas Kirei tanpa menoleh ke Kenny. Kenny lagi-lagi tertawa miring mendengar jawaban Kirei yang sangat ketara sekali jika Kirei ada hati pada Kenny. Benar juga apa kata Kenny. Kenapa gue bisa sebodoh ini sih? Gerutu Kirei dalam hati menyalahkan dirinya sendiri. "Turun lo." titah Kenny seperti biasa jika sudah sampai di depan gang masuk sekolah mereka. "Iya-iya." geram Kirei kesal lalu keluar dan menutup pintu mobil Kenny secara brutal. "Ngeselin banget tahu enggak itu cowok. Ingin gue ulek-ulek itu mulutnya campur cabai merah ditambah cabai rawit terus ditaburi bubuk merica biar jontor itu bibir." gerutu Kirei tak henti-henti sambil meremas-remas ujung baju seragamnya. *** Kirei baru saja sampai ke kelasnya. Tapi aneh, kenapa kelasnya sangat sepi sekali. Tidak ada seorang pun yang ada di dalam. Hanya ada tas-tas saja, apa semuanya di kantin. Tapi biasanya ada satu atau dua orang yang menjadi penunggu kelas. Kirei meletakkan tasnya ke meja di sebelah Kenny. Kirei melihat tas Kenny sudah ada di bangkunya. Itu artinya Kenny sudah ke kelas tadi. Kirei melongok ke arah meja Vanilla, Aletta dan Rangga, tas mereka juga ada di sana. Lalu beralih ke bangku Gama dan Nathan, sama saja. Ada semua. "Mending gue ke kantin ah, paling pada di sana." putus Kirei lalu meninggalkan kelas menuju kantin. Kirei kembali merasa heran ketika melewati kelas-kelas lainnya. Biasanya akan ada siswa-siswi yang ngobrol, bercanda, membaca buku atau sedang memalak buku PR temannya. Rasa penasaran Kirei semakin mencuat ketika melihat kantin sangat penuh dikerumuni oleh semua siswa. "Ada apaan sih?" tanya Kirei pada dirinya sendiri. Kirei semakin mendekat ke ratusan siswa di hadapannya. Kirei mencolek punggung siswi yang paling belakang. "Ada apa sih?" tanya Kirei pada siswi yang ternyata adik kelasnya. "Itu teman Kakak lagi di depan." jawabnya. "Teman? Di depan?" tanya Kirei tak mengerti. "Iya, Kak." Kirei langsung mencari celah untuk menyelundup di kerumunan yang saling berdempetan. "Misi... Misi..." ucap Kirei meminta jalan pada siapa saja yang ada di depannya. "Tolong permisi." ucap Kirei terus menerus. Kirei masih berusaha menerobos ratusan siswa dan siswi yang menyaksikan teman Kirei di tengah-tengah kantin. "Hah, lega." desah Kirei ketika sudah sampai depan. Kirei dapat melihat Vanilla dan Nathan sedang di depan berdua. Kirei semakin bingung melihat posisi Nathan yang berlutut di depan Vanilla. Kirei dapat melihat jelas bahwa tangan kiri Nathan menggenggam jemari kanan Vanilla, sedangkan tangan kanannya memegang setangkai mawar merah. Vanilla sendiri sudah keluar keringat dingin di kedua pelipisnya. Wajahnya terlihat gugup sekali. "Happy birthday Vanilla. Selamat bertambah umur ya, sehat selalu, tambah pintar dan tambah cantik." ucap Nathan berusaha setenang mungkin. Semua yang menonton drama antara pangeran Nathan dan ratu Vanilla pun bisa mendengar jelas apa yang diucapkan oleh Nathan karena Nathan menggunakan microphone wireless. Kirei masih tidak mengerti apa arti Nathan mengucapkan selamat ulang tahun untuknya sedemikian rupa. "Van." ucap Nathan sedikit gugup. Kirei dapat melihat jelas bahwa Vanilla mengucapkan kata iya ketika Nathan memanggilnya. "Vanilla, gue minta lo ke sini karena ada yang mau gue omongin." ucap Nathan lagi. *** Vanilla bertambah gugup mendengar ucapan Nathan barusan. Tubuhnya semakin panas dingin dibuatnya. Semua mata tertuju padanya. Keringat dingin terus bercucuran di pelipisnya. Nathan menatapnya begitu dalam. "Van, gue mau bilang kalau gue suka sama lo. Mungkin bisa dibilang lebih, dan lebih tepatnya lagi gue cinta sama lo." Kaki Vanilla semakin bergetar mendengar pengakuan dari Nathan. Vanilla merasakan genggaman tangan Nathan semakin erat menggenggam tangannya. Mata Vanilla juga terus menatap lurus ke matanya tidak berpindah sedikit pun kecuali berkedip. "Lo mau kan jadi pacar gue, Van?" tanya Nathan serius. Vanilla dapat melihat jelas Nathan tersenyum manis padanya setelah bertanya ke Vanilla sedemikian rupa. Vanilla memejamkan matanya mencoba berpikir jernih. Adakah orang yang mampu menolongnya saat ini? Vanilla benar-benar gugup pada posisi seperti sekarang. "Lo mau kan jadi pacar gue, Van?" tanya Nathan untuk kedua kalinya. Vanilla kembali membuka matanya dan menatap Nathan yang menatapnya sangat serius. Aliran darah pada tubuh Vanilla semakin memanas. "Terima! Terima! Terima! Terima!" terdengar jelas sorak sorai dari seluruh penonton di area kantin. Jujur saja, Vanilla sangat malu kali ini. Detak jantungnya semakin tak karuan. Deru nafasnya kian memburu. "Van." panggil Nathan membuat Vanilla kembali menolehkan wajahnya ke arah Nathan setelah menengok ke kanan dan kiri mencoba mencari pertolongan. "Ya." uawab Vanilla sedikit gugup. "Kalau lo ragu akan perasaan lo, gue enggak apa-apa kalau menolak gue." ucap Nathan membuat semua penonton memelototkan matanya. "Terima! Terima! Terima!" koor semua anak-anak lagi. "Gue mau, Nat." jawab Vanilla lirih lalu memejamkan matanya. Semua penonton sudah penasaran apa jawaban Vanilla. Karena mereka tidak bisa mendengar suara Vanilla. Hanya Nathan seorang yang bisa mendengarnya. Nathan membuka microphone wireless-nya lalu meletakkan di lantai jauh dari jangkauannya. "Lo menerima gue bukan karena terpaksa atau takut mempermalukan gue kan, Van?" tanya Nathan memastikan. "Enggak kok Nat, gue tulus dari hati." jawab Vanilla masih terlihat gugup. Nathan bangkit dari acara berlututnya lalu berdiri tegak di depan Vanilla yang lebih pendek darinya. Nathan menggenggam kedua tangan Vanilla dengan tangan masih memegang bunga. "Lo serius, Van?" tanya Vanilla sekali lagi. "Serius, Nat." jawab Vanilla manis. "Kalau begitu ambil bunga ini, Van." Nathan menyodorkan setangkai mawar merah untuk Vanilla. Vanilla menerima bunga dari Nathan. Nathan langsung memeluk tubuh Vanilla dan mengangkat tubuh Vanilla lalu memutar-mutarnya dengan wajah bahagia. "Gue cinta lo, Vanilla...!" teriak Nathan sangat kencang membuat semua orang bisa mendengarnya. Nathan masih memutar-mutar tubuhnya dan Vanilla. Vanilla sendiri membalas pelukan Nathan dan memejamkan matanya karena terpesona. Semua siswa-siswi yang menonton langsung bersorak sorai melihat pemandangan di depan. Tanpa harus diumumkan atau dijelaskan lagi, semuanya sudah paham jika Vanilla menerima Nathan menjadi kekasihnya. *** Kirei melihat Nathan yang terus memutar-mutar Vanilla di tengah-tengah kerumunan siswa-siswi. Kirei tersenyum bahagia bisa melihat sahabatnya bahagia. Namun Kirei juga merasa iri karena Vanilla bisa bersama dengan orang yang mencintai dan dicintainya. Bukan seperti dirinya yang memiliki kisah cinta dijodohkan. "Enggak usah mimpi kalau gue bakal melakukan hal konyol kayak begitu." bisik seorang lelaki tepat di dekat telinga Kirei. Kirei menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Kirei sedikit terkejut karena Kenny berada di sampingnya. Dari kapan lelaki itu berdiri di sana. "Kebanyakan nonton drama." ujar Kenny lalu meninggalkan Kirei dan siswa-siswi lainnya yang masih asik menonton kebahagiaan Vanilla dan Nathan. "Susah ya kalau sama cowok berhati balok. Kalau berhati es mah masih bisa diluluhkan sama api." Kirei menggeleng-gelengkan kepalanya lalu memilih meninggalkan kantin dan menuju kelas. *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN