4. Map Merah

1464 Kata
KAVC memasuki kelas ketika satu menit sebelum bel jam pelajaran dimulai. Semua mata memandang ke arah mereka. Terutama ke Kirei dan Vanilla, karena mereka berdua yang tadi berani mempermalukan Kenny. Kirei dengan santainya duduk di sebelah Kenny yang tak acuh akan kehadirannya. Kirei sendiri tidak menganggap bahwa ada Kenny di sebelahnya. "Rei, lo enggak apa-apa?" tanya Gama dari meja depan. "Enggak, memang gue kenapa sampai lo tanya begitu?" jawab Kirei ramah. "Eh, kita belum kenalan secara resmi. Kenalin, gue Gam." Gama mengulurkan tangannya ke arah Kirei. "Gue Kirei, dan pastinya lo enggak lupa kan?" Kirei dan Gama terkekeh mendengar suara krispi Kirei yang renyah. "Ingatan gue masih bagus kok, Rei." mereka berdua lagi-lagi tertawa. Kenny memandang intens ke arah Gama. Tatapannya menajam tidak suka dengan mereka. "Selamat siang anak-anak." sapa Bu Thalia memasuki kelas. "Siang, Bu." koor semua murid kelas XII IPA-1. "Karena hari ini akan diadakan rapat. Jadi kalian bisa berkemas dan pulang sekarang juga. Tapi tetap ingat, kerjakan soal matematika pada halaman 50-55. Besok dikumpulkan tanpa terkecuali di meja Ibu." penjelasan Thalia membuat mereka serasa dijunjung tinggi ke awang-awang lalu dijatuhkan ke padang pasir dengan tidak berperasaan. "Iya, Bu." jawab satu kelas dengan nada malas. "Ok, kalau begitu Ibu tinggal. Kalian boleh pulang sekarang juga." Thalia meninggalkan ruang kelas XI IPA-1. Semua anak langsung berhamburan keluar menuju parkiran untuk berlomba-lomba keluar yang paling utama. "Eh Let, mengerjakan PR di rumah lo ya, sekalian bantu kita. Lo kan pintar banget masalah hitung-hitungan." usul Chelsea yang duduk di depan Aletta. "Iya benar Let, di rumah lo saja." sahut Vanilla girang. Aletta menundukkan kepalanya tak menjawab usul dari kedua sahabatnya. Bruk! Tak sengaja, Rangga menjatuhkan tas ransel Aletta. Rangga buru-buru mengambil tas milik Aletta. "Sorry Let, enggak sengaja." ucap Rangga manis diiringi senyum tulusnya. "Enggak apa-apa kok Ga, thank sudah diambilin." jawab Aletta ramah dengan senyuman pula. Kok gue baru sadar ya, kalau senyumnya Rangga itu lebih manis dari madu. Batin Aletta mulai mengagumi senyum Rangga. "Let, bagaimana?" tanya Chelsea menyadarkan lamunan Aletta. "Sorry." jawab Aletta lirih. Chelsea mau pun Vanilla menepok jidatnya merasa ada keanehan dari Aletta. Ternyata benar, hal itu yang masih diragukan Aletta untuk menerima mereka mengerjakan tugas di rumah Aletta. "Sorry Let, di rumah gue saja deh." tawar Vanilla berusaha mengembalikan mood Aletta. "Iya, di rumah Vanilla saja." Chelsea ikut membantu Vanilla. "Sorry ya." Aletta memandang Vanilla dan Chelsea dengan wajah memelas. "It's okay, Ke. Kita berdua enggak masalah kok." Vanilla mengusap-usap punggung tangan Aletta. "Sudah kayak pacaran saja lo berdua." Vanilla, Aletta dan Chelsea menolehkan wajahnya ke arah Rangga yang dari pagi pindah duduk di sebalah Aletta karena wali kelas mereka, Inggrit. "Weis.... Woles dong lihatnya. Yang ada masalah kan lo sama Kenny, bukan sama gue." Rangga membela dirinya sendiri.  "Iya Van, sudah jangan lihatin Rangga kayak begitu." Aletta meredakan emosi Vanilla dan Chelsea. "Lagian sahabat lo itu kejam banget sih, Ga. Enggak punya perasaan tahu enggak." Rangga memandang ke arah Vanilla yang menjelek-jelekkan Kenny. "Kenny baik kok orangnya. Mungkin dia tadi lagi PMS saja." Aletta, Vanilla dan Chelsea membulatkan matanya atas ucapan Rangga barusan. "Eh, kalian pulang bagaimana?" tiba-tiba Kirei datang di antara mereka. "Kita bertiga mau mengerjakan tugas di rumah Vanilla dulu, Rei. Lo ikut ya." jawab Chelsea mewakili Vanilla dan Aletta. "Sorry, bukannya gue enggak mau. Tapi gue dapat pesan dari nyokap buat pulang sekarang." wajah Kirei terlihat sedikit menyesal karena tidak bisa ikut mengerjakan tugas matematika bersama sahabat barunya. "Oh ya sudah, enggak apa-apa kok." "Gue ke sahabat gue dulu, bye." pamit Rangga kepada gadis-gadis di sekitarnya. "Bye..." sahut KAVC ketika Rangga melambaikan tangannya. "Sekali lagi sorry ya, gue pulang duluan." pamit Kirei gantian. "Ok, hati-hati ya." balas Vanilla, Aletta dan Chelsea secara bersamaan. "Yuk, kita ke rumah gue." ajak Vanilla mendahului. "Ayo, Let. Enggak akan bikin lo telat kok, cuma bentar. Sehabis tugas beres, langsung gue antar lo." Chelsea menarik lengan Aletta mengikuti Vanilla. Aletta mengikut saja ketika Chelsea menarik lengannya.  *** Kenny beserta ketiga sahabatnya berjalan menuju parkiran secara beriringan. "Itu ponsel kalau enggak berguna mending buang saja." sembur Efril memukul pelan bahu Kenny dari belakang. Kenny mengikuti arah sumber suara sekaligus ingin tahu siapa yang sudah berani memukul bahunya. "Berani lo sama gue?" wajah Kenny terlihat sangat menakutkan. Tapi tidak untuk Efril, dirinya sudah terlalu biasa untuk melihat wajah Kenny dengan berbagai macam ekspresi. "Lo punya HP ada gunanya enggak sih? Mati mulu, bokap telefon gue tahu." Kenny menghentikan langkahnya sejenak mendengar kata bokap. Rangga, Gama dan Nathan sudah hafal, jika Mr. Tan sampai menelefon Efril. Itu artinya ada hal penting yang tidak bisa diganggu gugat. Kenny melanjutkan jalannya menuju parkiran mobil diikuti oleh ketiga sahabatnya dan Efril. "Ngomong apa?" tanya Kenny acuh tak acuh tanpa berniat menoleh ke Efril. "Lo harus pulang sekarang, Ayah sudah menunggu di rumah sama Mas Lucky." jawab Efril jujur. "Oh." Efril mendengus kesal mendengar respon Kennny hanya seperti itu. "Lo gila ya, gue diomelin Ayah karena lo matiin ponsel lo itu." Efril menggeram kesal mendengar respon dari sang kakak hanya ber-oh ria. "Gue pulang." Kenny mempercepat jalannya meninggalkan ketiga sahabatnya dan Efril. Tanpa memedulikan tatapan mengerikan dari Efril, Kenny langsung masuk ke dalam mobilnya. Melajukan ferrari merahnya menuju kediaman Tan. "Kakak lo parah tahu enggak, Fril." Gama menepuk-nepuk bahu Efril prihatin. "Gue juga aneh, kenapa gue dikasih Kakak kayak dia." Efril menggeleng-gelengkan kepalanya tak pernah paham akan tingkah Kenny. "Lo yang sabar ya." Rangga memeluk Efril. "Gue selalu sabar kok, Kak." Efril membalas pelukan Rangga. "Anjir... Kalian sudah kayak drama King and Queen saja." celetuk Nathan menatap jijik ke arah Rangga dan Efril. "Hehehe... Kelepasan." Rangga melepaskan pelukannya dari Efril. "Gue pulang dulu ya, Kak. Gue enggak mau digorok sama bokap." pamit Efril berlari ke arah motornya. "Hati-hati, titip salam buat Kenny." teriak Gana sebelum Efril benar-benar melajukan motornya. "Kak Nathan." Nathan merasakan seorang gadis yang menggelendoti lengannya manja. "Hei... Bagaimana sekolahnya? Senang?" Nathan tersenyum semringah melihat Zeline yang baru saja datang. Nathan mengacak-acak puncak kepala Zeline lalu mencium ubun-ubunnya. Itulah yang selalu dilakukan Nathan pada Zeline. "Pulang sama Kak Gama yuk, Lin." ajak Gama melihat iri ke arah Nathan yang bisa dengan sepuasnya berdekatan dengan Zeline. Nathan memandang tajam ke arah Gama. Lalu memeluk Zeline secara posesif. "Gue enggak rela adik gue jadi korban ke-playboy-an lo." Gama mendengus kesal mendengar ucapan Nathan. Rangga sudah tertawa mendengar ucapan Nathan. "Yuk pulang." Nathan memeluk Zeline menuju mobilnya untuk pulang. "Sabar Gam, hidup memang tak seindah dalam cerita dongeng." Rangga mengelus d-a-d-a Gama berulang kali. "Tahu ah, gue mau pulang." Gama meninggalkan Rangga dengan tawa kencangnya. *** Kirei merasa heran, kenapa rumahnya jadi penuh dengan makanan dan pita-pita yang menggelantung di langit-langit rumahnya. "Ini ada apa sih, Ma? Kok kayak mau ada acara begini." tanya Kirei heran melihat rumahnya sudah seperti gedung pernikahan. "Akan ada tamu, sayang." jawab Jenny tersenyum ke arah Kirei.  "Oh... Tamunya Papa ya?" Kirei memilih duduk di sofa membuka sepatu ketsnya. "Tamu kita, Rei. Mending sekarang kamu ganti baju, makan terus bantu Mama bikin puding dan brownies." Jenny mengusap lembut rambut Kirei. "Iya bentar, aku ke atas dulu." Kirei menenteng sepatunya menaiki tangga menuju kamar barunya. "Nanti langsung ke dapur ya, Rei." teriak Jenny memberi tahu. "Iya, Ma." jawab Kirei dari dalam kamarnya. *** Ferrari Kenny memasuki kediaman Tan. Tampak jelas sebuah bangunan menyerupai istana bercat gold menambah kesan kemewahan dari rumah milik pengusaha kaya raya seantero Asia nan Eropa. Kenny memarkirkan mobilnya pada lantai yang bertuliskan K'Zone. Tempat yang Kenny minta langsung dari Mr. Tan untuk memarkirkan mobil dan motornya. Tidak ada yang berani memarkirkan kendaraannya di tempat itu selain Kenny, meski Mr. Tan sekali pun. "Tuan, Anda sudah ditunggu oleh Mr. dari tadi." seorang asisten pribadi rumah ini yang berpenampilan sangat modis memberi tahu Kenny ketika Kenny baru saja keluar dari mobilnya. "Di mana dia?" tanya Kenny tanpa menoleh. "Di kolam renang bersama Tuan Lucky. Dengan segera Tuan harus menemui Mr." asisten bernama Anderson itu mengikuti langkah Kenny membuka pintu utama. "Gue ke sana sekarang." Kenny mengibaskan tangannya supaya Anderson tidak mengikutinya lagi. Kenny melihat Mr. Tan sedang menyesap kopinya ditemani Lucky, kakak pertama Kenny. "Ada apa Ayah memanggilku?" tanya Kenny langsung pada intinya tanpa mau berbasa-basi lagi. "Duduk dulu, Ken." perintah Lucky membukakan kursi untuk Kenny. Kenny menuruti perintah Lucky untuk duduk di antara Mr. Tan dan Lucky. "Langsung saja." pinta Kenny tak ingin berlama-lama. Mr. Tan meletakkan cangkir kopinya lalu membenarkan letak kacamatanya. Pandangannya kini lurus ke Kenny. Mr. Tan memberikan sebuah map merah pada Kenny. Kenny mengerutkan keningnya tidak paham atas apa yang Mr. Tan lakukan. "Buka dan baca, wajib dilaksanakan." Kenny menangkap ada gelagat aneh pada ucapan Mr. Tan barusan. Karena tidak mau berlama-lama lagi, Kenny langsung membuka map merah di hadapannya lalu membaca isinya secara saksama. Mr. Tan maupun Lucky tak menangkap perubahan ekspresi pada wajah Kenny. Semuanya datar seolah-olah Kenny adalah robot dengan wajah flat. *** Next... 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN