Sabine yang manja kerap marah-marah sendiri jika ada hal yang tidak berkenan di hatinya. Seperti pagi ini, dia kehilangan pena kesukaannya. Dia ngomel-ngomel sambil sesekali menggerutu manja ke Niko yang juga ikutan khawatir.
“Emang kamu letak di mana habis pake?”
“Lupa, Om,”
“Ya, pake pena lain aja,”
“Nggak mauuu, nggak mau sekolaaah,”
“Sabine. Nggak boleh gitu, Sayang,”
Dengan sabar Niko ikut mencari-cari pena yang dimaksud Sabine. Lumayan menyita waktu hanya untuk mencari pena kesayangan Sabine. Niko hampir kehilangan kesabaran karena dia juga punya janji dengan dosen pembimbingnya di pagi itu.
“Dapat, Om. Ini.”
Fiuuuh. Niko terduduk di sisi tempat tidur Sabine. Perasaannya langsung lega. Saking leganya, diburunya Sabine dan digendongnya tubuh Sabine menuju sambil meraih tas sekolah, berlari menuju mobil yang sudah dipersiapkan untuk mengantar Sabine.
Erni yang sedang membersihkan dapur menoleh ke arah Niko yang buru-buru. Sempat keheranan melihat gelagat Niko. Tapi setelah mendengar teriakan dan tawa manja Sabine yang digendong Niko, Erni tersenyum simpul. Pasti buru-buru lagi, pikirnya.
Kedekatan Niko dan Sabine sangat membahagiakan Bu Carmen. Dia akhirnya bisa menjalankan kegiatannya dengan tenang. Dulu, ketika masih dijaga Ita, dia kerap menghubungi Erni, menanyakan keadaan Sabine. Jawaban Erni sih emang baik-baik saja si Sabinenya, tapi nada bicaranya seperti kurang meyakinkan. Beda dibandingkan sekarang, Sabine sangat sumringah jika sedang dijaga Niko. Anak itu selalu senang. Apalagi sejak diajak Niko ke luar dengan pacarnya, Evi. Hubungan Niko dan Sabine seperti tidak bisa terpisahkan. Dan suara renyah Erni di telinga Bu Carmen seperti vitamin jiwa baginya.
***
Sabine tidak begitu b*******h mengikuti les balet Selasa sore ini. Entah kenapa dia tidak begitu semangat mendengarkan instruksi dari Bu Besti, guru baletnya. Beberapa kali dia ditegur gurunya karena kerap tidak kosentrasi mengikuti latihan. Padahal Sabine ditunjuk sebagai salah satu anggota inti di event internasional yang akan diadakan di Bogor minggu depan.
“Mas Niko. Hari ini Sabine kurang semangat latihannya. Coba Mas tanya kenapa?” Bu Besti mengeluhkan sikap Sabine selama mengikuti latihan balet ke Niko yang sedang menunggu Sabine yang masih berada di kamar ganti.
“Oke, Bu Besti. Nanti saya tanyakan.”
***
“Aku lagi males aja. Bete,” ungkap Sabine ketika Niko bertanya tentang sikapnya di les balet.
“Bete boleh, Sayang. Tapi jangan sampe merepotkan Bu Besti. Dia harus kerja keras membimbing kamu. Minggu depan lo tampilnya,”
“Nggak tau, Om,”
“Ayo cerita. Kamu punya masalah apa? Sekolah? Temen? Mama? Atau Om?”
Sabine menghempaskan tubuhnya di atas kasurnya. Tak lama dia terisak.
“Sabine iri liat kakak-kakak di Melbourne. Kayaknya senang banget mereka di sana. Aku juga ingin ke sana, Om. Mau ngomong sama Papa nggak berani.”
Niko menghela napas. Sabine sebelumnya pernah bercerita ingin ikut papanya yang kini berada di Melbourne.
“Lain kali kamu nggak usah lagi pake medsos. Bikin kamu bete.”
Sabine menyeka air matanya.
“Ntar kalo kamu ke Melbourne. Om Niko sama siapa di sini?” tanya Niko dengan nada membujuk. Dia lalu menggenggam tangan mungil Sabine.
Sabine menatap wajah melas Niko. Dia tersenyum.
“Nah gitu dong. Nggak usah iri. Kamu tau kakak-kakakmu nggak suka sama kamu. Kamu yang bilang. Kalo kamu ke sana, bukannya malah lebih bete kan? Mending di sini. Ada Om, Mbak Erni, Mama Carmen, sama Tante Evi. Kita bisa senang-senang tiap Minggu. Ntar minta jajan lagi sama Tante Evi. Dia punya banyak duit.”
Sabine tertawa kecil.
“Yuk. Mandi,” ajak Niko sambil menggelitik perut Sabine. Sabine menjerit tertawa.
***
Niko menghela lega saat laporan akhir kuliahnya diterima baik oleh pembimbingnya. Laporannya nyaris tidak ada perbaikan. Lebih lega lagi, proses wisudanya akan dipermudah pihak kampus. Niko bisa mengikuti wisuda akhir tahun ini.
“Halo, Maniiiiis,” sapa Niko ke Evi lewat video call. Dia sedang santai tiduran di atas tempat tidur.
“Selamat, Niko sayang. Aku ikut senang. Siap-siap buat lamaran kerja ya? Lalu lamar aku. Kita nikah tahun depaaaaan,” sorak Evi penuh semangat.
Entah kenapa setelah menghubungi Evi dan menceritakan tentang kuliahnya yang sebentar lagi selesai, gamang dirasa Niko. Apalagi saat ditatapnya buku-buku pelajaran Sabine yang bertebaran di atas meja kerjanya. Menikah, lalu bekerja di tempat lain, lalu Sabine?
Niko menghela napas sangat panjang. Tiba-tiba dia merasa sangat berat akan berpisah dengan makhluk kecil lucu nan cantik itu. Siapa yang akan mengurus Sabine yang manja itu? Siapa yang akan membimbingnya? Apa Sabine siap menerima orang lain? Apa aku bawa saja dia?
Niko mendengus kecil. Kini wajah Sabine yang membuatnya galau. Niko sangat sayang anak itu.
***
Niko berhasil membujuk Bu Carmen ikut menyaksikan penampilan Sabine menari balet di Bogor. Bahkan Erni ikut serta. Selama perjalanan, Sabine tidak pernah berhenti mengoceh saking senangnya. Hingga Bu Besti mengucapkan terima kasih, karena Sabine tampil prima dan penuh percaya diri.
Sejak itu, hubungan Carmen dan Sabine lebih akrab. Bahkan Bu Carmen mulai sering bertanya-tanya tentang sekolah Sabine juga kegiatan-kegiatannya. Bu Carmen lebih memperhatikan Sabine. Kehadiran Niko memang memberi kesan yang sangat baik buat jiwa Sabine.
***
"Om Niko. How long do you go out with Tante Evi?" tanya Sabine yang siap-siap menyudahi kegiatan belajarnya dengan Niko.
"Five years,"
"First love?"
Niko tersenyum. Diacaknya rambut Sabine.
"Buat apa nanya-nanya?"
"Just curious,"
"Kalo Om kasih tau, Kamu bakal ngasih tau Tante Evi?"
Sabine tertawa, "Berarti ada dong. Hihi ... ketawan deh,"
"Ada. Dulu waktu SMP kelas 8. Cinta pertama Om namanya Mia. Dia pindah ke Kediri. Putus,"
"Then, you met Tante Evi,"
"Yep,"
"Masih kring kring Mia?"
Niko menggeleng.
"Rara temen aku udah pacaran lo, Om Niko. Dia pacaran sama Fikri."
Niko tertawa. Duh, anak SD udah pacaran? Gimana pacarannya?
"Suka pegang-pegang tangan di balik pintu kelas. Trus ciuman gitu,"
"Kamu liat?"
Sabine menggeleng. "Temenku yang lain yang ngasih tau,"
"Kamu jangan pacaran. Pacarannya pas udah gede. Kuliah, trus jangan macam-macam juga."
Sabine mengangguk-angguk.
"Iya, Om."
Sejak percakapan malam itu, ada sedikit perubahan di sikap Sabine. Niko awalnya tidak menyadarinya. Sempat ingin dia utarakan perubahan sikap Sabine ini ke Bu Carmen atau bahkan Evi. Tapi dia urungkan karena bisa saja Sabine kembali dikucilkan. Akhirnya Niko memutuskan untuk menjaga dan menahan diri saja.
***