Bab 12 - Ta'aruf

1847 Kata
Bab 12 - Ta'aruf Hafidz sudah sejak tadi siang menunggu dalam mobil di depan kantor Habibah bekerja. Sekarang sudah tepat pukul empat, sepertinya karyawan kantornya sudah mulai pulang. Itu artinya Habibah juga akan pulang. Dan betul saja, Habibah keluar dari kantornya. Namun, ia malah berjalan menuju halte bus. Loh, apa Habibah akan naik bus? Bukan kah dia seorang manager di perusahaan itu? Harusnya minimal ia pulang memakai mobil. Hafidz memarkirkan mobilnya. Kemudian ia turun dari mobilnya. Ia berjalan menuju halte untuk menemui Habibah. "Assalamualaikum, Habibah. Kamu lagi nunggu bus juga?" Sapa Hafidz. "Wa'alaikumussalam, eh kamu. Iya, biasanya enggak lama, tapi ini lumayan lama sih,"sahut Habibah. Tiba-tiba hujan mulai turun lagi. Hmmm.. suatu keuntungan untuk Hafidz. Ia jadi ingat kisah dalam satu payung saat itu. Rasanya seperti dejavu. Kisah yang terlalu manis bagi Hafidz. "Kamu enggak bawa payung lagi?" Tanya Hafidz. "Enggak,baju kira enggak akan hujan," jawab Habibah. "Di mobil aku ada payung. Eh tapi mendingan kamu aku antar aja ke rumah. Hujannya sangat deras. Busnya juga enggak datang-datang," tawar Hafidz. "Enggak usah, mas. Aku tunggu bus aja," tolak Habibah secara halus. "Sudah tidak apa-apa, ini sudah sore. Nanti kamu bisa kemalaman, kalau di sini terus. Sebentar ya." Hafidz lalu menerobos hujan. Ia masuk ke dalam mobil. Untungnya mobilnya tidak terparkir jauh dari halte bus. Hafidz menjalankan mobilnya. Sampai di depan Habibah yang menunggu di halte bus. Ia mengklakson sebanyak dua kali. Kemudian Hafidz membuka jendela mobilnya. "Ayo!" Ajak Hafidz. Habibah sempat diam sejenak. Nampaknya ia sedang berpikir keras, antara ikut apa tidak. Namun, Habibah masuk ke dalam mobil. Ternyata ia mau juga di antar oleh Hafidz. Hafidz langsung mengemudikan mobilnya menuju rumah Habibah. "Kok kamu naik bus? Kenapa enggak naik mobil?" Tanya Hafidz memulai percakapannya di dalam mobil. "Aku enggak begitu suka menyetir sendiri. Lagian naik bus juga hanya tiga puluh menit sampai rumah," sahut Habibah. Hafidz manggut-manggut mengerti. "Lalu kenapa kamu nunggu di halte bus. Kalau kamu naik mobil?" Nah loh, Hafidz bingung mau jawab apa. Masa iya, Hafidz harus mengaku kalau ia menunggu Habibah di depan kantornya? "Aku kebetulan lewat, pas aku lihat ada kamu di halte bus sendirian. Untungnya aku turun, kalau tidak mungkin kamu akan terjebak hujan." "Terimakasih ya," ucap Habibah tulus. "Sama-sama." Setelah itu mereka saling terdiam. Hafidz bingung harus memulai topik pembicaraan apa. Karena memang Habibah sepetinya tipe yang menjawab pertanyaan seseorang hanya seperlunya saja. Tidak suka bercanda dan bicara ngalor ngidul. Tidak lama Hafidz berhenti di depan rumah Habibah. "Kamu tahu rumah aku?" Tanya Habibah. "Iya, hehehe dulu kan aku pernah antar kamu pakai payung. Aku sempat tanya tentangga. Jadi aku tahu rumah kamu," jawab Hafidz jujur. Semoga saja Habibah tidak risih dengan tindakan yang ia lakukan. "Oh, ya sudah. Terimakasih, aku masuk dulu ya," pamit Habibah. "Habibah ajak teman kamu masuk dulu ini hujan loh!" Ucap umi Abidah. Ternyata ia sedang ada di depan rumah. Sepertinya ia baru saja dari luar rumah, soalnya memakai payung. Akhirnya dengan bujukan umi Abidah, Hafidz turun dan masuk ke dalam rumah Habibah. Umi Abidah memberikan handuk kecil pada Hafidz. Karena tadi ia sempat menerobos hujan. Bajunya jadi sedikit basah. "Kamu temanya Habibah?" Tanya umi Abidah tanpa basa basi. "Betul umi, maaf saya antarkan Habibah. Karena di luar sedang hujan. Kasihan kalau Habibah harus nunggu bus di halte. Jadi saya antarkan," jelas Hafidz. "Tidak apa-apa. Terimakasih ya, nak. Nama kamu siapa?" Tanya umi Abidah lagi. Saking groginya di introgasi oleh ibunya Habibah. Sampai lupa memperkenalkan diri. "Nama saya Muhammad Hafidz, umi. Bisa di panggil Hafidz." Ia memperkenalkan diri. "Kalau kamu suka pada Habibah. Sebaiknya langsung melakukan Ta'aruf. Tidak baik mendekati anak gadis terlalu lama. Untuk menghindari fitnah juga bukan," pinta umi Abidah. Ternyata umi Abidah ini sangat tegas. Ia sangat menjaga anaknya sekali. Bukan masalah tegasnya, tapi karena dulu Habibah pernah keceplosan menyebut nama Hafidz jadi umi Abidah langsung meminta Hafidz untuk segera melakukan ta'aruf. Karena itu yang di benarkam oleh agamanya. Umi Abidah juga tidak setuju dengan yang namanya pacaran. Kalau memang dengan sesi ta'aruf mereka saling cocok. Umi Abidah akan meminta Hafidz untuk mengkhitbah Habibah, saat Abi Arifin nanti pulang dari luar kota. "Baiklah umi, saya akan melakukan ta'aruf seperti yang umi minta," ucap Hafidz lantang. Tidak ada yang perlu di ragukan lagi. Karena memang Hafidz ingin memiliki Habibah. Habibah seperti biasa menengar percakapan Hafidz dan umi Abidah dari ruang tengah. Entah kenapa rasanya hatinya sedikit senang. Ada rasa aneh, tapi Habibah tidak tahu itu apa. Apa mungkin Habibah mengharapkan Hafidz suaminya? Habibah harus ikuti proses ta'aruf ini. Mungkin saja Allah sengaja mengirimkan Hafidz untuk menjadi pendamping hidup Habibah. ********** Angan-angan tentang pernikahan sangat manusiawi untuk dipikirkan, karena dari sanalah kita akan mempersiapkan bekal ilmu, skill dan materi untuk mewujudkannya. Dalam Islam, proses menuju pernikahan itu melewati tiga tahap, yaitu taaruf, khitbah dan akad nikah. Tren taaruf sendiri kini kian merambah jadi pilihan syar'i untuk menemukan belahan jiwa. Tapi sebelum memulai taaruf, kita wajib menanyakan apakah seseorang yang terpilih itu sudah dikhitbah atau belum. Karena taaruf dan khitbah itu terjadi sebelum menikah, mungkin sebagian dari kita masih ada yang bingung, apa sih perbedaannya? Taaruf adalah proses mengenal, sedangkan khitbah adalah proses melamar. Stereotip tentang taaruf yang bikin kita kurang kenal calon pasangan sebab minim interaksi itu gak bener kok! Apalagi dinilai seperti 'membeli kucing dalam karung'. Lewat masa taaruf, kamu bisa gali sebanyak mungkin informasi tentang si dia, baik hobi, sifat, kondisi kesehatan, impian dan sebagainya. Hanya saja prosesnya harus syar'i yaitu didampingi perantara atau mahram. Intinya sih saling mengenal tanpa interaksi berlebihan. Berbeda dengan khitbah yang merupakan pinangan. Taaruf adalah rangkaian proses sebelum khitbah itu sendiri. Gak mungkin kan dua orang bertunangan tanpa saling kenal? Menyebarkan kabar lamaran ke publik gak wajib kamu lakukan kok, karena khawatirnya terjadi hal-hal yang gak diinginkan sebelum akad nikah berlangsung. Dalam taaruf kita masih bisa mundur, sedangkan khitbah mengikatmu untuk maju. Sebaiknya fase taaruf itu gak baper alias bawa-bawa hati, sebab prosesnya gak mudah. Boleh jadi kita sreg dengan profilnya, tapi dia kurang cocok sama kita. Bisa juga sebaliknya. Taaruf itu masa penjajakan antara kita dan dia untuk menemukan kecocokkan. Kalau pun ternyata gak cocok, kamu dan dia bisa mundur baik-baik tanpa sakit hati yang berlebihan. Jika dalam taaruf kita masih bisa diberi pilihan, beda dengan khitbah yang jadi masa untuk berkata, "aku pilih kamu". Tapi ada juga jalan khitbah yang niatannya muncul dari pihak laki-laki, artinya tanpa kesepakatan berdua. Di sini pihak perempuan yang dikhitbah bisa menerima atau menolak. Kembali lagi, proses taaruflah yang sangat mempengaruhi khitbah itu berhasil atau gagal. Meskipun secara bahasa taaruf itu proses mengenal, tapi istilah taaruf yang berkembang menggambarkan perkenalan laki-laki dan perempuan untuk membuka pintu pernikahan. Karena niatannya langsung mengikat hubungan serius, kamu wajib membekali diri dengan ilmu seputar penikahan sebelum memulai taaruf. Mulai dari apa aja hak dan kewajiban suami istri sampai cara mendidik anak yang gak ada di mata kuliah. Saat taarufmu sedang berjalan, kita juga perlu komunikasikan perihal sosok calonmu pada orangtua sebab kita wajib mengantongi restu mereka sebelum melangkah ke tahap khitbah. Sepakati kriteria calon yang kamu dan orangtua harapkan. Salat istikharah, doa dan restu orangtualah yang bakal membimbingmu memilih langkah terbaik. Taaruf memberimu waktu untuk berpikir, sedangkan usai khitbah, waktu pernikahan baiknya disegerakan. Dalam masa taaruf, kamu dan dia diberi kesempatan untuk berpikir. Jeda sejenak dari komunikasi penjajakan biasanya digunakan masing-masing pihak untuk shalat istikharah, berdoa, berdiskusi dengan orangtua atau meminta saran sahabat. Kalau pun keinginan mengkhitbah sudah datang dari pihak laki-laki, pihak perempuan punya hak untuk berpikir sampai dia menemukan jawaban. Berbeda dengan khitbah yang jadi pembuka jalan pernikahan. Saat kamu dan dia sudah saling menerima dalam pinangan, maka baiknya proses pernikahan segera dibicarakan. Bukan waktunya lagi buat kamu untuk ragu, sebab usai khitbah obrolanmu bakal beralih pada tanggal nikah, seputar dekorasi, resepsi dan sebagainya. Kenapa waktunya harus disegerakan? Sebab usai khitbah, hati sangat mudah ditumbuhi bunga-bunga cinta yang dikhawatirkan bisa menjerumuskan kamu dan dia dalam dosa atau keintiman yang belum saatnya. Belum lagi dengan godaan lain yang bisa menggagalkan pernikahan. Jadi memutuskan untuk menikah lebih cepat, itu lebih baik. Itulah perbedaan taaruf dan khitbah yang sama-sama dilakukan sebelum akad nikah. Taaruf sangat dianjurkan dalam Islam, ketimbang seorang pria dan wanita menjalin pacaran sebelum ke pelaminan. Sebab jika pacaran dikhawatirkan pria dan wanita yang bukan muhrim melakukan zina. Taaruf berasal dari kata ta'arafa - yata'arafu. Artinya saling mengenal sebelum menuju jenjang pernikahan. Taaruf umumnya dilakukan sebelum khitbah. Khitbah adalah meminang atau lamaran, menawarkan diri untuk menikah. Berikut tata cara taaruf, yang pertama niat. Luruskan niat. Kalau kamu taaruf betul-betul karena ada itikad baik, yaitu ingin menikah. Bukan karena alasan seperti ingin mempermainkan orang lain. Yang kedua, tidak boleh berduaan. Sebelum terjadi akad nikah, kedua calon pasangan, baik lelaki maupun wanita, statusnya adalah orang lain. Keduanya tidak diperkenankan untuk berduaan. Sebab jika hanya berduaan antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, setan menjadi pihak ketiga, yang ingin menjerumuskan manusia pada tindakan maksiat. Yang ketiga, tukar biodata. Pada saat taaruf, masing-masing bisa saling menceritakan biografinya secara tertulis. Sehingga tidak harus melakukan pertemuan untuk saling cerita. Tulisan mewakili lisan. Meskipun tidak semuanya harus dibuka. Ada bagian yang perlu terus terang, terutama terkait data yang diperlukan untuk kelangsungan keluarga. Informasi tambahan bisa melalui pihak ketiga seperti kakak lelakinya atau orang tuanya. Hafidz kembali membaca artikel tentang proses ta'aruf. Tadi ia sudah bertukar informasi mengenai Habibah. Hafidz juga sudah ngobrol dengan Habibah dan umi Abidah. Tinggal menunggu responnya Habibah, kalau ta'arufnya di terima. Hafidz akan lanjut ke proses mengkhitbah Habibah. Kata umi Abdiah. Hafidz harus datang hari Sabtu atau Minggu. Karena di hari itu ada Abi Arifin ayahnya Habibah. Habibah meminta waktu seminggu untuk memantaskan diri. Ia akan mengabarkan Hafidz melalui pesan. Mereka sudah bertukar nomor. Semoga saja, Habibah mengabarkan hal yang baik. Yang tentunya sudah menjadi harapan Hafidz. Inginya sih lanjut ke proses khitbah. Namun, Hafidz menghargai keputusan Habibah. Karena memang Habibah juga perlu mengenal Hafidz lebih dalam lagi. Hafidz tersenyum melihat ponselnya. Tadi sebetulnya Hafidz sempat memfoto Habibah diam diam. Tiga kali Hafidz memotretnya, tapi tidak ada satupun yang bagus, semuanya blur. Ada satu foto yang agak mendingan. Hanya tangan Habibah yang blur. Dosa enggak sih Hafidz mencuri foto seperti ini? Harusnya sih masuknya zinah mata, ya. Namun, apa daya. Hafidz tidak bisa menahannya. Cintanya lebih besar untuk melarangnya tidak memfoto Habibah. "Bidadari masjid. Terima aku ya jadi calon suami kamu," gumam Hafidz di depan ponselnya. Hafidz akan memberi tahu orang tuanya saat Habibah sudah menerimanya. Saat proses khitbah baru Hafidz akan mengajak orang tuanya. Bagaimanapun Hafidz juga harus mendapatkan restu dari orang tuanya. Hafidz tinggal sendiri di apartemennya. Kedua orang tua Hafidz tinggal di Yogyakarta. Hafidz sengaja merantau, demi mengadu nasib di Jakarta. Usahanya sempat maju, saat itu sehingga Hafidz bisa membeli apartemen dan mobil dari hasil kerjanya. Namun, saat ini perusahaan sedang mengalami penurunan drastis. Sedang membutuh suntikan modal dari investor. Kalau memang nantinya Hafidz harus segera menikah dengan Habibah. Ia akan menggunakan sisa tabungannya dulu. Hafidz yakin, rezeki sudah ada yang mengaturnya. Apalagi niat Hafidz baik untuk memenuhi sunah rosul. Semoga saja segalanya di permudah. Baik dari segi rezeki, proses ta'aruf dan saat khitbah nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN