Vincent tersenyum berbalik sembari menggigit apel yang dia ambil dari gadis yang meninggalkan apel itu di hadapannya.
"Hmmm, manis juga!" senyum Vincent mengingat wajah Zara yang terlihat terkejut.
"Tapi kaki dia?" Vincent menggelengkan kepalanya ketika mengingat Zara yang terluka.
"Siapa dia ya?" tanya Vincent dalam diamnya.
Dia berjalan keluar dari perkebunan dan melihat beberapa pekerjanya yang sedang memanen buah apel begitu banyak. Dia masih teringat gadis itu lagi.
Vincent berjalan mendekati para pekerja yang sedang memetik apel di hadapannya dan menyapanya.
''Apa kalian tahu gadis yang tadi masuk ke perkebunan?''
Pertanyaan yang tidak di pikirkan oleh Vincent, tiba-tiba dia bertanya pada mereka. Para pekerja yang tertegun mendengar pertanyaan pertama yang keluar dari pemilik kebun, bukanlah hasil panen ataupun pekerja disana.
''Maksud Tuan, gadis yang tadi dari sini?'' balas salah seorang pekerjanya.
Vincent hanya mengangguk, meski dia tidak berniat untuk bertanya, namun dia sudah terlanjur bertanya pada mereka. Dan mencoba untuk bertanya pada mereka dan juga rasa penasarannya kini mulai ingin tahu juga siapa gadis itu.
''Dia keponakannya tetangga saya Tuan, dan itu sudah biasa. Gadis itu baru saja kembali, setelah begitu lama pergi ke kota,'' jelas seorang pekerjanya.
''Hmmm, dia ....''
''Dia zara Nero,'' sela pria itu lagi.
Vincent hanya mengangguk dan membiarkan mereka untuk melanjutkan pekerjaan mereka lagi. Vincent hanya tersenyum tipis mendapati nama dari gadis yang bahkan seakan ketakutan melihat wajahnya saja.
Dia kini berjalan keluar dari kebun dan melihat Yash yang bergegas menemuinya.
''Tuan, ini hal yang harus anda lihat. Seorang gadis datang ke tempat kita dengan teriakannya yang begitu kencang!'' seru Yash, terengah-engah.
Vincent hanya mengangkat sebelah alisnya dan berjalan menghampiri rumahnya, yang dimana ada seorang gadis bersama dengan seorang pria berdiri di luar kediamannya.
''Sudahlah Paman! Hanya orang miskin yang protes jika hanya beberapa apel saja!'' seru Zara.
''Gadis ini,'' Nero tampak kesal namun senyum tipis melihat tingkah Zara yang sudah lama sekali dia tidak melihat tingkah nakal keponakannya itu.
Vincent hanya tersenyum tipis mendengar dan melihat ucapan Zara yang mengatakan hal seperti itu.
'''Lihatlah Tuan, gadis itu benar-benar keterlaluan,'' ucap Yash tampak kesal akan ucapan Zara yang mengatakan jika mereka orang miskin.
''Nona, anda bisa mengganti yang anda makan,'' ucap pria di hadapan Zara dan tuan Nero.
''Baik, tapi aku tidak akan minta maaf,'' balas Zara.
''Tidak ada yang melakukan kesalahan, apalagi mencuri tidak meminta maaf,'' ucap Darwin, seorang pria penjaga rumah menghampiri Nero dan Zara.
"Bukankah, Anda meminta saya membayarnya? Untuk apa saya minta maaf?" balas Zara.
Nero menggelengkan kepalanya dan melihat Faishal,"saya minta ma ...."
"Tidak perlu Paman!" sela Zara, menghentikan pamannya.
Vincent masih berdiri dari kejauhan mendengarkan perdebatan mereka. Hanya Yash yang tidak tahan akan apa yang terjadi. Dia tidak percaya jika gadis yang ada di kebun tadi datang dan membuat keributan di kediamannya.
"Katakan padanya berikan harga yang cukup tinggi untuk harga apelnya," ucap Vincent pada Yash.
"Hmm, tentu Tuan," angguk Yash bersemangat.
Yash sangat bersemangat ketika mendengar perintah dari tuannya, untuk mempersulit gadis yang saat ini tengah membuat keributan di kediamannya. Namun di luar dugaan saat Yash mengatakan harga untuk beberapa apel yang dimakan oleh Zahra. Gadis itu terdiam, Yash sudah tersenyum puas ketika melihat gadis itu kini kesulitan untuk menjawab dirinya.
"Baiklah, aku akan membayarnya," ucap Zara, Dia memberikan lembaran uang cukup banyak kepada Yash yang tertegun mendapati gadis yang ada di hadapannya itu menerima totalan harga yang diberikan kepada Zara.
"Bagaimana sudah selesai kan? Kalau begitu aku sebaiknya pergi saja. Oh ya, satu lagi. Karena harga apel di pasaran tidak sesuai apa yang anda berikan kepada saya, saya rasa ada bagusnya ... Aku mencuri setiap saat untuk nominal yang aku bayar, sesuai yang aku bayar. Tentunya Anda tidak bodoh dalam berhitungkan?" ucap Zara tersenyum tipis.
Yash tidak menyangka jika gadis itu berbicara dengan tegas dihadapannya.
Begitupun dengan pamannya tersenyum puas ketika mendengar Zara yang juga memiliki kemampuan dalam berdebat. Tidak sia-sia, Zara sempat masuk Universitas Hukum meski dia tidak lulus dari kuliahnya. Karena satu alasan membuat Zara berhenti dari kuliahnya dan memilih untuk mencari pekerjaan di Kota.
Meski membuat pamannya sangat sedih, namun itu adalah keputusan Zara saat itu.
Melihat Yash yang terdiam begitupun dengan Tuan Darwin yang tidak bisa berkata apa-apa lagi, meski sudah berulang kali agar membuat gadis itu meminta maaf kepadanya.
Namun Zara tidak pernah membenarkan apapun yang tengah terjadi. Awalnya gadis itu memang berniat untuk perminta maaf. Namun Darwin terlebih dahulu memarahi pamannya dan mempersulit keadaan pamannya saat itu. Membuat Zara enggan untuk meminta maaf kepada orang yang mempersulit suatu masalah.
Saat Zara dan Pamannya berjalan meninggalkan kediaman itu mereka sepanjang perjalanan tertawa.
"Gadis nakal! Kenapa kamu malah mengeluarkan uang dan tidak mau minta maaf!" seru Nero.
"Aku tidak bisa memungkiri Paman buah-buahan apel di sana begitu segar. Lagipula ada pepatah yang mengatakan jika hasil curian itu lebih enak dari apa yang kita beli," balas Zara di balas tawa oleh pamannya.
"Hahaha, teori dari mana itu kamu!" tatap Nero.
"Aku yang buat," balas Zara.
Zara merangkul lengan pamannya dan berjalan meninggalkan rumah itu. Vincent yang mendengar pembicaraan Zara dan Pamannya, dia tersenyum tipis mendengar hal yang sangat jarang sekali dia dengar. Dari mulut seorang wanita, apalagi saat berbicara begitu dekat dengan pamannya.
Di malam hari, Zara duduk di depan rumahnya setelah makan malam selesai. Dimana dia merasa begitu memiliki keluarga saat bersama dengan paman dan bibinya saat ini. Zara tinggal di kota hanya seorang diri saja, tanpa ada orang-orang terdekat di sekelilingnya.
Namun dia memiliki Dave sahabatnya, yang saat ini, Zara tidak tahu apa yang tengah dia rasakan. Yang dia tahu bahwa dirinya mengingat keberadaan Dave di dalam kehidupannya teramat penting. Namun kali ini, Zara tidak tahu jika Dave sama sekali tidak meneleponnya, setelah 2 hari ini, dia tidak pergi ke kantor ataupun menghubunginya.
"Apa dia memang benar-benar sibuk atau memang dia tidak ingat aku? Sepertinya dia sibuk dengan wanita-wanitanya? Biarkanlah," ucap Zara, menatap langit-langit yang berbintang membuatnya teringat akan suatu hal dimana saat dirinya pertama kali bertemu dengan Dave.
"Kau belum mengatakan kepadaku alasan kenapa kau kembali ke sini?" tanya Paman Zara duduk di sampingnya.
"Aku hanya merindukan paman dan ternyata Paman sudah punya istri. Itu membuatku sangat bahagia," balas Zara tersenyum.
"Bukan itu alasanmu!" tatap Nero.
"Ya ya, kau memang paling tahu tentangku. Aku hanya sedang menguji perasaanku saja," jelas Zara.
"Apa? Pria?" tanya Nero.
"Mungkin," balas Zara.
"Kalau menurutku ... Jika kamu menyukainya, tidak mungkin kamu pergi ke sini. Biasanya orang jatuh cinta itu tidak ingin berada jauh darinya," jelas Nero.
Zara terdiam, dia tidak tahu apa yang dimaksud oleh pamannya. Namun teori seperti itu memang sangat lumrah sekali di dalam hubungan asmara. Namun Zara masih percaya kepada dirinya dan juga Dave yang juga tentunya memiliki perasaan kepadanya.
Kali ini Zara tidak menentang pendapat pamannya soal perasaannya kepada Dave. Dia memilih untuk diam tanpa berdebat dengan pamannya. Seperti halnya yang sering dia lakukan mendebat setiap ucapan pamannya itu.
"Aku mencari udara segar dulu paman!" Zara berdiri dan berjalan meninggalkan pamannya yang terdiam memperhatikannya keluar dari gerbang rumahnya.
"Ternyata dia sudah dewasa tidak ingin aku tahu tentang masalah yang terjadi kepada dirinya," ucap Nero.
"Ya, tugasmu itu hanya membesarkannya saja. Tentang perasaan dan urusannya, biar dia menentukan sendiri agar bisa memahami dan mencari cara yang bijak untuk menyelesaikannya seperti tadi sore yang dilakukan kan?" balas Yesha. duduk di samping suaminya, di balas anggukan oleh Nero.