Buku Kedua : Kesalahan

1651 Kata
3 Desember 2018 Salah satu kejadian buruk paling menyesakkan terjadi kepadaku hari ini. Aku tidak akan melupakan kesalahan yang telah aku lakukan hari ini seumur hidupku, dan aku juga berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Kesalahan sederhana yang hampir membuat hidupku hancur tak bersisa. Kejadian ini diawali ketika rapat di Red Coffee hari ini, di mana aku juga meminta beberapa agen untuk datang, seperti agen Silva dan Adam. Aku sangat percaya diri karena sebelumnya aku juga mengadakan rapat darurat seperti ini dan berhasil memberikan pengaruh besar terhadap jalannya penyelidikan. Kali ini, lagi-lagi tidak hanya Adam dan Silva yang hadir dalam rapat, tetapi agen Sea juga hadir. Agen Sea berkata jika dia kebetulan lewat di sekitar sini sehingga memutuskan untuk mampir. Seperti biasa, di dalam ruang The Barista di Red Coffee yang tidak memiliki kursi selain kursi terhormat milik kak Nova, yang mana sangat berbeda jika dibandingkan dengan ruang The Barista di Spice Coffee yang aku nilai lebih manusiawi, agen Sea duduk di kursi tersebut sementara aku dan para agen yang lain berdiri menghadapnya. Rapat dibuka oleh agen Sea seperti biasa sebagai ketua dari divisi perencanaan. "Kabar yang aku dengar dari Nova adalah, Bianka meminta diadakan pertemuan seperti sebelumnya. Benar begitu, Bianka?" Ucap agen Sea membuka rapat. "Benar, Agen Sea." Sahutku dengan lantang dan tegas. "Baiklah, informasi apa yang akan kau berikan kepada kita?" Tanya agen Sea kepadaku. "Baiklah, Agen Sea. Penyelidikan di dalam Arena bisa kita anggap selesai dengan ditemukannya jalur perdagangan obat terlarang serta kemungkinan seorang tersangka baru yang mengendalikan peredaran dari balik layar." Terangku. "Maksudmu, Okta?" Tegas agen Sea. "Benar, Agen Sea. Maka dari itu penyelidikan di dalam Arena saya hentikan, dan saya ingin mencoba untuk menyelidiki Okta dari dekat demi mendapatkan petunjuk lebih lanjut." Terangku. Aku masih bisa berkata lantang dan tegas di sini, tapi semua berubah ketika agen Sea tiba-tiba membalikkan kalimatku. "Kau ingin dipecat, Bianka?!" Seru agen Sea dengan suara cukup tinggi kepadaku. "Permisi, Agen Sea?" Sahutku. "Nova, apakah kau tidak pernah mengajari sopan santun kepada agenmu?" Agen Sea terdengar sangat marah dan aku masih belum mengetahui apa yang terjadi. Sedangkan kak Nova hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan dari agen Sea. "Aku telah mendengar dari Adam bahwa kau melakukan penyelidikan sendiri tanpa persetujuan dari Nova. Untuk satu hal itu, aku sedikit memaklumi karena mungkin kau menemukan sebuah petunjuk tanpa sengaja ketika kau tengah berjalan santai di sore hari. Namun apa yang kau katakan kepadaku benar-benar telah mencederai kepercayaanku kepadamu, Bianka. Aku benar-benar kecewa kepadamu!" Aku masih belum terlalu paham dengan alasan agen Sea terlihat sangat marah kepadaku. Aku masih merasa bahwa aku tidak melakukan kesalahan apapun kepadanya. Aku tidak bisa membantah apa yang dikatakan oleh agen Sea dan memilih untuk tetap diam. "Kau tahu? Menghentikan penyelidikan secara sepihak, keluar dari tempat penyelidikan tanpa konfirmasi dengan tim, memutuskan semuanya secara sepihak, apakah kau bisa disebut sebagai tim?! Kenapa kau tidak keluar saja dari The Barista dan memulai penyelidikanmu sendiri?!" Agen Sea terlihat benar-benar marah kepadaku. Aku tidak menyangka jika tindakanku justru menjadi bumerang untuk diriku sendiri. Aku berpikir, aku telah bertindak satu langkah lebih maju dari para agen, tapi ternyata tidak. Aku justru merasa menjadi penghalang untuk agen yang lain. "Maafkan aku, Agen Se.." "Maaf?!" Agen Sea memotong kalimatku. "Kau bilang maaf?! Aku sekarang tidak mau tahu. Kau harus menyusun ulang semua rencana yang telah kau hancukan. Jika sampai nanti tengah malam aku tidak mendapatkan rencana yang kau buat, maka aku tidak akan segan untuk menggunakan suntikan amnesia kepadamu dan mengeluarkanmu dari The Barista!" Aku merasa tidak berguna, aku merasa hancur, aku merasa tamat. semua hal yang aku perjuangkan selama ini, pencapaianku di dalam tim, kerja kerasku menyelidiki semuanya, rasanya percuma. Semua tercoreng hanya karena satu kesalahan yang aku buat secara tidak sengaja. Sebuah kesalahan yang aku lakukan karena kesombonganku, kesalahan yang aku lakukan karena aku terlalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Malam hari telah tiba, aku mengendarai mobilku mengelilingi kota demi menghilangkan penat yang aku rasakan dan juga demi mencari sedikit udara segar agar aku dapat berpikir sedikit lebih jernih. Setelah berkeliling beberapa saat, aku memutuskan untuk menepi ke salah satu bar di salah satu sudut kota. Beruntung aku telah berusia lebih dari 18 tahun sehingga aku bisa memasuki bar tersebut. Di dalam bar, aku melihat ada seseorang yang tidak asing bagiku sedang duduk di salah satu meja pengunjung. Aku mencoba mendekatinya perlahan, dan benar sesuai dugaanku, orang tersebut adalah Daniel, sahabat terbaikku. Aku mengambil tempat duduk tepat di depan Daniel, dia terlihat sangat murung dan tidak memerhatikanku sama sekali. Aku perhatikan semakin lekat, terlihat mata Daniel berkaca-kaca dan mulai memerah. Aku tidak langsung menyapanya, tapi aku melangkahkan kakiku menuju bartender dan memesan satu buah minuman beralkohol untuk menemani malamku, dan aku meminta pelayan untuk mengantarkan minumanku ke meja tempat Daniel duduk. Tidak berapa lama, minuman yang aku pesan diantar ke mejaku. Suasana gelap serta musik yang kencang membuat Daniel sama sekali tidak memerhatikan sekitarnya. Karena aku tidak sabar dengan sikap Daniel, aku mencoba untuk pindah ke sebelah Daniel yang kebetulan juga tengah kosong. Ketika aku duduk di sebelahnya, Daniel terlihat terkejut dan menoleh ke arahku. Mata Daniel terbelalak ketika dia menyadari jika seseorang yang di sebelahnya adalah aku. Sejenak, dia seakan tidak dapat menahan emosinya, dan hampir meluapkan semua emosinya kepadaku. Tapi aku mencoba menahan Daniel karena tengah berada di tempat umum. Tidak ada perbincangan berarti antara aku dan Daniel di dalam bar tersebut. Hanya berbincang singkat karena telah lama tidak berjumpa. Setelah sekitar satu jam aku berbincang ke sana kemari, Daniel berkata kepadaku jika dia ingin meninggalkan bar. Tapi, ketika aku bertanya kepada Daniel tentang tempat yang akan ia tuju setelah ini, Daniel hanya menggelengkan kepala pertanda ia tidak memiliki tujuan setelah ini. Aku berinisiatif untuk mengajaknya ke apartemenku. Mungkin di sana dia akan merasa sedikit lebih baik. Daniel berkata kepadaku jika ia tidak mengendarai motor untuk sampai di sini. Daniel berkata jika dia tengah dalam kondisi sulit akhit-akhir ini sehingga Daniel menjual motor miliknya. Aku sempat marah kepadanya, kenapa ketika situasi menjadi sulit ia justru menghabiskan uangnya untuk membeli minuman, dan kenapa ia tidak menghubungiku sama sekali, Daniel menjawab jika dia merasa tidak ingin merepotkanku, serta dia hanya ingin sedikit melupakan masalah yang tengah ia hadapi, karena itulah dia sedikit bersenang-senang dengan minuman malam ini. Daniel merasa terkejut lagi ketika dia mengetahui bahwa aku membawa mobil. Awalnya Daniel mengira bahwa mobil ini adalah pemberian dari keluargaku. Tapi Daniel semakin terkejut ketika aku berkata jika mobil ini adalah hasil dari pekerjaanku selama ini. Sesampainya di dalam apartemenku, Daniel seperti sudah tidak dapat menahan semua emosi yang ia pendam. Dia langsung memelukku erat dan menangis ketika aku dan Daniel memasuki kamarku. Aku sedikit menenangkan Daniel, dan memintanya untuk bercerita perlahan tentang masalah yang ia hadapi. Daniel terlihat sangat sedih dan hancur. Tangisannya semakin keras, tangannya semakin erat memelukku hingga aku nerasa sulit untuk mengambil nafas. Aku sedikit menjauhkan badan Daniel dariku, aku takut semua kontak fisik ini berakhir menjadi sesuatu yang di luar batas dan tidak bisa dikendalikan. Daniel masih terlihat sangat terpukul, aku rasa selama ini dia menyembunyikan segala emosi negatifnya dari semua orang. Aku tidak akan menyalahkan Daniel karena melakukan hal itu, karena dengan kondisiku sekarang, mungkin aku juga akan melakukan hal serupa. Aku menuntun Daniel untuk duduk di sofa, aku berjalan ke belakang mengambil minuman dingin dari lemari es untuk menemani obrolanku dan agar Daniel dapat merasa sedikit lebih baik. Aroma alkohol masih tercium dengan sangat pekat dari mulut Daniel, matanya juga masih memerah. Aku meminta Daniel menceritakan secara perlahan, permasalahan yang tengah ia hadapi saat ini. Aku sama sekali tidak yakin bahwa aku dapat membantunya, tetapi aku berkata kepada Daniel bahwa lebih baik untuk bercerita daripada dia memendam masalah itu sendiri. Setelah cukup lama dia terdiam, akhirnya Daniel mulai membuka mulutnya dan mengatakan masalah yang tengah ia hadapi. Kisah berawal setelah pertemuan terakhirku dengan Daniel di mana aku pingsan dan masuk rumah sakit. Beberapa hari setelah itu, Daniel mendapatkan panggilan unuk bekerja di Kota Nelayan. Namun sayangnya pekerjaan yang dilakukan Daniel kali ini terjebak pada transaksi terlarang dan tercium petugas kepolisian. Orang yang memberikan pekerjaan kepada Daniel merupakan seseorang yang terlibat korupsi, dan pekerjaan yang dilakukan oleh Daniel adalah salah satu bentuk pencucian uang dari hasil korupsi orang tersebut. Akhirnya si pemberi pekerjaan diringkus oleh polisi dan ditahan di dalam penjara umum. Daniel dinyatakan bersalah ringan. Tetapi karena petugas kepolisian menilai Daniel juga memakan harta hasil korupsi, maka Daniel harus membayar sejumlah uang untuk menebus transaksi terlarang yang dilakukan. Tipu muslihat yang dilakukan si pemberi pekerjaan berhasil membuat Daniel harus membayar sejumlah uang yang sama sekali tidak ia terima. Beberapa dokumen palsu diserahkan kepada petugas penyidik oleh si koruptor, dan Daniel tidak bisa membuktikan jika dokumen tersebut palsu karena dokumen itu berisi tanda tangan asli dari Daniel. Entah bagaimana caranya, Daniel menandatangani sebuah dokumen yang mergikan dirinya sendiri. Akhirnya Daniel harus menjual banyak sekali aset yang ia miliki untuk menutup hutang denda. Orang tua Daniel terpaksa kembali ke bawah tanah, bekerja kembali di bawah tanah demi mendapatkan kehidupan mereka sebelumnya. Daniel yang merasa depresi, akhirnya berusaha mengalihkan segala kegundahannya kepada alkohol dan menggunakan sisa uang yang ia miliki untuk memuaskan hasrat dan emosinya. Aku bisa merasakan sedikit penderitaan yang dirasakan oleh Daniel. Wajah Daniel terlihat sangat tertekan, pucat dan tidak bertenaga. Aku berpikir, "Seharusnya aku bersyukur, agen Sea masih memberikan kesempatan kepadaku untuk memperbaiki kesalahanku, dan aku juga pasti bisa memikirkan jalan keluar." Akhirnya malam ini Daniel aku minta untuk menginap di apartemenku agar aku dapat sedikit mencoba membantunya agar dia bisa sedikit lebih tenang. Daniel pun terlelap di sofa apartemenku. Setelah memastikan dia benar-benar terlelap, aku bangkit dari sofa dan duduk di meja rias di kamarku, termenung dan membuka buku harianku sebelum akhirnya nasibku akan ditentukan oleh agen Sea malam ini. Dear diairy, Kenapa di saat yang sama, aku dan sahabatku harus mengalami kesulitan yang sama-sama berat. Aku akan mencoba utnuk berbicara dengan agen Sea dan yang lainnya malam ini, dan memikirkan jalan keluar untuk segala masalah yang menimpaku
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN