4

1085 Kata
Luna berangkat kekantornya dengan berbagai perasaan tak menentu. Perkataan Ibunya membuatnya resah dan gelisah. Ia ingin mencurahkan perasaannya pada Rani, tapi Rani sedang cuti menikah. Baru akan berkerja kembali tiga hari lagi. "Aduh, gue harus gimana, nih, bisa mencret nih gue kalau begini ceritanya," ujar Luna gelisah pada dirinya sendiri. Luna tidak bisa konsentrasi dengan segala pekerjaannya. Saat ada rapat, ia lebih banyak diam. Tidak memperhatikan jalannya rapat. Setelah seharian selesai bekerja, Luna belum ingin pulang kerumahnya. Ia tidak enak harus bertemu dengan Rosita, Ibunya. Luna menuju kafe dekat kantornya, ia ingin minum secangkir caffe latte untuk menenangkan pikirannya yang sedang resah dan gelisah. Pemandangan dikafe tidak mengenakan, ada beberapa pasangan muda mudi duduk berpasang-pasangan didekatnya. "Dasar anak kecil sudah pada pacaran aja, ga kasihan apa mereka ini dengan kaum jomblo akut kayak gue." Luna menyeruput minuman digelasnya, matanya teralihkan saat melihat ada yang bertengkar duduk didekatnya. "Apa lihat-lihat," sahut gadis muda dengan garang saat Luna melihat mereka bertengkar. "Wah parah lo, bocah. Lo tuh berisik! Ganggu aja, sana bertengkar diluar." "Suka-suka gue dong mau bertengkar dimana aja, emang ini kafe lo!" "Kety! Udah kata kakak itu bener. Suara lo tuh berisik banget, teriak-teriak ga jelas," ujar seorang pemuda pada gadis itu. "Jadi lo bela tuh tante-tante! Apa sih tante itu selingkuhan lo!" Buset dah nih bocah, nyolot aja nih anak! "Apaan sih lo, Ket. Gue aja ga kenal sama kakak itu. Gue capek Ket dengan semua emosi lo yang suka meledek-ledak ga jelas gitu. Kita putus Ket!" "Eh, lo mau mutusin gue karena tante-tante ini." Gadis yang bernama Kety itu menunjuk Luna dengan marah. Luna menggelengkan kepalanya, Apakah seperti ini kelakuan para anak baru gede jaman now. Tidak punya sopan santun dan kesopanan berbicara dengan orang lain, apa lagi yang terlebih tua. Tapi, Luna juga yakin tidak semua gadis jaman now mempunyai kelakuan seperti, Katy. "Denger yaa bocah kunti, lo yaa punya mulut seenak jidat nenek moyang lo kalau ngelambe. Gue tuh ga kenal sama lo dan cowok lo yang cungkring ini." "Lo yaa tante-tante keriput seenaknya aja ngatain gue kunti." "Ok lah kalau gitu gue ganti jadi wewe gembel." "Nah lo ngatain gue gembel." "Berisik dah lo. Siapa nama lo tadi, Kety yaa jadi ketek aja gimana? Kayaknya lebih pas." "Dasar lo tante-tante keriput!" "Dasar lo ketek." "Tante jelek." "Ulet keket." "Kety udah cukup! Jangan bikin malu lo," bentak pemuda itu. "Tuh dengerin ucapan pacar lo, eh salah mantan. Lo udah jadi bekasnya dia. Kasihan deh lo, diputusin, emang enak. Bye gadis bar-bar, ga penting kalian." Luna meninggalkan gadis yang bernama Kety dari kafe. Luna menyesal pergi ke kafe tersebut, ia bermaksud untuk menenangkan diri malah ada kejadian yang tidak penting. Luna memutuskan untuk segera pulang, lebih baik ia dirumah karena bagaimanapun rumah adalah tempat terbaik saat ia melepaskan penat. *** Tiga hari kemudian Luna menyambut dengan pelukan saat Rani sudah tiba diruangannya. Baru tiga hari ia berpisah dari Rani, tapi ia sudah merindukan sahabatnya. "Udah jangan erat begitu peluknya, sesek gue." "Iih sombong amat sih lo." "Aduuh... yang lagi kangen banget sama gue," ujar Rani. "Lo tau aja kalau gue kangen berat, sih." "Hahaha, gue ada bakat jadi cenayang, 'kan?" Luna tertawa mendengar perkataan Rani. "Kenapa kok wajah lo kusut gitu, Lun." Rani memperhatikan wajah Luna. Terdapat kantung mata menghitam disekitar matanya. "Gue lagi bingung, nih." "Bingung kenapa lagi? Perasaan lo bingung mulu dah." "Ini nyokap gue, udah suruh gue untuk nikah mulu, Ran." "Wajar sih nyokap lo udah nyuruh lo segeran nikah. Secara usia lo udah 30 tahun." "Padahal usia 30 tahun, bukan patoka, Ran. Banyak wanita diluar sana yang belum menikah walau udah berusia 30 tahun. Si Son Ye Jin atau si Ha Ji Won usia pada di atas 35 tahun belum pada married tuh dan ga masalah." "Non, kita hidup di Indonesia jadinya beda sama Korea. Kenapa sih lo ngeles mulu, sih. Udah kayak bajai aja lo." "Nah, mulai dah lo menghina-dina gue. Tega amat lo sama gue." "Bukannya tega. Lo sendiri susah amat gue bilangin." Luna mengerucutkan bibirnya, ia bermaksud mencurahkan perasaannya pada Rani malah jadi kena ceramah. "Lun, coba deh lo buka hati lo sedikit aja ke para pria. Lo tuh cantik Lun, body lo bagus, karir lo bagus, lo wanita mandiri, lo paket komplit dah." "Tapi, gue belum pernah pacaran, Ran." "Iya gue tahu, lo belum pernah pacaran. Ga ada masalahnya kan, lo coba mengenal lawan jenis. Berteman dulu sama pria, jangan hanya berteman sama gue doang." Luna diam, memang benar yang dikatakan Rani. Ia seharusnya membuka hatinya dan mencoba mengenal pria. "Atau gini aja, gue ada kenalan orang pintar, nih." "Orang pintar? Maksud lo seorang profesor? Yaa ampun Rani, lo kok tega amat mau kenalin gue sama seorang profesor. Kalau udah profesor itu biasanya udah lewat masa-masa muda dan keemasannya." "Yaa ampun, Luna Kirana. Sumpah gue kesel banget sama otak dan pikiran lo yang tersumbat dan ga lancar. Ga seperti biasanya lo kayak beginian, Lun." "Maksud lo gimenong sih, ciiin. Sumpah gue kagak ngerti." "Maksud gue orang pintar itu, seorang peramal, Non." "Peramal?" "Iya peramal dan peramal ini mumpuni banget, sakti mandraguna." "Beuh mantap kali sakti mandraguna terus gimana?" "Gue tuh disuruh nyokap gue ke peramal itu, namanya Nyai Mikmir. Suruh gue nanyai tentang si Benson serius ga hubungannya sama gue, eh ternyata ramalannya tepat. Benson serius sama gue dan akhirnya married deh gue." "Ooh gitu jadi si Bensin eeh Benson laki lo itu mau nikahin lo karena jampe-jampe Nyai Mikmir." "Bukan kayak gitu juga kali, Lun. Laki gue tuh bukan gue jampe-jampe, tapi gue hanya nanya ke Nyai Mikmir tentang seriusan Bensin eeh Benson. Tuh kan gara-gara lo, gue jadi sebut nama laki gue Bensin." "Hahaha, sorry Ran. Jadi maksud lo, gue ke Nyai Mikmir buat nanyain tentang kapan jodoh gue gitu?" "Yup. Anda betul sekali. Kasih dia sepeda." "Udah kaya presiden aja lo, kasih gue giveaway sepeda, hahaha." "Kan, gue bercanda Lun. Serius deh mending lo ke Nyai Mikmir biar lebih tau kapan lo dapat jodoh." "Baiklah jikalau memang begitu, besok gue ke Nyai Mikmir deh." "Semangat Lun!" "Yeaah semangat!" "Yaa udah deh, Bu manager Luna Kirana. Gue balik ke divisi pemasaran dulu, nanti gue kirim alamatnya." "Makasih Rani. Lo memang sahabat gue yang terthe best of the best dah." "Tentu dong, Rani gitu loh." Luna akhirnya bisa tersenyum kembali dengan sumringah, perasaannya yang dari tiga hari yang gundah gulana menjadi lebih bersemangat dalam menjalani sehari-hari. Ia besok akan mengambil cuti sehari untuk kerumah Nyai Mikmir. Luna berharap semoga besok akan berjalan dengan lancar, ia sangat ingin berkonsultasi pada Nyai Mikmir tentang jodohnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN