Ijin dari paduka Daddy

1450 Kata
"Kak Abraaaaaaaarrrrrrr ih ... seharian kemana aja sih?" pekik Bella begitu Abraar mengangkat telpon gadis itu. Abraar benar benar berkonsentrasi mengerjakan tugasnya hingga dia tetap membisukan ponselnya hingga pulang dari kampus, di tambah lagi dia lupa sampai ponsel yang dia letakkan di meja kamarnya terlihat menyala. Pemuda tampan itu menjauhkan sejenak ponselnya dari telinga karena suara Bella yang terdengar melengking membuat telinganya berdenging, Abraar malah terkekeh tidak langsung menjawab pertanyaan Bella membuat gadis di ujung telepon sama mengerucut bibirnya sebal melontarkan tanya lagi. "Ih Kak Abraar, jawab dong malah ketawa doang! Aku tuh nelponin kak Abraar dari siang tapi nggak di angkat, kak Abraar sibuk pacaran ya?" cicit Bella seolah tidak ada tombol berhenti di semua ucapannya. "Iya, Kakak sibuk pacaran seharian," jawab Abraar santai membuat Bella menganga terkejut seketika, "pacaran sama buku!" Terdengar suara tawa Abraar di sambut suara Omelan Bella di seberang sana. "Kak Abraar! Jangan bercanda deh, sekarang tuh emang banyak orang orang aneh, waktu itu aku liat di tivi orang nikah sama bantal guling, terus ada lagi yang nikah sama boneka, malah ada yang nikah sama tiang listrik. Kak Abraar jangan aneh aneh deh!" omel Bella membuat Abraar semakin terkekeh mendengar gadis itu begitu kesal padanya. "Ya enggak mungkin lah Kakak begitu, di dunia ini masih banyak kali makhluk bernama wanita kalau pun nanti stok wanita di dunia ini udah abis kan masih ada kamu!" jawab Abraar di sela tawanya dia yakin kalau Bella pasti akan kembali menjawab ucapan Abraar itu dengan sebuah omelan. "Ih, jahat banget Kak Abraar jadiin aku pilihan terakhir di dunia ini!" sembur Bella dengan kesal, Abraar terkekeh geli di atas ranjang beruntung tidak ada yang mendengar tawanya jika tetangga ada yang mendengar mungkin mereka akan meragukan kewarasannya. "Ya kan biasanya yang terbaik itu munculnya terakhir, Bella," kata Abraar santai sambil menahan tawanya. "Ya tapi tetep aja Kak Abraar nyebelin karena jadiin aku pilihan terakhir, Kak Abraar nyebelin pokoknya nyebelin!" rajuk Bella sebelum memutuskan sambungan teleponnya sepihak, Abraar hanya tertawa sambil menatap ponselnya tapi baru saja pemuda itu akan meletakkan ponselnya di meja benda itu kembali berbunyi dan itu kembali ulah Bella. Abraar segera menggeser panel telepon hijau dan menempelkan ponselnya di telinga, pemuda itu menahan tawa bersiap mendengar omelan Bella lagi. "Kok telpon lagi? katanya kakak nyebelin?" tanya Abraar tidak memberi kesempatan Bella untuk mengomeli dirinya lebih dahulu. "Iya, Kak Abraar emang nyebelin aku sampe lupa buat bilang kenapa aku telpon tadi," sahut Bella yang kembali menelepon Abraar karena lupa menyampaikan maksud hatinya menghubungi pemuda itu. "Loh Kamu punya tujuan nelpon kakak? bukannya cuma pengen gangguin Kakak doang?" tanya Abraar, Bella malah berdecak mendengarnya. "Punya dong, masa aku nggak punya tujuan ntar nyasar lagi kalau nggak punya tujuan!" sahut Bella sambil tertawa, memang ya mereka berdua kalau sudah bersama selalu ada saja yang jadi bahan bercanda. "Kalau begitu bisa Anda memberitahu apa tujuan Anda menghubungi saya Nona?" tanya Abraar dengan begitu formal untuk bercanda dengan Bella yang lalu terkekeh mendengarnya. "Untuk mengatakan bahwa paduka Daddy meminta Anda untuk segera datang dan menjadi tutor saya, Tuan," jawab Bella dengan logat dan nada yang sama seperti Abraar tadi. "Hah? gimana, gimana? kamu udah bilang sama Daddy?" tanya Abraar terkejut karena Bella langsung mengatakan rencana Abraar pada sang ayah padahal pemuda itu malah lupa pada rencana itu seharian ini. "Iya dong, aku tadi bilang sama pilot pesawat aku buat nurunin aku di kantornya Daddy jadi aku bisa langsung ketemu Daddy buat bilang soal ini," kata Bella sambil tertawa ceria. "Bella, serius deh!" kata Abraar gemas karena gadis itu selalu saja bercanda. "Iya deh iya aku serius, tadi dari bandara aku langsung ke kantornya Daddy buat bilang terus Daddy bilang boleh, enggak ada salahnya aku di jagain baby sitter lagi," jawab Bella menjiplak ucapan sang ayah tadi, Abraar tertawa kecil mendengarnya. "Kalau gitu Kakak bakal jadi baby sitter terganteng di dunia ini," sahut Abraar pongah, Bella terkekeh mendengarnya. "Kakak belanja kepercayaan diri di mana sih? belanjanya pas diskonan yang kok bisa over stock gitu!" sahut Bella yang terkekeh geli. "Ya udah kalau gitu nanti Kakak bicarain ini sama Mama Papa pas makan malem ya," kata Abraar karena bagaimana pun dia harus meminta ijin orang tuanya karena tidak satu atau dua hari saja dia akan berada di Jakarta. "Oke kak, aku tunggu kabarnya walau pun aku yakin kalau Mama Papa pasti ngijinin," sahut Bella dengan penuh keyakinan. Lalu ... tut ... Sambungan telepon terputus begitu saja, Abraar menggelengkan kepalanya karena kelakuan Bella yang selalu semau sendiri, datang dan pergi sesuka hati tanpa permisi. "Kakak ...." Baru saja selesai dengan Bella kini suara Abitha sudah terdengar di balik pintu di iringi suara ketukan pada daun pintu yang tertutup itu. "Iya, Tha, masuk aja," kata Abraar membuat daun pintu kamarnya terbuka dan Abitha melangkah dengan ceria ke arahnya. "Kak, di panggil Mama, udah waktunya makan malem kali kakak nggak turun turun!" kata Abitha sambil menatap sang Kakak, pandangan gadis itu lalu tertarik pada sebuah benda yang ada di atas ranjang sang kakak. "Kakak baru selesai telponan sama Bella," sahut Abraar ringan. "Itu apa, Kak?" tanya Abitha melihat sebuah boneka kecil tidak lebih besar dari jari telunjuk Abraar ada besi pengait di atasnya yang menandakan jika itu adalah sebuah gantungan kunci. "Ini amigurumi boneka rajut khas Jepang, temen Kakak ada yang ahli bikin ini terus di jualin di kampus. Ini mau Kakak kasih ke Nasya sebagai permintaan maaf Kakak karena tadi dia minta jemput tapi Kakak nggak bisa," terang Abraar panjang lebar sambil menunjukkan boneka yang sudah dia ambil untuk dia bawa ke rumah Nasya nanti, sedangkan Abitha malah terdiam teringat cerita Fino tadi kalau Nasya pulang di antar El. "Oh jadi tadi Nasya minta di jemput Kakak," gumam Abitha yang ragu harus bercerita atau tidak dia tidak ingin di cap ikut campur masalah pribadi Nasya yang sama sama sudah beranjak dewasa seperti dirinya tapi dia juga mengkhawatirkan gadis itu. "Iya, tapi kakak nggak bisa karena udah di kejar deadline tugas," jawab Abraar yang masih duduk di tepi ranjangnya sementara Abitha berdiri di depannya, Abraar sampai mendongak untuk bisa menatap wajah sang adik. "Sebenarnya tadi temen aku cerita kalau Nasya pulang di anterin El," kata Abitha yang akhirnya memutuskan untuk bercerita pada sang Kakak. "El itu siapa, cowok? ya biarin aja Nasya kan udah gede," jawab Abraar santai. "Iya, tapi masalahnya itu El anak nakal Kak, dia terkenal dengan pergaulan bebasnya, ngerokok, alkohol itu udah makanan sehari harinya dia karena bapaknya orang penting aja dia nggak di keluarin dari sekolah bahkan El juga klepto waktu itu dia ketahuan nyolong hape di Mall," kata Abitha, Abraar terkejut mendengarnya tapi tetap terlihat tenang. "Ya udah, nanti Kakak tanya soal itu sama Nasya semoga mereka cuma kebetulan pulang bareng aja. Kamu tetap awasi dia di sekolah ya," kata Abraar dengan begitu lembut pada sang Adik, Abitha menganggukkan kepalanya. "Tapi aku takut Nasya marah sama aku karena ngasih tau Kakak, ntar aku di bilang cepu," kata Abitha yang terlihat resah, Abraar tersenyum mendengarnya. "Nggak, Nasya enggak kayak gitu kok. Nanti Kakak kasih pengertian sama dia," sahut Abraar sang adik bisa tersenyum tenang sekarang. "Yuk turun nanti Mama lama nunggunya," ajak Abitha pada sang kakak karena memang tujuannya ke kamar itu adalah untuk memanggil sang kakak. "Tha, ini buat kamu," kata Abraar sambil memberikan amigurumi lain pada Abitha, warna dan modelnya berbeda dengan yang akan Abraar berikan pada Nasya selain itu amigurumi yang Abraar berikan pada sang adik bukanlah gantungan kunci hanya pajangan saja. "Makasih, Kak, tapi kan aku nggak minta jemput Kakak terus kakak nggak bisa," kata Abitha mereka berdua berjalan berdampingan keluar dari kamar Abraar lalu menuruni anak tangga beriringan. "Itu hadiah karena kamu udah jadi adik yang baik," jawab Abraar ringan. "kalau gitu seharusnya Kakak kasih aku hadiah setiap hari karena aku jadi adik yang baik setiap hari," kata Abitha menawar. "Kakak ralat deh ucapannya, itu hadiah buat kamu karena kamu udah selalu jadi adik yang baik setiap hari dari dulu sampe selamanya," ujar Abraar agar sang adik tidak lagi meminta hadiah, Abitha hanya tertawa mendengarnya. Di ruang makan hanya ada Meisya seorang dan itu menarik perhatian Abraar karena memang ada yang ingin dia bicarakan dengan ayahnya. "Ma, Papa mana?" tanya Abraar pada sang ibu, pemuda itu duduk di kursi yang biasa dia duduki, Abitha di sebelahnya. "Papa lagi di ajak makan malem klien, jadi tadi Papa bilang kita makan bertiga aja," sahut Meisya yang langsung sibuk mengambil makanan sedari tadi menunggu Abraar membuatnya kelaparan. "Oh, terus pulangnya kapan?" tanya Abraar lagi, Meisya dapat merasakan jika sang putra pasti punya maksud terselubung di balik pertanyaan santainya. "Mungkin jam sembilan atau paling lambat jam sepuluh, emang kenapa?" tanya Meisya, Abitha hanya diam mendengarkan. "Ada yang pengen aku omongin aja, nanti aku tunggu Papa pulang. Abis makan aku ke rumah Nasya dulu deh."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN