Tiada yang lebih menyedihkan dari hal konyol yang di alami Axel ketika kegiatan mandi yang baru saja dilakukan. Pria itu keluar kamar mandi dengan perasaan jengkel, marah, dan benci jadi satu. Kecerobohan yang mendadak bersarang diotak jeniusnya ternyata membuat pria itu murka.
Axel terpaksa harus mengganti gaya rambutnya dan memotongnya sendiri. Biasanya, ia akan mengundang tukang pangkas profesional. Apa jadinya jika langganan salonnya mengetahui bahwa dirinya telah salah mengambil benda untuk mencuci rambut? Pasti sebuah ejekan yang akan terlontar dari mulut mereka.
Memikirkan hal itu, membuat Axel mau tak mau harus memotong rambutnya sendiri. Ya, ini karena si gadis yang bernama Elina selalu saja berputar-putar di otaknya.
“Tidak bisa, aku harus membalas sepuluh kali lipat. Tidak... seratus kali lipat.” Axel mengusap rambutnya dengan lembut dan mendapai sisa rontokan yang berada di tangannya. “Haruskah aku memangkasnya sedikit lagi,” gumamnya, tapi kemudian menggeleng. Bisa gundul kalau dipangkas, rambutnya yang indah itu harus tumbuh secepatnya.
Axel masuk ke dalam kamar pribadi-menuju lemari dan mengambil baju serampangan. Lupakan Fashion, yang terpenting adalah meminta Daniel untuk mencari penyubur rambut. Pria itu langsung memakai baju sembarangan-bergegas keluar kamar, dan mendapati Daniel yang sedang meneliti berkas.
“Kau sibuk tidak!” Axel sedikit berteriak sambil membuang muka. Daniel meletakkan berkas, lalu mendongakkan kepala. Ia sedikit terkejut melihat rambut pendek pria yang ada di hadapannya.
“Gaya baru. Keren! Pangkas dimana?” Daniel mengangguk-angguk sambil menyentuk dagunya. Pria itu mengacungkan jempol tanda sangat menyukai gaya baru dari Axel. “Lebih cocok seperti ini, dari pada rambutmu dulu.”
Wajah Axel kembali berbinar, “Jelas... karena memang aku tampan.” Ayolah, Daniel ingin muntah mendengar kenarsisan tingkat kaisar Axel. Bagaimana bisa ia berteman dengan orang arrogant seperti kawannya.
“Ada perlu apa kau menanyaiku?” Daniel menatap lekat wajah Axel yang mendadak berubah, “Tidak jadi,” jawab pria itu mendaratkan bokongnya di sofa. Karena di puji keren, pria itu mengurungkan niatnya meminta Daniel membelikan penyubur rambut. Lagi pula, tingkat ketampanannya bertambah.
“Proyek apartemen sudah kau periksa belum? Aku rasa, ada dana yang membengkak.” Daniel menyerahkan proposal yang ada di tangannya. Axel menerimanya dengan hati-hati, lalu mengamatinya dengan cermat, “Ada yang ingin bermain kotor dengan uang perusahaan.” Pria itu berdiri-berjalan menuju meja kerjanya, lalu mengambil map berwarna biru. Ia melempar map itu di meja depan Daniel.
“Seminggu yang lalu, mereka mengirimkan proposal ini.” Axel mendekat ke arah Daniel, “Dan sekarang, mengirim proposal baru.”
Daniel mengambil map biru, “Apakah kau sudah menyetujuinya? Sayang sekali, padahal desain mereka sangat bagus.
“Dari awal aku tidak setuju dengan dana dan lokasi penempatan apartemen. Kemudian, aku meminta mereka merivisi ulang. Dan ternyata, yang direvisi hanya dana saja. Meskipun perbedaannya besar, tapi selisihnya lumayan banyak.”
Daniel mengangguk, “Sepertinya, mereka sengaja melakukan hal ini untuk mengujimu, Axel. Tapi, ini terlalu mudah. Sebenarnya, apa rencana para orang tua itu?”
“Melengserkanku,” jawab Axel tanpa ragu sedikit pun. Dari awal, para pemegang saham tidaklah setuju dengan keputusan ayahnya. Mengingat pria itu tak pernah belajar bisnis dan lebih memilih untuk berkelana ke luar negeri.
Sementara itu, seorang pria paruh baya memakai kaca mata hitam sedang bersantai di depan kolam renang. Pria berjenggot, kekar, dan terlihat bugar itu tampak masih tampan dan memiliki banyak pesona. Orang lain akan mengira kalau pria tersebut masih berumur tiga puluhan tahun. Kenyataanya, umurnya melebihi itu. Ia menatap langit yang terlihat cerah. Sesekali, tertawa cekikikan mengingat tingkah konyol yang dilakukannya.
Tak lama kemudian, datanglah seorang pria berbalut jas hitam dengan kacamata bertengger manis di antara matanya. Ia berjalan mengahampiri pria yang sedang bersantai itu.
“Tuan,” panggilnya dengan lirih. Pria tersebut menoleh, lalu melepas kacamatanya dengan kasar, “Romi, jangan pernah mengganggu waktu bersantaiku.” Pria itu menatap dengan tajam, “Katakan orang tua, ada kabar apa?”
Romi sangat kesal ketika pria yang berstatus tuannya itu mengatainya orang tua. Apakah dia tak berkaca, rambutnya juga sudah beruban. “Semua sudah berjalan sesuai rencana, Tuan.”
Tawa pria itu meledak seketika karena rencananya sudah berjalan sesuai dengan prediksi, “Apakah bocah laknat itu sedang berdiskusi dengan si kutu kupret?” Pria tersebut berdiri, “Ayo jalankan rencana selanjutnya.”
Romi menggelengkan kepala, “Tapi Tuan Julian. Apakah ini tidak keterlaluan. Bagaimanapun Tuan muda adalah anak Anda.”
Julian kembali duduk, lalu membuang muka, “Kau membelanya, Rom. Aku tak mengerti, siapa tuanmu? Aku atau dia?” Sikap Julian yang merajuk bagaikan anak kecil yang tak tahu malu membuat kepala Romi berdenyut nyeri. Ia merasa kalau Julian seperti ABG labil yang mulai puber lagi.
“Tuan... Ini tidak benar. Hentikan saja. Lebih baik kita ke tempat penggalang dana.” Romi mengangkat alis sambil melihat reaksi Julian yang mulai terlihat perubahan.
“Benar... aku harus menemui dewiku.” Julian langsung bangkit kembali, berjalan menuju ke dalam rumah sambil bersiul senang. Romi hanya tersenyum melihat tingkah pria itu. Ternayata, wanita yang berhati lembut bisa melelehkan gunung es seperti Julian.
“Semoga... mereka bisa bersama.” Romi sangat sennag melihat perubahan Julian yang sangat drastis. Ia tak menyangka, bahwa pria itu kembali seperti dahulu. Terlihat jelas dari rona wajah yang berseri. Orang bilang, manusia yang jatuh cinta dapat berubah. Ternyata, omongan orang ada benarnya juga.
Beralih ke Elina yang berdiri tepat di ujung pintu gudang. Pilihan pertama gadis itu terletak pada gudang lantai satu. Tumpukan barang-barang bekas dan juga berkas yang berserakan, ditambah dengan tikus yang berkeliaran. Tidak hanya itu, debu, sarang laba-laba, dan juga kecoa yang menempel di mana-mana.
Elina merasa bahwa dirinya di permainkan habis-habisan karena melihat kondisi gudang yang tak terawat. Terbukti bahwa gudang itu sudah tidak terjamah beberapa tahun. Gadis itu menghela nafas panjang, berusaha tersenyum. Namun, tetap saja gagal.
“Dia sengaja. Iblis berkedok wajah tampan itu memang sengaja melakukan hal ini. Dia ingin balas dendam.” Elina mengepalkan tangan dengan kuat, “Kau menggunakan satu cara untuk memberatkanku. Dan aku akan menggunakan seratus cara untuk mebalasnya. Jangan kau kira aku mudah untuk di tindas.”
Elina menutup gudang itu dengan kasar. Ia akan membuktikan di depan Axel, bahwa tindakan kekanak-kanakan yang dilakukan pria itu tak akan ada artinya. “Lihatlah... aku atau dirimu yang akan menang.”
Bekerja keras adalah mutu Elina sedari kecil. Dengan kondisi seperti dihadapannya, adalah hal mudah untuk gadis itu. Ia tak menyangka sifat yang di tanamkan untuknya berguna saat terdesak.
“Awas saja!” teriak Elina mulai membersihkan gudang, “Aku akan mengutukmu jadi labu!” tawa gadis itu menggelegar di dalam ruangan. Para tikus dan kecoa langsung lari terbirit-b***t mendengar teriakan gadis tersebut.
Tidak hanya itu, bersamaan dengan teriakan yang terlontar. Petir menyambar-nyambar membuat Axel berjingkat kaget.
“Apakah kau mendengar petir barusan?” tanya pria itu kepada Daniel yang hanya berIam diri tidak merespon. “Daniel...!” teriaknya dengan keras membuat pria yang duduk di sofa berjingkat kaget.
“Kua merusak kosentrasiku, Axel.” Daniel meletakkan berkas yang di amati sedari tadi, kemuIan memijat kepalanya yang mulai berdenyut nyeri.
“Apakah telingamu tuli? Kau dengar petir tidak?” Axel menatap ke arah langit yang cerah, begitu juga Daniel, “Kau gila... mana ada petir di siang bolong.”
Kalau hanya dirinya yang mendengar, kemungkinan besar akan ada hal buruk yang terjadi. Axel langsung membuka laptopnya dan mencari keberadaan Elina. Ia sangat terkejut melihat gadis itu tengah bekerja keras membersihkan gudang yang terbelangkalai bertahun-tahun.
“Bagaimana bisa ada gadis seperti dia?” Axel terus mengamati setiap gerak gerik Elina. Sedangkan Daniel yang penasaran langsung mendekat, “Wah... gadis yang unik dan energik.”
Raut wajah Axel berubah drastis. Percikan amarah dan kobaran api mulai terlihat jelas. Hawa dingin dan aura gelap mulai berkeliaran di sekitar Daniel. Namun, pria itu tetap saja tidak peka dan terus memuji Elina.
“Aku sangat kagum dengannya.” Daniel tersenyum sambil terus menatap layar laptop dan merasa aneh dan merinding jadi satu. “Apakah kau tidak merasakan sesuatu? Kenapa bulu kuduku jadi berdiri semua.”
Daniel menoleh ke samping kiri dan mendapati Axel yang tengah menghunuskan tatapan tajam. Raut wajah pria itu mendadak pias. 'Sialan... aku salah bicara,' batinnya terlihat sangat cemas.
BERSAMBUNG