Hari yang ditunggu Elina telah tiba, perasaan senang seribu kupu-kupu masuk ke dalam hatinya. Kembali ke Franco Company sebagai karyawan adalah hal membanggakan. Gadis itu hanya tersenyum sepanjang pagi selama perjalanan menuju ke perusahaan itu.
Elina memarkir sepedanya dengan hati-hati. Sepeda mini yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun membawa kenangan sedih maupun gembira. Benda itu merupakan simbol dari perjalan hidupnya.
Elina tak ingin membuang waktu dan langsung bergegas masuk ek dalam gedung. Ia menuju ke ruangan staf khusus cleaning service. Ketika sampai di depan pintu, gadis itu mengambil nafas dengan sangat panjang karena gugup.
“Masuk saja,” celetuk seorang pria dari belakang sehingga membuat Elina sedikit kaget. Dia adalah Joy yang tersenyum lembut menatap gadis itu dengan perasaan senang.
“Joy...,” panggil Elina sambil mengelus dadanya berulang kali, “Kau mengagetkanku.” Gadis itu mengatur laju nafasnya sambil mengambil nafas panjang dengan perlahan. Joy menggaruk tekuk lehernya yang tak gatal karena merasa kecanggungan luar biasa.
“Maafkan aku karena mengagetkanmu.” Joy berdiri pas di samping Elina, “Biar aku yang membuka pintu.”
Gadis itu mengangguk lalu menggeser tubuhnya selangkah ke kanan, “Terimakasih.” Joy tersenyum ketika Elina mengucapkan rasa terimaksihnya, bahkan pipinya bersemu merah seperti malu-malu kucing. Entah kenapa perasaan pria itu gugup bila dekat dengan Elina.
Ketika Joy membuka pintu, para teman seperjuangan cleaning service yang ada di dalam menoleh ke arah sumber suara. Mereka tersenyum hangat menyambut kedatangan Elina, tapi tidak dengan Lisa. Gadis itu merasa tidak adil melihat rasa pilih kasih atasan yang membawa gadis itu kembali bekerja di perusahaan itu.
Dan karena masalah ini, Lisa juga mendapatkan sanksi dari perusahaan. Beruntung ia tak di pecat. Namun, rasa benci yang ada di dalam gadis itu kepada Elina semakin besar seperti gunung.
“Elina akan kerja bersama kita kembali!” seru Joy dengan sangat senang. Semuanya bersorak memberi selamat, tidak dengan Lisa yang memasang wajah kurang bersahabat. Elina tahu bahwa gadis itu tak menyukainya, ia kemudian mendekati, mencoba untuk akrab.
“Tolong kerja samanya, Lisa.” Elina tersenyum cerah, tapi hanya ditanggapi dengan muka masam oleh Lisa. Gadis itu melengos pergi meninggalkan ruangan itu.
“Biarkan saja dia. Jangan di ambil hati. Aku senang kau kembali,” ujar Yeni dengan semangat dan diangguki para cleaning service yang lain. “Kami tahu kalau dialah penyebab semua kemalangan yang terjadi pada dirimu, Elina. Beruntung dia tak dipecat,” kata salah satu dari mereka yang berambut ikal.
“Kedepannya, kau harus berhati-hati padanya, karena dia mudah menaruh dendam.” Joy menambahi peringatan pada Elina agar tidak mempercayai lagi perkataan Lisa. Gadis itu hanya mengangguk pelan.
Tiba-tiba, bunyi ketukan dari luar ruangan membuat mereka Iam memeku. Elina berjalan ke arah pintu-membuka handle dengan hati-hati. Didapati seorang yang menyebalkan berdiri dengan memakai kacamata hitam. Ia melepas kaca mata itu dengan perlahan, “Ikut aku.”
Semua orang yang ada di dalam mendekat, lalu menunduk hormat dan menyapa pria itu bersamaan.
“Selamat pagi, Tuan Daniel!” Mereka sangat kompak menyapa Daniel, membuat pria itu sedikit senang, “Aku pinjam Elina sebentar.” Pria itu langsung menyeret Elina menjauh dari ruangan itu.
“Bisakah kau melepaskan tanganku..., ini sangat sakit.” Elina menarik kasar tangannya agar terlepas dari pegangan Daniel.
“Tapi, kau harus ikut aku.” Daniel tak ingin gadis keras kepala seperti Elina keluar dari jalur. Gadis itu pun mendengus dengan kesal, berjalan lalu berhenti tepat di samping Daniel.
“Aku tahu batasanku, Tuan Saint.” Meskipun Elina tidak bersekolah sampai perguruan tinggi, ia mudah menghafal siapa saja petinggi Franco Company. “Kau ingin mengajakku bertemu dengan bos ‘kan.”
Daniel tertawa dengan keras karena gadis seperti Elina sangat unik. Apakah dia tak takut sama sekali dengan Axel. Orang lain ketika dihadapkan dengan bos besar, pasti nyalinya menciut. “Aku pikir, kau takut dengan Axel,” kata pria itu sambil melangkahkan kaki.
“Kenapa harus takut? dia manusia, sama makan nasi, daging, dan buah. Bedanya hanya kasta. Kasta bisa diambil sewaktu-waktu oleh sang kuasa. Ingat, Tuan Saint. Roda itu terus berputar. Manusia tak akan selamanya di atas.” Elina berjalan mengikuti Daniel dengan perlahan.
“Aku rasa, kau gadis yang unik.” Pemikiran Elina sungguh luas, tentu dia akan jadi tokoh besar jika lahir di kalangan orang kaya.
Dahi Elina berkerut, “Sepertinya, kau salah minum obat, Tuan Saint.” Gadis itu pun berjalan mendahului Daniel untuk memimpin jalan. Sementara pria itu, tersenyum semirik.
“Dia akan mengalahkan Axel. Aku yakin itu. Dan tentunya, aku akan memihak padanya,” gumam Daniel berjalan mengikuti Elina. Mereka berdua pun sampai di depan ruangan Axel.
Daniel membuka pintu tanpa mengetuk pintu. Di dalam sana, Axel sudah duduk menyilangkan kaki sambil membaca berkas. Elina masuk mengikuti pria itu dari belakang. Ia mengamati seluruh penjuru ruangan dengan hati-hati.
Gadis itu teringat dengan Elesh jika masuk ke dalam ruangan Axel. Hobi kedua pria yang berbeda umur itu sama persis. Jika mereka bertemu, gadis itu yakin kalau mereka cocok satu sama lain. Membayangkannya saja membuat Elina tersenyum geli.
“Kenapa kau tersenyum seperti orang gila?” tanya Axel dengan nada dingin membuat lamunan Elina terputus, dan tersentak kaget. “Kau memang kaum kasta rendah yang tak pernah melihat perabotan yang ada di dalam ruangan ini.” Perkataan pria yang duduk dengan gaya arrogant itu membuat gadis itu semakin tersenyum.
Tentu saja kedua pria itu keheranan. Di saat orang diejek, mereka akan meluapkan amarah. Namun, kenapa Elina malah tersenyum?
“Aku hanya mengingat seseorang.” Elina terus menatap miniatur yang terpajang rapi di lemari kaca.
“Jika kau menatapnya lagi, aku akan membuat matamu buta!” teriakan Axel membuat Elina sadar, bahwa ia sekarag berada di ruangan sang bos besar.
Mata Elina pun mengarah pada Axel yang tengah memiliki wajah gelap. “Dia sekarang bertindak normal, tidak seperti kemarin,” gumamnya dengan sangat lirih.
“Apa yang kau katakan?” tanya Axel dengan garang. Gadis itu menggeleng, “Anda salah paham, Tuan.”
Dahi Axel berkerut, kenapa gadis itu tiba-tiba bicara sopan? Padahal, barusan dia bicara tak formal. Apa karena takut? Baguslah kalau takut. Itu artinya dia tahu diri, pikirnya sambil tersenyum dengan sangat puas.
“Aku akan memberitahumu, kau tak boleh menyebar apa yang kau lihat kemarin. Termasuk wajahku. Dan, jangan melampau batasanmu.” Dengan angkuh, Axel berdiri tegak-menatap Elina dengan tajam.
“Narsis sekali,” gumam Elina di dengar oleh Daniel. Pria itu tertawa cekikikan sambil membuang muka ke kanan.
“Tenang, saya akan menyimpan baik-baik.” Gadis itu mengangguk, “Kalau tidak ada lagi, saya pergi, Tuan Franco.” Elina membungkuk hormat, lalu meninggalkan kedua pria itu sendirian.
Axel masih terbengong menatap punggung Elina yang menghilang dari pandangannya. Segala pemikirannya sebelum tidur tadi malam tidak sesuai dengan realita yang di hadapi barusan.
“Kenapa dia pergi begitu saja? Aku belum selesai bicara!” teriak Axel sambil membuang berkas. Baru kali ini, ia diacuhkan oleh seseorang. Terlebih lagi itu adalah seorang gadis.
“Sudahlah... bukannya kau sudah bertemu dengannya.” Daniel duduk di sofa dengan perlahan, “Dia cukup unik.”
Axel mendaratkan bongkongnya di sofa dengan kasar, “Unik... kau yang gila. Gadis dekil tak tahu diri kau bilang unik.” Entah kanapa Axel merasa ada yang aneh darinya. Antara marah, kecewa, dan benci jadi satu. Namun, tidak membenci gadis yang baru saja bersikap acuh padanya.
Mungkin itu adalah pertanda timbulnya sebuah rasa, tapi tidak begitu ketara karena tertutupi oleh hati yang dingin. Semua akan terungkap satu persatu seiring perjalanan kisah mereka.
BERSAMBUNG