Episode 4

1072 Kata
Diantara para pejalan kaki yang melewati zebra cross berjalan dengan cepat. Bunyi klakson dan deru mobil saling bersauhatan. Ditambah dengan langit biru-cerah menambah keindahan kota dengan bangunan-bangunan pencakar langit yang menjulang tinggi. Elina menatap ke gedung tempat baru Ia melamar kerja. Sesekali, gadis itu menghela nafas sambil berjalan perlahan. Baru saja masuk, sudah ditendang keluar. Apa kata orang rumah nanti? Pekerjaan yang di dapat susah payah harus berhenti ditengah jalan. “Sialan! Kalau bukan karena keanehan pria itu, aku pasti masih bekerja disana.” Ada rasa kesal disetiap nada yang keluar dari mulut Elina. Ia kemudian berjalan dengan cepat, menuju ke pinggir jalan. Bunyi ponsel miliknya pun berdering. Dengan malas, Elina mengangkat benda pipih itu. “Ada apa?” tanya Elina dengan dingin. “Aku melihatmu dipinggir jalan. Bukannya kau kerja?” jawab seorang di dalam mobil sambil melepas kaca mata hitamnya. “Dimana kau, Jeni?” Elina menoleh ke sana kemari mencari keberadaan mobil Jenifer. Gadis itu tersenyum melihat temannya berhenti di lampu merah. “Aku sudah melihatmu,” kata Elina lalu berlari menuju ke arah mobil Jenifer. Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas dengan kasar. “Kau memang seorang yang aku butuhkan disaat seperti ini, Jeni” Elina berucap sedikit melo agar simpati dari Jenifer muncul, tapi hanya dihadiahi dengusan kesal. “Apakah kau di pecat?” tanya Jenifer, lalu melajukan kendaraanya dengan perlahan. Baru kerja dua hari saja dipecat. Kesalahan apa yang dilakukan gadis itu? pikirnya sambil melirik ke arah Elina. “Bukan jodoh, lupakan... aku bisa cari pekerjaan lain. Jangan beritahu ibuku.” Elina menatap dengan penuh harap seperti anjing berwajah imut. “Jangan mengibaskan ekor kepadaku, Elina... itu menjijikkan.” Jenifer bergidik ngeri melihat ekspresi dari Elina. Meskipun demikian, Ia tetap saja menyukai gadis itu. bukan berarti lesbian, menyukai dalam arti sebagai sahabat terdekat sekaligus saudara perempuannya. Elina tertawa dengan keras melihat Jenifer yang lucu menurutnya. Ia kemudian mengelus pipi gadis tersebut. “Kau sangat cantik, Honey.” “Ya... kau gila! Itu menjijikkan....!” teriak Jenifer dengan keras. Sementara Elina tertawa dengan keras karena berhasil menggoda gadis itu. “Kita kemana sekarang?” Jenifer tahu bahwa Elina tak mungkin pulang ke rumah ataupun ke toko karena masih jam kerja. Elina diam membisu, lalu mengambil nafas panjang. “Kemana saja, asalkan jangan pulang.” Pulang bukan solusi yang baik untuk sekarang. Ia tak mau menghadapi ibunya yang berharap banyak padanya. Saat mendengar ia mendapat pekerjaan di Franco Company, mata sang ibu berbinar cerah seakan mendapatkan intan berlian yang tiada duanya. “Aku tak ingin membuat ibu kecewa, Jeni.” Elina lebih memilih menatap ke arah jalan dan kendaraan yang berlalu lalang. Jenifer mengangguk, lalu melajukan kendaraannya dengan cepat. Sedari kecil, Elina sudah hidup menderita. Ia selalu membantu keuangan keluarga dengan bekerja paruh waktu juga semasa sekolah. Kehilangan kepala keluarga semenjak kecil membuatnya bekerja keras. Beban berat yang ada di pundak gadis itu, mana mungkin bisa ditanggung oleh Jenifer. “Bekerjalah di perusahaan Daddyku.” Jenifer melirik ke arah Elina, lalu menutup mulutnya dengan cepat. “Maafkan aku. Hanya saja, aku tak tahan melihatmu seperti ini.” Bukan maksud Jenifer menggunakan kekuasaannya agar Elina bisa masuk ke dalam perusahaan ayahnya. “Kau marah padaku?” tanyanya sedikit cemas. Pasalnya, gadis itu tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Dengkuran halus mendadak terdengar di telinga Jenifer. Gadis itu mengelus dadanya berulang kali, “Kali ini aku selamat, untung saja ia tidur.” Kedepannya, gadis itu akan lebih berhati-hati dengan ucapan yang baru saja dilontarkan. Andai saja Elina mendengarkan perkataan Jenifer barusan, pasti dia akan marah besar. Mengingat gadis itu sangat tak menyukai campur tangan orang dalam dan lebih memilih bekerja keras walau harapan tak sesuai dengan realita. Franco Company Sudah selama dua jam, Daniel berdiri di depan meja kerja Axel. Pria yang tengah duduk di singga sana itu memiliki amarah kepadanya. Sesekali, ia menghela nafas panjang, berharap penyiksaan berakhir. “Sampai kapan aku harus berdiri?” Terus terang, Daniel sangat lelah berdiri seperti prajurit seperti itu. Semua orang pasti tidak tahan dengan siksaan yang tak ada manfaatnya. “Kalau aku puas. Aku akan memintamu untuk duduk.” Axel tersenyum menyungging sambil mengangkat alis sebelah kanannya. “Jadi, nama pembersih itu Elina.” Daniel langsung bermuka masam, “Kau sudah tanya berapa kali? Sudah aku bilang, dia Elina. Dan kau juga sudah membaca berkasnya.” Pria itu tak mengerti, kenapa Axel berubah menjadi orang i***t. Dua jam penuh, Axel memandang berkas yang berisi informasi tentang Elina dan juga bertanya kepada Daniel tentang gadis itu. “Apakah kau sudah menghapus beritanya?” tanya Axel dengan senyuman lebar memandang berbagai foto Elina. “Bagaimana aku bisa menghapus beritanya? Sementara kau menghukumku seperti ini, ponselku berada di sana,” tunjuk Daniel dengan jengkel membuat Axel langsung berdiri, “Bodoh! Kenapa kau tidak bilang dari tadi? Cepat hapus berita itu!” Hancur sudah segala image Axel jika berita itu menyebar ke seluruh kota. Meskipun hanya satu kantor, tapi pandangan para karyawan terhadapnya sudah jelek, "Hapus semua video tentang ocehan gadis pembersih itu!” Daniel mengangguk, lalu berjalan mendekat ke ponsel yang terletak di atas meja. Ia mengambil benda pipih itu, terdapat ribuan chat yang tersemat di sana. Bahkan, unggahan foto Axel yang memakai atribut lengkap miliknya. “Ada apa?” tanya Axel sambil berjalan cepat-merebut ponsel milik Daniel. Bola mata pria itu berkilat tajam seperti silet. “Jangan kau lempar lagi, aku tak sanggup beli yang baru.” Ponsel yang baru di beli itu direbut kembali oleh Daniel. “Tenang saja, aku sudah meminta orang menghapus segala video dan fotomu yang tersebar di seluruh perusahaan. Aku jamin berita ini tak akan terdengar oleh awak media.” Daniel melirik ke arah Axel yang sudah murka seperti singa mengaung yang mencari mangsa. “Lebih baik... kita gunakan caraku. Seperti yang aku bicarakan padamu tadi.” Wajah pria itu langsung menoleh dengan tajam. Aura dingin berkobar keluar tubuhnya. “Apa kau bilang?” Axel masih tak menyangka kalau Daniel memikirkan ide konyol itu, “Aku tak ingin memberikan kesempatan untuk gadis pembersih tak tahu diri!” Ludah Daniel mendadak pahit, ia sampai mengeluarkan keringat karena kapahitan ludah dari lidah yang selalu berbicara omong kosong. “Tapi, kita tak tahu ke depannya akan terjadi seperti apa? Tarik dia kembali.” Daniel langsung menutup mulutnya yang berbicara tanpa pikir panjang. Sesekali, ia menepuk mulut dengan tangan, “Maafkan aku,” sesalnya sambil menunduk. Axel mendaratkan bokongnya dengan kasar. Ia tak akan sudi menjilat ludahnya sendiri. Bagaimana pun, menarik Elina kembali ke perusahaan bukan solusi yang tepat. Bisa sial dirinya kalau terus bersama dengannya. “Pikirkan cara lain itu, selain ide konyol yang tak bermutu.” Axel melirik tajam ke arah Daniel yang masih diam mematung. “Aku buntu,” jawab Daniel lirih. Saranku itu baik, kau menolaknya. Besok aku akan lihat reaksimu melihat berita yang mengejutkan. Dan aku yakin kau akan menerima usulanku, imbuhnya di dalam hati. BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN