Episode 3

1044 Kata
Kerja di perusahaan ternama sangat dinantikan semua orang. Terlebih lagi, perusahan Multinasional seperti Franco Company. Meskipun hanya sebagai petugas cleaning service adalah hal yang membagakan. Elina, gadis itu senang ketika diterima di Franco Company. Dia tidak pernah mengeluh tentang pekerjaan yang didapat. Namun, jika menyangkut tentang keadilan dan penindasan, dia akan melangkah maju ke barisan terdepan. Saat mendengar kata ‘pecat’ dari  mulut Axel, keterkejutan tercetak jelas dimata gadis itu. Akan tetapi, dia berusaha untuk bersikap tenang menyikapi segala masalah yang dihadapi. “Anda tidak berhak memecat saya,” jawabnya dengan lembut. Berurusan dengan orang keras seperti pria di hadapannya harus ekstra sabar berkali-kali lipat. Axel tambah emosi saat mendengar jawaban dari Elina. Pria itu mengusap kasar wajahnya, “Kau tuli…! Keluar….!” Axel berteriak kembali dengan keras sambil menunjuk Elina dengan tongkat hitam. Bahkan, dia memukul kepala gadis itu berulang kali sambil mengatakan hal yang sama. Ayolah, Elina sangat tidak menyukai perilaku kasar seperti ini. Padahal, dia berusaha bersikap baik dan hendak menawarkan bantuan untuk memperbaiki pigira itu. Lagi pula, hanya pigora yang pecah. “Tenanglah… Tuan. Saya akan bertanggung jawab.” Elina mencoba meraih pecahan pigora yang berserakan, tapi di dorong kasar oleh Axel dengan keras sampai membentur tembok. “Jangan sentuh milikku…, kau kupecat!” Axel memanggil menghubungi Daniel, “Kesini sekarang….!” Dia menutup ponselnya sepihak. Elina bangkit sambil menepuk kedua tangannya, “Itu hanya pigora. Saya akan menggantinya,” usulnya dengan semangat. Dia mendekat kea rah Axel. Seketika pria itu mundur ke belakang. “Apa yang ingin kau lakukan?” teriak Axel sambil memuluk tubuhnya sendiri membuat gadis itu berkerut ringan. Langkahnya pun semakin mendekat, tapi terhenti karena dobrakan pintu dari seseorang. “Axel!” panggil orang yang tak lain adalah Daniel. Pria itu terkejut melihat seorang karyawan cleaning servis sedang mendekat kea rah Axel. “Kau datang… usir dia!” tongkat hitam milik Axel mengarah pada Elina. Daniel langsung bertindak cepat untuk membawa paksa gadis itu keluar. “Tunggu…! Aku tidak bersalah! Lepaskan,” ronta Elina sambil berteriak dengan keras. Daniel membekap mulut gadis itu agar tidak bersuara. “Pecat dia!” teriak Axel dari ruangan itu. Elina menggigit telapak tangan Daniel hingga terlepas. “Hei, b******k! Kau tidak bisa memecatku seperti ini! Benda itu pecah bukan salahku!” Belum selesai bicara, Daniel kembali membekap mulutnya. “Tenanglah… jangan buat hal nasib sial untukmu,” kata pria itu terus memegang tubuh Elina. Gadis itu menginjak kaki Daniel dengan keras, membuat pria itu meringis kesakitan. Dari jauh, dia melihat dua petugas keamanan. “Bawa dia keluar dari sini!” teriaknya sambil meringis. “Ya, apa-apa an ini!… aku tidak terima!Biarkan aku bicara dengannya. Dasar bos b******k!” Gadis itu memang tak kenal takut, mengolok Axel sedemikian rupa. Bahkan, teriakannya sampai ke telinga para karyawan. Mereka semua mencari sumber suara dan terkejut melihat Cleaning Servise yang berteriak dengan keras. “Aku beri tahu! Bos kalian aneh! Dia memakai sarung tangan dan membawa tongkat!” Entah pemikiran gila darimana yang datang dari otak kecil Elina. Dengan semangat yang tinggi dia terus melontarkan kata-kata kasar sehingga membuat para karyawan berbicara satu sama lain. Melihat para karyawan yang keluar, Elina menjadi diam. Dia yakin kalau reputasi pria yang sombong itu akan turun drastis. “Lepaskan aku! Aku akan keluar dengan cara terhormat!” Gadis itu melepaskan diri dengan kasar, lalu membenahi bajunya yang kusut. Elina berjalan puas menuju ruang ganti lalu mengambil tasnya begitu saja. Dia melihat Lisa yang sedang melipat kedua tangannya dengan angkuh. Gadis itu menghela nafas panjang, kemudian dia didekati oleh seorang pria yang dikenal baik olehnya. “Apakah kau baik-baik saja?” tanyanya dengan nada khawatir. Gadis itu tersenyum, menepuk pelan bahu pria itu. “Aku bisa cari pekerjaan lain, Joy,” jawabnya tenang. Lagi pula, tidak hanya pekerjaan ini yang ada di dunia. Jadi, dia bisa mencari pekerjaan lain. Elina mengangguk pamit lalu pergi menunggalkan pekerjaan itu. Meski gajinya besar, tapi kalau harga dirinya diinjak-injak seperti sobekan kertas, tentu saja dia tidak terima. “Dasar b******n tengik! Aku berdoa kau bernasib sial…!” teriak gadis itu di depan Franco Company tanpa ragu. Petir menyambar sekali membuat Axel yang tengah menatap pecahan kaca yang berserakan terkejut. Dia berjalan gontai menuju kamar mandi. Berada satu ruang dengan gadis aneh pasti akan membuatnya sial. Untuk membuang kesialan, Axel harus mandi seberisih mungkin. Setelah pria itu masuk ke dalam kamar mandi, Daniel masuk ke dalam ruangan. Dia berjalan menghampiri foto lalu memungutnya. Pria itu menghela nafas panjang kemudian mengeluarkannya perlahan. “Kau masih saja menyimpan lukisan ini,” gumam Daniel lirih. Sudah selama tujuh belas tahun, Axel masih saja menyimpan lukisan seorang gadis kecil yang digambarnya pada waktu itu. Entah apa yang ada di dalam benak pria tersebut. “Kau sudah berusaha keras, tapi belum juga menemukannya,” kata Daniel sambil bangkit, lalu mengambil pigora baru di laci. Pria itu memasangnya kembali kemudian menaruhnya di tempat semula. Daniel pun membersihkan bekas pigora yang berserakan sampai bersih. Setelah itu, dia duduk di sofa sambil melihat berkas yang akan ditanda tangani oleh Axel. Satu jam telah berlalu, Daniel menaruh berkas itu sambil mengeluh, “Apakah dia mandi s**u? Kenapa lama sekali?” Tidak lama kemudian, suara pintu terbuka dengan jelas. Axel keluar dengan keadaan segar dan terlihat fres. Daniel pun mengeram kesal karena terlalu lama “Kenapa?” tanya Axel, “Aku harus membuang kesialan,” belanya dengan dingin. Daniel hanya acuh dan lebih focus pada ponselnya. Bola mata pria itu melotot sempurna sambil menutup mulut karena tidak percaya. “Ada apa dengan mukamu itu?” tanya Axel mendekat ke arah Daniel sambil melirik ponsel pria itu. Dia juga terkejut bukan main. “Apa ini? Kenapa bisa menyebar? Sudah berapa lama? Citraku sudah hancur? Dasar gadis pembawa sial…!” teriaknya panjang lebar sambil merebut ponsel Daniel. Axel melempar benda pipih itu sampai mengenai guci hingga pecah, “Bereskan dia dan rumor itu.” Daniel mengambil nafas panjang, “Rumor terlanjur menyebar di seluruh perusahaan. Bagaimana cara memperbaiki citramu yang rusak.” Pria itu bangit dari sofa, “Ganti ponselku dengan yang baru. Dan jangan buang-buang amarahmu itu.” Mendengar perkataan Daniel, membuat Axel kesal. Dia hanya bisa terbuka dan bersikap biasa dengan pria yang berstatus sebagai teman sekaligus sekretarisnya. “Aku punya rencana. Tapi, kau harus berkorban,” usul Daniel sambil tersenyum seakan memiliki rencana brilian. Amarah Axel mulai redup. Rencana apapun itu pasti dilakukan. Asalkan, tidak berhubungan dengan banyak orang. Dalam kondisi emosi yang kurang stabil, pria itu cenderung tidak bisa berpikir jernih. Untuk itu, Daniel selalu membantu jika saat seperti ini. Sesempurna apapun seorang manusia, pasti mempunyai banyak kekurangan. Seperti halnya Axel, pria itu luar biasa dalam segala hal. Namun, jika berurusan dengan emosi yang meluap, otaknya mendadak tumpul.  BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN