Kecupan Ben

1647 Kata
“Eh kamu, bawakan ini kepada Tuan Muda Ben,” perintah Simi yang bekerja sebagai seniornya. Evalinda menoleh kanan kiri, tentu saja jam begini semua orang akan beristirahat dan tinggal dirinya dan Simi yang ada di dapur. Mereka bertugas membereskan dapur. “Baiklah,” jawab Evalinda mengambil nampan yang berisi teko, satu cangkir kosong, dan sepiring cemilan sehat. “Eh tapi Tuan Muda Ben bukan orang yang datang makan malam di sini?” “Dia itu Tuan Muda pertama,” kata Simi. “Apakah tidak ada yang bisa Anda suruh selain saya?” tanya Evalinda meringis meminta tolong kepada Simi, namun Simi menggelengkan kepala. “Apa kamu pikir bisa tawar menawar denganku? Tugas kita melakukan ini semua, jadi kamu harus melakukannya,” jawab Simi membuat wajah Evalinda mengkrut karena harus berusaha menghindari Ben. “Baiklah. Kalau begitu … saya akan pinjam ini,” kata Evalinda mengambil masker berwarna hitam yang ada di lemari paling atas. “Untuk apa kamu mengenakan masker?” tanya Simi. Evalinda membulatkan matanya, tidak mungkin juga ia harus menceritakan kepada Simi tentang apa yang terjadi antara dirinya dengan Tuan Muda di rumah ini. “Aku takut jika Tuan Muda tidak suka melihat wajahku.” “Terserah kamu saja. Pergi lah. Beliau pasti sudah menunggu,” kata Simi. “Baik,” angguk Evalinda. “Kamu tahu ‘kan kamar Tuan Muda Ben?” tanya Simi. “Ada di lantai lima, kamar yang berada di pojok kanan,” kata Evalinda. “Bagus. Lakukan sekarang dan jangan melakukan kesalahan,” kata Simi. “Aku akan mengawasimu.” Evalinda menganggukkan kepala, namun tak tahu arah jalan karena rumah ini terlalu ribet menurutnya dan terlalu banyak tangga dan ruangan yang tidak terpakai. “Kenapa diam saja?” tanya Simi “Saya tidak tahu jalan,” jawab Evalinda. “Di sini ada beberapa lift, tapi jangan pernah naik lift dibagian kanan, lift khusus pekerja disebelah kiri, bagian sini,” kata Simi menjelaskannya, membuat Evalinda mengangguk paham. “Jika kamu sudah paham dan mengerti, silahkan kerjakan sekarang. Jangan melakukan kesalahan. Tuan Ben orang yang tegas, kamu tidak boleh menanyakan apa pun, antarkan saja ini dan keluar dari kamarnya setelah menaruhnya.” Evalinda lagi-lagi mengangguk. Evalinda lalu berjalan menuju lift yang di jelaskan Simi, ketika hendak masuk ke lift, Evalinda terus memperhatikan setiap sudut ruangan, semuanya terlalu sempurna, bahkan ia yang melihatnya sangat kagum, apalagi yang memiliki tempat ini. Sungguh matanya dimanjakan ketika ia pertama kali memasuki mansion ini. Lift terbuka, lift dengan pinggiran emas 24 karat itu terbuka. Luar biasa. Evalinda melihat sekeliling lift, lalu melihat dirinya didepan cermin besar. Evalinda tersenyum melihat bentuk tubuhnya yang begitu sempurna, apalagi kulit putihnya, andaikan ia mengurai rambutnya akan terlihat sempurna, namun semua maid diharuskan mengikat rambutnya rapi. Sampainya dilantai 5, Evalinda melihat beberapa pintu kamar. Dan, tertuju pada kamar yang ada dipojok kanan, Evalinda menghampiri pintu itu dan berdeham untuk memperbaiki suaranya juga penampilannya. ‘Ya Tuhan … lindungi aku. Aku tidak mau bertemu dengan pria itu. Aku akan menaruh nampan ini dan langsung pergi. Lindungi langkah kakiku.’ Evalinda membatin dan memperbaiki napasnya yang terdengar memburu. Evalinda mengetuknya pelan, namun tak ada yang menjawab, sekali lagi mengetuknya dan belum juga ada jawaban, Evalinda bersikukuh dengan pikirannya sendiri dan memilih masuk sendiri. Evalinda memutari gagang pintu dan terkejut ketika melihat seluruh ruangan yang begitu rapi, seluruh ruangan yang juga didominasi berwarna gold, semua ranjang dan nakas ada karatan emas. Evalinda terus saja menyusuri setiap sudut kamar dengan matanya, dan lebih terkejut ketika melihat Ben yang kini sedang duduk di tepi ranjang. Evalinda menghela napa halus dan mencoba memperbaiki detakan jantungnya. “Permisi, Tuan Muda,” ucap Evalinda. “Saya membawakan teh hangat dan cemilan.” “Taruh saja di situ,” jawab Ben tertawa melihat Evalinda yang mengenakan masker. Evalinda menaruhnya diatas meja bundar yang ada didekat nakas dekat dinding kaca. Evalinda sejenak menoleh menatap Ben yang tengah membaca buku. Tampan sekali lelaki itu. Lelaki yang pernah menikmati tubuhnya dan menari di atasnya. “Wah, aku tahu buku ini, aku sudah membaca buku ini sampai seri ke empat, dan buku ini—“ Evalinda membulatkan matanya penuh, ketika ia berbicara santai pada Ben, sedangkan Simi mengingatkan bahwa ia tidak boleh melakukan kesalahan. “Maafkan saya, Tuan Muda,” lirih Evalinda yang tak bisa menjaga omongannya dan memukul bibirnya pelan. Ben tertawa kecil melihat tingkah Evalinda yang berusaha terlihat bersikap natural. Meski Evalinda berusaha melakukan sesuatu yang tidak akan membuat Ben mengetahui tentangnya, namun Ben tahu betul meski Evalinda mengenakan masker. “Duduk di sini,” kata Ben, mempersilahkan Evalinda duduk disampingnya. “Jangan, Tuan, saya—“ “Silahkan duduk. Ini perintah,” kata Ben, membuat Evalinda terpaksa duduk disamping lelaki itu, lelaki tampan yang sangat jarang “Maafkan saya, Tuan Muda, saya—“ “Aku lebih senang kamu berbicara santai,” kata Ben bersikap lembut dan pura-pura tidak tahu tentang Evalinda. “Jangan, Tuan Muda, bukan wewenang saya untuk berbicara santai pada Tuan Muda,” jawab Evalinda. “Tidak usah berlebihan, itu berlaku jika hanya ada kita berdua,” sergah Ben, membuat Evalinda menundukkan kepala. “Apa benar kamu sudah membaca buku ini?” Evalinda menganggukkan kepala. “Sudah, aku sudah membacanya sampai seri ke empat.” “Dari semua buku ini aku sudah memilikinya,” kata Ben. “Wah. Sampai seri ke 7?” “Benar. Tapi saya baru membaca seri ke 2,” jawab Ben, lagi, membuat Evalinda senang akhirnya mendapatkan teman. “Kamu membacanya dimana?” “Aku membeli bukunya sampai seri ke 3 karena aku tidak mampu membelinya, aku jadi meminjam punya temanku dan membacanya sampai selesai,” seru Evalinda. “Kenapa kamu mengenakan masker?” tanya Ben menoleh menatap Evalinda. Evalinda menundukkan kepala dan menggeleng. “Saya memiliki penyakit yang bisa tertular,” jawab Evalinda terus saja menunduk dan tidak mau bertemu mata dengan Ben. Ben tertawa dan menggelengkan kepala. “Sepertinya kamu tidak asing,” kata Ben. Evalinda membulatkan matanya penuh dan bangkit dari duduknya. Evalinda menggelengkan kepala lalu berkata, “Kita baru bertemu hari ini, Tuan Muda,” kata Evalinda. “Kenapa kamu seterkejut itu?” tanya Ben. Evalinda menggelengkan kepala dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Evalinda terus menundukkan kepala dan tidak mau menatap mata Ben. Ben tertawa dan menggelengkan kepala. “Tuan Muda, saya permisi,” kata Evalinda hendak melangkah keluar, namun Ben bangkit dari duduknya dan menghampiri Evalinda. Evalinda membulatkan matanya penuh dan terus menatap tatapan mata Ben. “Saya harus bekerja,” kata Evalinda. “Kamu mau kemana?” tanya Ben lalu menepuk dua kali tangannya, membuat pintu kamarnya terkunci otomatis ketika mendengar suara tepukan tangannya. Evalinda membulatkan matanya dan menatap wajah Ben. “Ada apa ini, Tuan Muda?” tanya Evalinda. ‘Aku mohon. Jangan mengenaliku. Aku tidak akan bisa ada di rumah ini jika ia mengenaliku. Hiks aku harus apa sekarang?’ Evalinda membatin membuat Ben terus menatapnya. Ben mengangkat tangan kanannya dan membuka masker Evalinda, membuat wajah Evalinda terkuak, lalu spontan menundukkan kepalanya. “Aku sudah mengenalmu,” kata Ben membuat Evalinda mendongak dan menatap mata pria yang kini berdiri tidak jauh darinya, bahkan hanya ada beberapa senti saja. “Aku tidak mengenalmu,” jawab Evalinda. “Tidak masalah jika kamu tidak mengenalku,” kata Ben membuat Evalinda membulatkan mata. “Yang terpenting dari itu, aku yang mengenalmu.” “Kamu mau apa? Apa kamu marah padaku karena aku mencuri uang didompetmu? Aku terpaksa melakukannya karena aku tidak punya uang, dan kamu tahu bahwa itu hanya kesalahan,” kata Evalinda menjelaskan membuat Ben menghela napas panjang. “Aku mohon maafkan aku. Aku akan membayar uang yang sudah aku pakai.” “Aku tidak membutuhkan uang itu,” kata Ben. “Lalu? Apa yang kamu butuhkan? Apa uang sewa ketika kamu mengantarku ke Hotel Reksa? Bukankah aku sudah membayarmu dengan ….” Evalinda ragu mengatakannya. “Dengan apa?” “Dengan itu,” kata Evalinda. Ben tertawa, ia merasa Evalinda sangat manis. “Aku punya syarat untukmu.” “Syarat?” “Ya.” “Apa maksudmu?” tanya Evalinda. “Kamu mau membayar uangku, bukan?” tanya Ben. “Benar. Lalu?” “Kamu harus bekerja denganku jika kamu mau membayarku.” “Aku sudah bekerja di rumah ini,” kata Evalinda. “Kamu harus bekerja pribadi untukku,” kata Ben membuat Evalinda mendongak. “Pribadi?” “Maksudku ….” “Apa?” “Sudah lah. Aku akan mengatakannya padamu.” “Aku tidak jadi melakukan audisi pencarian model itu, jadi aku tidak punya uang sekarang dan aku pastikan akan membayarnya. Aku tahu aku salah dan telah mencuri uangmu. Tapi, aku tidak memiliki uang untuk membayarmu sekarang. Aku minta kamu bisa memahaminya.” “Kenapa kamu bekerja di rumah ini?” “Aku bekerja di rumah ini karena … temanku yang mengenalkan Miss Erra padaku.” “Benarkah?” Evalinda menganggukkan kepala dan ketika mendongak … Cup. Evalinda membulatkan matanya penuh ketika Ben mengecup bibirnya. Evalinda seperti tersihir dan ia tidak bisa berkedip menerima kecupan itu. Ben kembali mengecupnya tak membuat Evalinda bergeming sema sekali. Ben tertawa dan kembali mengecup Evalinda. Evalinda akhirnya tersadar dan berkata, “Apa yang kamu lakukan?” “Aku mengecupmu,” kata Ben. Evalinda lalu melangkah mundur dan berkata, “Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu menciumku?” “Aku merindukanmu,” kata Ben. “Kamu sudah gila,” kata Evalinda memegang bibirnya dan menghapus ciuman Ben. “Kenapa? Kamu tidak suka?” “Apa kamu pikir aku seperti wanita panggilanmu? Apa kamu pikir aku akan senang hati menerima ciuman dari kamu?” tanya Evalinda menampar wajah Ben, membuat Ben membulatkan matanya, reaksi Evalinda benar-benar berlebihan, ia seperti pria b******k yang menerima tamparan dari wanita yang tidak menyukainya. Evalinda menghela napas kasar dan berkata, “Meski kita sudah bertemu dan kamu telah merenggut keperawananku dulu, namun aku tidak pernah senang ketika kita bertemu lagi. Lagian kamu meniduriku kala itu karena menganggapnya membayar apa yang kamu lakukan untukku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN