“Aku yakin pintu hati Kemala sudah tertutup untukku. Tak mungkin lagi aku kejar,” Gerhana bergumam lemah, dia sadar tak mungkin menggapai maaf kekasih hatinya itu.
“Rasanya aku sudah nggak ingin buka hati untuk siapa pun. Entahlah. Tapi saat ini sakit yang Kemala rasakan itu sakit yang aku rasakan juga. Jadi aku belum ingin memulainya dengan siapa pun. T idak ingin lagi.”
“Aku sudah mengatakan ini pada papa. Terserah papa mau terima atau enggak. Niatnya lusa aku sudah mulai urus cerai ku itu.”
“Tapi Papa bilang tunggu sampai anak itu lahir, setidaknya dia bisa punya akte. Tapi aku sudah jatuhkan talak di depan Papa dan Mama angkat. Surat cerai akan aku urus setelah anak tersebut lahir.”
“Aku juga katakan sama papa dan mama, awal kami bisa berbuat begitu karena Witri memang membuka pintu dengan menggunakan lingerie. Kalau dia tidak memancing tentu tidak akan terjadi seperti ini. Witri tak berani membantah saat aku lapor sperti itu. Karena memang dia yang menggoda lebih dulu.”
“Dan Papa mamaku sepertinya juga sedang taraf proses cerai. Papa sudah tak ingin lagi melanjutkan pernikahan mereka yang salah. Entahlah aku juga nggak mengerti kenapa mereka dulu bisa menikah, padahal ketika itu mama kandungku baru dua bulan meninggal. Aku rasa ada sesuatu juga di antara mereka yang membuat mereka menikah.”
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Selesai ya Bu Ahilya,” kata dokter yang menangani Ahilya. Rupanya Ahilya baru selesai pasang kontrasepsi agar tidak hamil lagi. Ahilya dan Ferdi akan serius mengawasi pertumbuhan dan perkembangan Rangga lebih dulu.
Mereka juga harus mulai menata kehidupan rumah tangga yang pondasinya dibentuk atas dasar terpaksa. Walau cinta mereka sangat kuat, cinta anak muda, tapi mereka kan dikondisikan untuk menjadi keluarga dengan keadaan atau kehadiran Rangga. Kalau tidak ada Rangga tentu mereka masih sama-sama bebas. Tapi karena anak itulah mereka menjadi kuat dan dewasa.
“Terima kasih Dokter,” kata Febri sambil membantu ‘istrinya’ turun dari ranjang periksa.
“Sama-sama Pak. Tapi beneran belum pernah kan? Jangan sampai besok kami dibilang gagal karena ternyata Bapak sudah pernah menanam benih.”
“Belum Dokter. Selama ini konsentrasi kami di perawatan putra kami Rangga. Jadi kami belum pernah sama sekali melakukannya,” kata Febri, padahal bukan karena itu mereka belum melakukannya, tapi karena selain Rangga ada di rumah sakit, Ahilya juga belum pulang ke rumah karena sejak melahirkan dia langsung dibawa Basanti ke rumahnya dulu. Jadi belum pulang ke rumah milik Keenan, sehingga tidak mungkin kan Febri masuk kamar Ahilya.
Walau sebagai sopir Febri tetap ikut ke mana pun Ahilya pergi, karena dia sopirnya Ahilya, tapi setidaknya mereka sebatas sopir dan Nona majikan bila di tempat umum. Beda kalau di rumah yang disiapkan oleh Keenan dulu.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Satu step sudah kita melangkah, kita benar-benar berkomitmen agar Rangga ter-urus dengan benar jadi tidak diganggu oleh adiknya dulu. Nanti kalau kita sudah mapan baru kita akan berpikir kapan Rangga dapat adik ya Ma,” kata Febri saat mereka keluar dari ruang dokter kandungan.
Mereka di rumah sakit yang sama dengan Rangga dirawat, sengaja mengambil kesempatan biar sekalian semuanya tuntas di sini. Jangan sampai mereka nanti lupa dan malah ada masalah baru dengan kehadiran bayi.
Febri dan Ahilya biar bagaimanapun tak mau menggugurkan kandungan bila dapat lagi. Karena itu adalah anugerah. Sama seperti Rangga biar bagaimanapun Rangga adalah anugerah buat mereka. Mereka tidak menyesal punya anak yang mendapat kelainan seperti itu. Pasti itu ada hikmahnya, walau mereka sedang tak punya dana, tapi tetap saja sekarang tertolong dengan hasil penjualan mobil yang dilakukan oleh Ahilya.
Begitupun barang-barang brandeed sudah diiklankan, yang laku langsung dikirim oleh Ahilya menggunakan jasa ekspedisi sehingga keuangan mereka cukup stabil untuk tahap sekarang.
Mereka benar-benar harus mengikat kencang ikat pinggang mereka agar uang tidak cepat habis, karena mereka sangat butuh untuk pengobatan Rangga sementara mereka belum punya income rutin.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Sudah ketemu dengan Ahilya Kak?” tanya seorang perempuan cantik.
“Belum. Sejak dia meninggalkan rumah Nagendra aku belum ketemu. Aku kan langsung pulang ke sini dan aku langsung urus surat perceraianku dengan Basanti jadi aku sama sekali belum bertemu Ahilya apalagi mencarinya,” Tama atau Pratama Haris menjawab pertanyaan perempuan itu.
“Seharusnya kamu cari dia lebih dulu, dia itu korban korban biadab Basanti walau terjadinya cucumu memang kesalahan Lia ( perempuan itu memanggil Ahilya dengan panggilan special Lia ).”
“Sekarang semua orang menikam dia, seakan dialah tokoh utama semua kesalahan. Padahal dia tidak bersalah. Hanya kita yang tahu bagaimana tertekannya dia. Hanya kita yang bisa membela dia. Tapi kita malah bersembunyi jauh dari dia. Kita harus cari dia sebelum dia tamba terpuruk. Sebab ibu baru melahirkan tentu rentan dengan baby blues,” balas perempuan itu.
Dia ingat dimasukkan rumah sakit jiwa sehabis melahirkan putri mungilnya dulu. Dia di cap gila karena baby blues. Dia tak ingin Ahilya sendirian menatap dunia, sedang Basanti sangat keras pada putrinya itu.
“Baik aku akan cari, karena setahu aku ponselnya sudah tidak aktif lagi. Mungkin dia ganti ponsel agar tidak dihubungi aku atau mamanya.”
“Mama yang mana?” tanya perempuan berwajah lembut tersebut.
“Ya Basanti-lah. Selama ini kan semua juga tahu dia anak Basanti yang keras dan ambisius itu. Mau diapain lagi?” keluh Tama.
Perempuan tersebut tersenyum miris.
‘Aku harus bisa bangkit untuk membela Ahilya. Pembelaan Ahilya terakhir untuk diriku sudah sangat maksimal. Aku harus bangkit dan membalas semua pengorbanan Ahilya buatku. Aku akan bangkit!’
‘Saatnya aku balas dendam. Sudah terlalu lama kamu nginjak-nginjak aku. Selama ini aku mengalah. Tapi tidak kali ini. Tidak lagi dan tak akan pernah lagi,’ tekad perempuan itu tegar.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Ada apa Pak Nagendra?” tanya Basanti yang hari ini didatangi oleh mantan besannya.
“Saya mendengar kabar kemarin usaha Anda sedikit terganggu, katanya dalam waktu bersamaan garasi Anda ada kendala di listrik atau apa pun yang berkaitan menghambat operasional usaha Anda. Saya dengar dari beberapa orang soal itu.”
“Saya hanya ingin mengedepankan bahwa itu bukan saya penyebabnya, atau lebih tepatnya itu BELUM saya. Karena saya belum bergerak Bu Santi. Saya akan bergerak sebentar lagi. Kalau yang masalah kecil kemarin itu bukan saya. Sekali lagi itu bukan saya. Kalau Anda mau mencurigai saya silakan saja.”