Malam itu, saat embun membasahi dedaunan dan angin lembut membawa bisikan sunyi, Jana duduk di sofa ruang tamunya. Cahaya lampu temaram menyorot wajahnya yang pucat, matanya yang biasanya ceria kini penuh kecemasan. Telepon di meja sampingnya berdering, memecah keheningan dengan nada yang nyaring dan mengganggu. Dengan tangan gemetar, Jana mengangkat telepon itu. Di seberang sana, suara mantan suaminya, Rayyan, terdengar berat dan patah-patah. "Jana... aku telah membunuh Gwen." Kata-kata itu bagai petir yang menyambar tanpa ampun, mengguncang seluruh tubuh Jana. Dunia di sekelilingnya seakan berhenti berputar. Dadanya terasa sesak, napasnya tertahan di tenggorokan, dan air mata tanpa sadar mulai mengalir di pipinya. "Apa yang kau katakan, Rayyan? Bagaimana bisa...?" suaranya nyaris tak t