"Selamat, Pak." Ucapan selamat itu, yang meluncur dari bibir Jana, justru menambah sesak di d**a Aksa. Hatinya seperti dihimpit beban tak terlihat, semakin berat dengan setiap kata yang terucap. Malam itu, Aksa berada di apartemen Jana, di ruangan yang sempit namun penuh dengan kenangan dan harapan yang pernah mereka bangun bersama. Mata Jana memancarkan kilau kebahagiaan yang tak bisa Aksa bagi. Ia ingin perempuan itu mengerti, ingin Jana melarangnya merayakan kebahagiaan yang terasa hampa ini. Segenap usaha dan pengorbanan yang telah Aksa curahkan, kini terasa sia-sia. Kebahagiaan yang diharapkan ternyata menyisakan luka di hatinya. Di balik senyuman Jana, Aksa merasakan dinginnya kesepian. Ia merasa terasing dalam kebahagiaan yang bukan miliknya. Hanya hening yang menemani mereka, se