"Lu siapanya Leonor? Mau bawa dia kemana?" Tanya seorang wanita mendekat ketika Jerome sudah membaringkan Leonor di mobil.
"Saya dokter tempat Leonor koas."
"Atas dasar apa jemput Leonor? Lu juga harus kasih bukti kalau emang dokter kosnya Leonor."
"Datang aja besok ke rumah sakit," Ucap Jerome tenang dan masuk mobil.
Membuat perempuan bernama Leena itu jadi berhenti menaruh rasa curiga mengingat pria itu sangat tenang dan… menakutkan.
Jerome membawa Leonor ke apartemennya. Membungkus perempuan itu dengan jaketnya sebelum menggantinya dengan pakaian baru milik Jerome. Menelan saliva kasar dengan tubuh yang mendidih kepanasan tatakala menggantikan baju perempuan itu. Namun, Jerome berhasil menahan sisi liarnya dan membiarkan Leonor beristirahat setelah dia berdrama.
Malam itu, Leonor tidur dengan nyenyak di apartemen Jerome. Sampai bangun di pagi hari karena suara dering ponsel yang sangat mengganggu. Dia mengambil ponsel di nakas dengan posisi tengkurao dan mata yang masih terpejam. kemudian mengangkatnya. "Hallo?"
Dan seseorang di dalam sana sama sekali tidak menjawab. "Hallo? Hallo Bandung," Lanjutnya masih dengan kebingingan, juga ngantuk yang berlebih.
"Um, Aa mana?"
"Aa? Salah sambung kali."
"Nggak kok, ini nomor Aa aku. Boleh gak liat wajah kamu?"
Leonor yakin pasti ini orang iseng. Dengan wajahnya yang tidak kobe, Leonor mengarahkan layar ponsel pada wajahnya. "Mau ngapain lu pada? Nyokap Bokap gue di bidang hukum. Nanti kalau… Hoamm.. Macam-macam kalian bisa langsung digigit macan," Ucapnya kembali memejamkan mata tidak mempedulikan ponsel itu.
Tanpa Leonor ketahui, kalau panggilan berubah menjadi video call group. "Kakak, itu calonnya si Aa. Jangan berisik kayaknya baru bangun deh."
"Mereka sekamer, Dek?"
"Iya kayaknya. Pas adek telpon udah kayak gitu."
"Berani bener si Jerome. Mana sekarang ponselnya dipegang sama calonnya."
Leonor yang sedang tidur mulai naik ke permukaan kesadaran mendengar percakapan itu.
"Berani bener dia bawa cewek ke kamar. Hati-hati, dia bilang gak punya pacar tapi nyatanya udah dilamar secara pribadi. Jangan-jangan nanti udah hamil aja."
"Kakak jangan gitu. Nanti Aa marah."
"Lebih marah Mamah lah. Kenapa dia bawa cewek masuk ke kamarnya? Tapi mayan sih wajahnya. Dia gak sadar lagi VC-an sama kita?"
"Ngantuk banget kayaknya. Padahal aku udah gak sabar buat kenalan lebih dekat sama calonnya A Jerome."
Leonor semakin sadar. Apa ini?
"Lihat, dek. Kok si Jerome mau ya? Ileran kalau tidur."
"Kakak jangan gitu. Nanti A Jerome marah loh."
JEROME?! "Aaaaaaaa!"
"Aaaaaaa!" Dua orang lainnya dalam video itu ikut menjerit kaget saat Leonor tiba-tiba duduk dan menatap layar monitor sambil teriak. "Kamu kenapa?" Tanya si wanita.
"Maaf semuanya. Maaf. Maaf." Leonor langsung mematikan panggilan dan sadar kalau itu bukan ponselnya
Tunggu, dimana dia? Leonor diam sejenak sampai dia mengingat sebagian kecil tadi malam. "Hah malu-maluin aja sih gue. Mana hape nya ke… video call!" Teriaknya langsung turun dari ranjang.
"Bapak?! Pak?!" Panggilnya panik. Menelusuri semua ruangan termasuk memasuki kamar yang diyakininya adalah milik Jerome. "Pak, tadi a-Aaaaaa!" Sepertinya pita suara Leonor akan habis karena dia baru saja melihat Jerome yang sedang berpakaian.
Membuatnya kembali menutup pintu dan menghentakan kakinya malu.
"Apa?" Tanya Jerome keluar kamar setelah selesai berpakaian.
"Ini tadi ada yang VC, saya angkat dan ternyata itu saudara-saudara Bapak! Lagian bukan salah saya, siapa yang simpen hape bapak di dekat saya?"
"Yaudah santai," Ucap Jerome memeriksa ponselnya. "Siapin sarapan dulu. Saya harus periksa sesuatu."
"Pak? Gak mau kasih saya penjelasan gitu kenapa saya bisa disini?"
"Kamu mabuk, saya bawa kamu pulang daripada sujud ke tiang," Ucap Jerome dengan santai. "Bikin sarapan atau kamu terlambat masuk ke RS nanti."
****
Sekali lagi, Leonor memasak nasi goreng sebelum dirinya mandi dan memakai baju kemarin lagi mengingat dia tidak pulang dan tidak ada ganti. Punya Jerome terlalu kebesaran juga. "Gak papa lah dandan dulu. Simpen dulu segala pertanyaannya." Leonor sudah mengingat apa yang terjadi semalam. Tapi pertanyaannya, kenapa dia dibawa kesini oleh Jerome? Bagaimana pria itu tahu kalau dirinya ada disana?
Ketika keluar dari kamar tamu, Leonor melihat Jerome yang sedang menatap makanan di atas meja. "Kamu ada niatan bikin saya mati pelan?"
"Maksudnya?"
"Ini nasi goreng. Semalam nasi goreng."
"Ini yang paling simple. Tolong hargai kalau gak mau ya tinggal masak sendiri," Ucap Leonor menarik napasnya dalam kemudian tersenyum menahan pedih. "Pak, gimana yang saudara bapak ih. Mereka kayaknya liat saya lagi ileran."
"Nanti sore VCan aja lagi terus jelasin kenapa tadi bisa gitu."
"Mereka nyangka kita tidur satu kamar. Gimana kalau di kasih tau ke orangtua bapak? Nanti saya harus nikah sama bapak dong?"
"Sarapan dulu," Ucap Jerome santai. "Gak usah panik gitu. Mereka cuma dua kutu hama. Nanti saya beresin."
Leonor ini ingin menanyakan lebih panjang terkait semalam. Namun dia memiliki jadwa masuk pagi. "Pak, kita ngobrolnya nanti lagi ya. Saya harus masuk stase THT dulu, Pak."
"Nanti sore kamu kesini lagi. Persiapan buat makan malam besok sama keluarga saya."
"Hah?" Leonor benar benar ingin tahu, tapi dia juga memiliki jadwal padat hingga memilih nanti saja.
"Pak, saya berangkat dulu deh."
"Mobil kamu udah ada dibawah. Kuncinya di meja."
"Nah gitu dong, Pak. Baik sama saya, jangan nyebelinnya aja."
Jerome sampai menggelengkan kepala karena Leonor tidak tahu Terima kasih.
Leonor cepat-cepat mengendarai mobilnya dan akhirnya sampai tepat waktu. Karena refresh materinya dirasa cukup sehari, maka mereka langsung terjun dengan pasien seperti sekarang.
Mengikuti arahan sang PPDS. Leonor banyak mengikuti observasi pasien bersama dengan sang PPDS bersama dengan yang lainnya.
PPDS yang diikuti sekarang ini masih muda, dia seorang perempuan yang terpesona ketika melihat Jerome datang. "Duh calon ditektur ganteng banget," Gumamnya terdengar oleh anak-anak koas di belakangnya.
Berbeda dengan yang lain, Leonor malah memicingkan mata ketika Jerome datang di lantai satu. Membuat Leonor tidak sadar apa yang ada didepannya hingga..
Brukk! leonor menabrak seseorang hingga keduanya jatuh.
"Tuan, anda tidak apa-apa?'
"Gak apa apa gimana. Pinggang saya sakit. Udah tua tapi malah ditabrak astaga."
Sang PPDS ikut panik dan membantu pria tua itu bangun. "Bapak tidak apa? Perlu saya bawakan kursi roda."
"Gak papa. Saya baik-baik aja."
Sang PPDS memandang Leonor yang masih berusaha menghilangkan rasa sakit di sikunya.
"Kamu kalau jalan lihat-lihat. Jangan kayak gitu."
Sang direktur merasa perlu melihat anak ini dimarahi supaya tahu tatakrama. Tidak sampai perempuan mengangkat pandangannya dan membuat Sang Direktur rumah sakit panik. "Aduhh.. Aduh.. Nak, bangun. Kamu gak papa? Mana yang sakit?"
Berhasil membuat sekitarnya sampai bertanya-tanya.
"Ralat ralat, bukan anak ini yang salah. Tapi lantainya emang miring jadi dia jalannya ke samping sampai nabrak saya. Bukan salah dia," Ucap Kakek penuh penekanan.
Kakek juga paham orang orang mulai penasaran. "Dia mirip calon istrinya cucu kedua saya. Makannya saya langsung ngerasa akrab. Saya bahkan gak tahu namanya. Iya kan, Leonor? Eh."
Leonor menghela napasnya. Kakek dan cucu sama sama menyebalkan sekali. Disisi lain di waktu yang bersama, Jerome juga sedang mengalami kesulitan dari kakaknya.
"bilangin ah ke Mama kalau kalian bobo bareng. cieeee...... normal lu?" Tanya Jaegar yang kalau telponnya dimatikan pasti akan mewujudkan ancamannya.