Felora diletakan hati-hati ke kamarnya, Amira dan Kaflin juga sempat terkejut dan khawatir. “Tidur,” beritahu Halim menenangkan orang tuanya. Kikan langsung menyelimuti Felora, bahkan menghujani wajah putrinya dengan ciuman di kening. Menahan tangisnya, “jangan ulangi, ya Fel. Bunda rasanya tak sanggup mengulangnya lagi, dapati kamu pergi tanpa pamit begitu.” “Sagara,” panggil Kaflin yang merangkul cucunya, “terima kasih. Felora sudah menyusahkan kamu pasti dengan keinginan kerasnya yang tidak mau pulang. Ke rumah sakit.” “Seharusnya aku bisa lebih cepat membujuknya pulang, tidak membuat Eyang dan lainnya menunggu kepulangan kami dengan cemas.” Dia kemudian menundukkan kepala, terutama saat menatap Halim, “Sagara minta maaf,” tulusnya. Kaflin dan Amira tersenyum, “Sagara mungkin