Semalam suhu tubuh Felora agak meningkat dari angka normal, Halim dan Kikan sampai tidak begitu bisa istirahat dengan tenang. Mereka sudah menduga hal semacam itu bisa terjadi, imun dalam tubuh Felora bisa dikatakan berbeda. Mudah sekali sakit. Bukan tanpa alasan selama ini mereka begitu posesif pada putrinya. Hingga Pagi ini ketika Felora bangun, ia hanya mendapati ibunya. Kikan membantunya sambil lebih banyak diam. Baginya lebih baik jika Kikan bicara. “Bunda,” panggil Felora. Sejak tadi bahkan sudah minta ini dan itu agar Kikan selalu di dekatnya. “Maaf,” Kikan menatap putrinya lekat, “tahu salahnya kamu di mana sampai merasa perlu minta maaf?” Felora menghela napas dalam-dalam sambil menganggukkan kepala, “kabur, tapi kan aku sudah di sini.” “Kamu pulang pun dengan paksaan