“Hei, hari ini aku pergi ya ke Perth... Kamu baik-baik, aku pasti pulang. Mau menungguku, kan?” Mata Felora seketika terbuka, mengerjap pelan menemukan bagian atas ruangan bercat putih, sudah hampir dua bulan lamanya. Ia menarik napas dalam-dalam. Jantungnya terasa berdetak kuat, hingga mesin pemantau berbunyi. Memberi tanda ritme jantungnya terlalu cepat. Berbahaya untuknya yang masih masa pemulihan. Halim mendekat cepat, mengeceknya. Felora belum pernah mengalaminya pasca transplantasi. “Felora,” panggilnya. Mata Felora melotot tetapi tidak merespons panggilannya. Kikan mendekat, “Mas—“ “Kamu tunggu di luar!” Halim tidak punya banyak waktu “Felora kenapa?! Mas Felora...” Perasaan takut itu ternyata masih tersimpan rapat. Bisa kapan pun muncul mendebarkan hatinya hingga tak k