“Sadar nggak sih, Mas? Mas tuh berubah! Cuekin Dinar, alasan selalu sibuk dan sibuk! Dinar benci Mas Keenan!” Keenan dengan cepat menutup pintu kantornya setelah menarik lengan Dinar agar masuk kembali ke kantornya. Dia tidak ingin amarah Dinar didengar staff yang bekerja di kantornya. “Mas!” Dinar setengah terpekik saat Keenan sedikit memaksanya untuk duduk di atas sofa. “Jangan berbicara seperti itu di kantor Mas, Dinar.” Dinar terhenyak, karena Keenan menekan sepasang bahunya di atas sofa dengan kedua tangannya cukup kuat. Keenan terlihat menahan amarah, dan ini adalah pertama kalinya Dinar melihat sikap kasar Keenan terhadap dirinya. “Mas Keenan….” Dinar mendesah, tubuhnya melemah, dan perasaannya takut ketika mengamati mata Keenan yang memerah yang berkilat-kilat tajam tertuju