BAB 5 : Halaman Selir yang Kacau

2194 Kata
Aroma obat yang menyengat memenuhi ruangan itu. Aroma yang sangat dibenci oleh Rhaella, tetapi dia tetap duduk tanpa mengatakan apapun di kursinya seraya membaca sebuah buku. Tangan kanannya tiada henti mengipasi wajahnya yang dipenuhi oleh peluh, setelah beberapa saat menahan panas akhirnya dia melirik ke arah jendela yang langsung mengarah ke matahari barat, membuat ruangan tersebut menjadi sangat panas. “Siapa yang mengatur ruangan ini?” tanya Rhaella tiba – tiba. Dasha yang sedari tadi berdiri di sampingnya menjawab, “Saya, Yang Mulia.” “Di antara banyak kamar yang ada di halaman b***k, kenapa kamu harus memilih kamar ini? Lihatlah, kamar ini mengarah tepat ke matahari! Aku bahkan merasa darahku sudah mendidih hanya karena duduk di dalam ruangan ini selama sepuluh menit! Aku belum mati, tapi kenapa rasanya seperti di neraka!” Rullin mendengus di dalam hati tatkala mendengarkan ucapan dramatis Rhaella. Jika memang wanita itu tidak mau kepanasan, seharusnya dia pergi saja sedari awal. Dasha menghela napas di dalam hati, sudah terbiasa dengan sikap Rhaella yang kadang begitu dramatis saat tidak berada di hadapan orang banyak. “Saya minta maaf, Yang Mulia. Namun kamar di halaman b***k hanya tersisa lima dan semuanya menghadap ke arah matahari.” Rhaella mengerutkan keningnya. “Bagaimana bisa Istana Barat kekurangan kamar? Kemana perginya anggaran yang diberikan oleh Kaisar kepadaku?!” Dasha berusaha menahan gejolak emosinya dan berkata dengan lembut. “Yang Mulia, anggaran Istana Barat kebanyakan dihabiskan untuk membeli pakaian serta perhiasan Anda.” Karena merasa malu, Rhaella menutupi setengah wajahnya menggunakan kipas. “Selain kamar di halaman b***k, apa tidak ada kamar lain yang tidak menghadap ke arah matahari langsung?” “Ada,” Dasha berkata, “Ruangan yang tidak menghadap langsung ke matahari hanyalah ruangan yang ada di halaman utama dan halaman selir. Namun, rasanya tidak pantas bila saya mengatur kamar b***k ini di halaman utama. Saya juga merasa tidak pantas untuk menaruhnya di halaman selir.” “Kenapa tidak pantas? Pindahkan saja kamarnya, aku tidak masalah.” Dasha mengangkat kepalanya dan menampakkan wajah terkejut. “Anda ingin memindahkannya ke halaman utama?” Rhaella meringis, “Dasha, dia bisa melunjak bila aku memberikannya fasilitas mewah. Pindahkan kamar Rullin ke halaman selir.” Kali ini Dasha lebih terkejut, “Anda tidak ingin mengangkatnya sebagai selir, kan?” Rhaella memiringkan kepalanya, kemudian menatap Rullin yang kini tengah memandangnya dengan sedikit takut. “Hmm .. tergantung. Jika dia memiliki keterampilan di atas ranjang, mungkin aku bisa mengangkatnya sebagai selir. Tapi kalau kejantannya tidak mampu berdiri, maka menjadikannya selir adalah hal yang sia – sia.” “Rullin, apa kamu terampil di ranjang? Atau malah tidak bisa berdiri? Saat kamu masih menjadi kaisar, aku pernah dengar kamu tidak mempunyai satu pun selir. Karena itu, sejak dahulu kupikir kamu tidak cukup perkasa di ranjang.” Dasha hampir tersedak oleh ludahnya sendiri saat mendengar ucapan Rhaella. Bagaimana mungkin di dunia ini ada seorang wanita yang tidak punya malu seperti Rhaella?! Ketika para wanita bangsawan akan merasa malu dan takut saat membicarakan masalah ranjang, Rhaella Rhoxolany malah dengan bangganya membicarakan hal itu! Rullin memalingkan wajahnya dari Rhaella, merasa tidak kuat untuk meladeni ucapan wanita itu. Namun, Rhaella adalah tipe manusia yang tidak akan berhenti bertanya sebelum mendapatkan jawaban. “Kamu benar – benar tidak bisa berdiri? Tapi fisikmu terlihat sehat. Apa sebenarnya kamu hanya ingin berkomitmen dengan satu wanita saja sehingga tak ingin mengangkat selir? Hmm .. Memangnya pria bisa tahan kalau tak pernah tidur dengan wanita selama bertahun – tahun?” “Rullin. Rullin. Sepertinya kamu memang tidak bisa berdiri.” Rullin menggeram, “Yang Mulia, apa kau ingin memastikannya sendiri?!” Rhaella tersenyum, pandangan matanya tampak seperti pria tua m***m yang biasanya berada di rumah bordil. “Tekadmu sangat bagus, sangat menarik, dan lumayan jantan. Aku menyukainya. Dasha, persiapkan kamar barunya di halaman selir.” • • • Pada sore hari, Rullin akhirnya pindah ke halaman selir setelah Dasha mempersiapkan kamar untuknya. Kamar di halaman selir jauh lebih layak daripada kamar yang ada di halaman b***k. Terdapat sebuah taman besar serta gazebo kayu yang bisa digunakan sebagai tempat bersantai. Ketika Rullin datang bersama Dasha ke halaman selir, pria itu melihat dua selir Rhaella tengah memakan snack ringan di dalam gazebo. Keduanya memperhatikan pergerakan Rullin dengan seksama. Dari mata Dasha, kedua selir itu memancarkan aura permusuhan yang kuat kepada Rullin, seolah – olah merasa kesal karena Rhaella mempunyai selir yang baru. Dasha melipir ke samping Rullin dan memperingatkan Rullin. “Ingatlah, jangan sampai kamu membuat masalah dengan Selir Nino Azkar ataupun Selir Horus Lubov. Yang Mulia sangat menyayangi mereka, terutama Selir Azkar, kau mungkin akan mendapatkan masalah apabila membuat mereka tersinggung.” Baru saja Dasha berkata demikian, dia sudah mendengar Nino berseru kepada mereka. “Dasha! Apa dia akan menjadi selir baru?!” Dasha menghela napas di dalam hati, berpikir mungkin pertikaian antar selir akan dimulai sebentar lagi. Wanita itu menunduk sebentar, kemudian berkata, “Ya. Yang Mulia baru saja mengangkat Rullin sebagai selir.” Nino beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke hadapan Rullin. Kedua tangannya dilipat di depan d**a, terlihat ingin mencari ribut dengan Rullin. Walau dia lebih pendek dari Rullin, mata Nino tetap memandang Rullin dengan rendah. “Apa bagusnya kamu sampai Yang Mulia ingin mengangkatmu sebagai selir? Ya, kuakui wajahmu tampan dan tubuhmu lumayan bagus. Tapi apakah kamu cukup baik di atas ranjang? Mungkin saja kamu cepat kering dalam waktu beberapa menit.” Rullin yang biasanya hanya diam akhirnya menanggapi perkataan Nino. “Bagaimana denganmu sendiri? Dalam satu kali lihat, semua orang juga tahu bila kamu tidak mahir dalam urusan ranjang. Aku bahkan ragu kamu bisa menusuk setelah melihat wajah cantikmu itu.” Pupil mata Nino membulat, tangannya yang gemetar terangkat dan menunjuk wajah Rullin yang tampak menyebalkan. “Kau beraninya menghinaku!” “Kenapa? tidak suka?” Rullin menunduk, dia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Nino. “Apa kamu marah karena ucapanku benar? Mungkinkah sebenarnya Yang Mulia yang menusukmu setiap malam?” BUK! Nino memukul wajah Rullin dengan keras. Tangannya terasa sedikit kebas karena memukul tulang Rullin yang sekeras baja. “b******n! Tarik ucapanmu sekarang atau aku akan membuatmu babak belur!” Tanpa mengucapkan sepatah kata, Rullin menjambak rambut Nino sampai beberapa helai rambutnya tercabut dari kulit kepala. Seketika segalanya menjadi kacau dan Dasha hanya bisa menatap mereka dengan raut wajah panik. Hari ini adalah hari pertama Rullin menjadi selir, tapi dia sudah memulai pertikaian dengan selir lain. Bila Rullin menjadi selir lebih lama, mungkin halaman selir yang dipenuhi bunga akan berubah menjadi tanah tandus sebentar lagi. • • • “Hentikan!” teriak Rhaella dari kejauhan. Dasha yang baru saja melapor kepada Rhaella tampak kehabisan napas karena harus berlari bolak – balik dari halaman selir ke halaman utama. Dia berpikir mungkin akan lebih baik melayani seratus selir wanita daripada harus mengurus tiga selir pria. Ketika Rhaella menginjakkan kaki di halaman, dia dihadapkan oleh Rullin dan Nino yang sudah tampak kacau. Tidak. Sesungguhnya hanya Nino yang tampak kacau. Ada jejak keunguan di pipinya, rambutnya sudah teracak – acak, dan kedua matanya berair seolah tengah menahan tangis ketika melihat Rhaella datang. Kerah pakaiannya dicengkram kuat oleh Rullin, sehingga dia kesulitan bergerak. “Yang Mulia! Selamatkan saya, b******n gila ini terus menyerang saya. Dia pasti ingin membunuh saya!” adu Nino. Begitu Rullin melonggarkan cengkramannya pada kerah pakaian Nino, pria itu segera merangkak ke bawah kaki Rhaella. Dia memeluk betis Rhaella dengan kuat dan terlihat seakan sedang bersembunyi dari tatapan Rullin. Rhaella menutup setengah wajahnya menggunakan kipas lipat, berusaha keras untuk menutupi bibirnya yang ingin tertawa saat menyaksikan Nino yang ketakutan. “Rullin Vedenin! Apa kau sudah bosan hidup?! Beraninya menganiaya selir kesayangan Yang Mulia!” teriak Dasha. “Yang Mulia, Anda harus menghukumnya! Lihatlah, wajahku yang rupawan hampir rusak karena ulahnya!” Rhaella menekuk satu kakinya, kemudian berlutut agar bisa sejajar dengan Nino. Tangan kanannya memegang rahang Nino sambil memperhatikan lebam biru yang menghiasi kulitnya. Rhaella meringis, “Ck. Ck. Wajahmu benar – benar hancur.” Nino membulatkan kedua matanya, dia diam – diam berbisik dengan ekspresi ketakutan. “Apa seburuk itu? Tidak bisa diselamatkan?” Rhaella mendekatkan bibirnya ke samping telinga Nino, lalu tertawa pelan. “Bercanda.” Sebelum Nino membalas, Rhaella sudah lebih dahulu berdiri. Ekspresi bercanda di wajahnya telah berganti menjadi raut bengis yang ditakuti oleh para pelayan. Matanya memicing tajam ke arah Rullin, seraya menyentakkan kipas lipatnya ke telapak tangan. “Rullin Vedenin, aku baru saja melakukan kebaikan dengan memindahkan kamu ke halaman selir. Tapi apa yang sekarang kamu perbuat? Menyerang Nino Azkar tanpa menahan diri sedikitpun?” “Kau pikir halaman selir adalah arena bertarung!” Rhaella menggeleng, “Tidak. Tidak. Ini salahku. Seharusnya aku tidak mengajakmu berbincang dengan santai tadi, kamu pasti merasa mempunyai kekuasaan hanya karena berada begitu dekat denganku.” Rullin meludahkan seteguk darah dari bibirnya. Perlahan ia melangkah maju, tapi terhenti karena belasan prajurit disekelilingnya langsung mengangkat senjata. Pria itu menghela napas dan berkata dengan acuh. “Aku bahkan tidak pernah meminta kebaikanmu, Yang Mulia.” Di mata Rullin, tingkah Rhaella terlalu samar. Dia tidak mampu menentukan mana sifatnya yang asli. Antara Rhaella yang senang bergurau atau mengomel, dan antara Rhaella yang hangat atau dingin. Rullin tidak tahu, dan ia juga lebih baik tidak perlu menerka – nerka. Rhaella berdecak, “Kau benar – benar menghabiskan kesabaranku! Prajurit, bawa Rullin ke kamarnya dan kurung dia selama tiga hari! Jangan pernah bukakan pintu untuknya dan hanya beri makan satu kali sehari!” Para prajurit dengan sigap menuruti perintah Rhaella. Mereka memegangi tangan Rullin dan menyeret pria itu untuk masuk ke dalam ruangannya. Dasha yang berada di samping Rhaella segera berkata. “Haruskah kita memberinya pelajaran dengan menyiksa dia?” Rhaella menoleh, sedikit mengernyitkan kening saat mendengar hal itu. “Tak perlu, obat yang sudah kuhabiskan untuknya akan terbuang percuma bila dia terluka parah lagi.” “Kamu boleh pergi,” perintah Rhaella. Dasha membungkuk sekali, lalu pergi meninggalkan Rhaella di halaman selir. Pandangan wanita itu lantas turun untuk memandang Nino yang masih memeluk kakinya. “Kenapa kamu mengajaknya ribut? Memangnya kau pikir bisa menang melawan Rullin?” Nino meringis, “Aku pikir dia akan melemah karena sihirnya tidak ada.” Rhaella mendengus, “Bodoh. Walau tidak memiliki sihir, Rullin tetap saja seorang petarung. Tulangnya bahkan sekeras besi. Kamu beruntung dia hanya main – main, kalau dia serius, mungkin hidungmu sudah bergeser.” “Yang Mulia! Jangan menakutiku seperti itu!” Rhaella tertawa. “Cepat bangun, mari berbicara di ruanganmu.” • • • Nino memandangi wajahnya di hadapan cermin kecil. Dia sesekali akan meringis setiap kali mengoleskan obat ke kulitnya yang tampak biru dan membengkak. Di lain sisi, Horus tengah menuangkan teh untuk Rhaella. Aroma teh tersebut agak kuat, sehingga Rhaella sedikit penasaran dengan jenisnya. “Jenis teh apa ini? Aromanya enak.” Horus tersenyum, “Ini berasal dari teh hitam. Aromanya memang menenangkan, tapi rasanya sedikit pahit. Kalau terlalu pahit, Yang Mulia bisa menambahkan gula.” Rhaella mengangkat cangkirnya, kemudian menyesap tehnya sedikit. “Memang agak pahit. Tapi aku pernah dengar semakin pahit teh, maka akan semakin bagus untuk kesehatan.” “Benar, teh ini juga bagus diminum sebelum tidur agar kualitas tidur Anda meningkat.” “Khasiat yang bagus! Kirimkan beberapa ke ruanganku, kadang aku kesulitan tidur.” Horus mengangguk, “Baiklah.” “Kenapa kalian bisa-bisanya membicarakan teh di saat aku kesakitan seperti ini? Yang Mulia! Apa Anda tidak mau membantuku untuk mengoleskan obat?” Rhaella, “Jangan merengek kepadaku. Kamu jadi seperti itu karena ulahmu sendiri.” Nino mendengus, kemudian mulai merajuk, “Benar, ini salahku. Benar – benar salahku. Karena itu, silahkan abaikan keberadaanku.” Rhaella lantas berbicara kepada Horus. “Kenapa tidak membantunya saat dia berkelahi? Bukankah kamu duduk di dekat mereka?” Horus, “Cuacanya bagus hari ini, aku sedang tidak mau bertarung. Lagipula itu salahnya sendiri yang bertingkah congkak.” Nino merasa kesal dengan mereka berdua, sehingga dia berjalan mendekati mereka seraya menyentakkan kaki ke lantai. “Jika suatu hari nanti aku akan dibunuh saat cuaca sedang cerah, apakah kamu tetap akan mengabaikanku!” Horus mengangkat kepalanya untuk melihat Nino. “Berhenti merajuk dan mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal. Jika ada yang ingin membunuhmu, mereka pasti akan melakukannya di tempat gelap.” Nino mendengus sekali lagi, lalu duduk di samping Rhaella seraya mengambil biskuit kering. “Mengapa Anda membawa Rullin ke halaman selir? Apa ada yang Anda rencanakan?” Rhaella dengan ringan, “Halaman b***k terlalu jauh dari halaman utama. Kakiku bahkan sakit hanya karena berjalan bolak – balik untuk pergi ke sana.” Nino menatap Rhaella tidak percaya. “Omong kosong! Anda bahkan mampu berlari mengelilingi gunung dalam satu malam!” “Berhenti mengingat masa lalu. Kakiku sudah lama tidak digunakan.” Horus menanggapi dengan serius. “Apa Anda ingin kami mengawasinya dari dekat?” Senyuman di wajah Rhaella memudar. “Ya, aku ingin kalian mengawasinya dari dekat. Akan sulit mengawasi dia kalau Rullin tinggal di halaman b***k, lebih baik dia tinggal di sini. Tempat ini juga lumayan bagus, mungkin saja dia akan balas budi kepadaku suatu saat.” Nino menggelengkan kepalanya. “Yang Mulia, Rullin tidak akan membalas budi!” “Kenapa?” “Karena mengangkat seorang mantan kaisar sebagai selir adalah sebuah penghinaan besar! Yang Mulia, dia pasti akan membuatmu menderita jika kekuatannya sudah kembali.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN