Bab 13. Penolong?

1460 Kata
Satu jam setelah Feri keluar, Ariel Danish tiba di rumah sakit. Ia sempat mengunjungi rumah Melodi tapi tetangganya mengatakan jika Melodi masuk ke rumah sakit. Setelah bertanya beberapa tempat akhirnya Ariel menemukan rumah sakit tempat Melodi dibawa. Ariel datang sambil membawa bunga dan mulai mencari kamar perawatan Melodi. Setelah mendapatkannya, Ariel pun masuk dalam dan tersenyum pada Melodi yang sudah duduk bersandar di ranjangnya. “Mas Ariel?” sapa Melodi dengan wajah terkejut. “Gimana keadaan kamu?” Ariel tersenyum saat masuk dan mengambil sebuah kursi untuk duduk di samping ranjang. “Baik, Mas. Mel udah sedikit baikan.” Ariel lalu menyerahkan buket bunganya pada Melodi masih dengan wajah tersenyum. Melodi ikut tersenyum berterima kasih atas bunga tersebut. “Kamu sendirian?” tanya Ariel sambil melihat ke seluruh ruangan. “Sama Papa. Tapi Papa tadi keluar sebentar. Kata Papa nanti malam Papa kembali lagi.” Ariel pun mengangguk dan masih tersenyum. “Apa yang terjadi, Mel? Kenapa kamu bisa masuk rumah sakit? Kamu sakit apa?” tanya Ariel dengan raut mulai serius. Melodi tampak muram lalu menunduk sedih. Tangannya membelai beberapa helai kelopak bunga pemberian Ariel. “Mel ... keguguran, Mas,” jawab Melodi dan Ariel pun menaikkan alisnya terkejut. Ia terdiam beberapa saat lalu membuang mukanya ke samping. Entah mengapa Ariel merasa kesal, sangat kesal pada Rexy. Pria itu sudah merusak seorang gadis dan ia lolos saja karena itu. Ariel lalu mengulurkan tangannya serta menggenggam tangan Melodi. Akan tetapi, Ariel tidak sesungguhnya tulus. Ia harus bisa mengambil keuntungan dari kemelut yang ada. “Mas turut bersedih Mel,” balas Ariel berpura-pura peduli dan sedih. Melodi pun mengangguk percaya lalu ikut menggenggam tangan Ariel. “Apa pun bantuan yang kamu perlukan, Mas akan siap bantuin kamu. oke! Kamu jangan segan minta bantuan Mas Ariel.” Melodi mengangguk sambil membalas senyuman Ariel. Tak lama kemudian, ponsel Melodi bergetar. Ariel membantu mengambilkan ponsel itu dan menyerahkannya pada Melodi. Melodi pun mengangkat panggilan dari nomer tidak dikenalnya. Ternyata itu merupakan panggilan dari kepolisian. “Apa? Papa saya ditahan? Kenapa Pak?” tanya Melodi dengan suara agak tinggi. Ariel ikut memperhatikan apa yang terjadi. “Bapak Feri Halim membuat keributan di rumah milik Alexander Jodie. Kami harus mengamankan beliau. Sekarang sedang berada di polsek. Harap adik datang kemari. Atau jika ingin cepat menyelesaikannya lebih baik membicarakannya secara kekeluargaan dengan Nyonya Erni Jodie, karena menurut keterangan, ini masalah keluarga,” ujar petugas polisi yang menelepon. Melodi jadi kebingungan dan ia melihat Ariel dengan kening mengernyit. “Tapi saya masih di rumah sakit, Pak.” “Untuk saat ini hanya itu yang bisa dilakukan, jika mereka menarik tuntutannya maka kami bisa membatalkan kasus ini. Atau semua harus melalui proses hukum.” “Apa Papa saya akan di penjara?” “Itu tergantung pada keputusan pengadilan, Dek. Tapi untuk sementara Bapak Feri Halim kami tempatkan di sel Polsek saat ini.” “Kalau begitu saya akan ke rumah Ibu Erni Jodie dulu, Pak.” “Lebih baik begitu. Selamat malam.” Petugas polisi itu memutuskan sambungannya. Melodi yang kebingungan kemudian memandang Ariel. “Ada apa, Mel?” tanya Ariel juga ikut bingung. “Mas, tolong Mel.” Ariel mengangguk. “Tentu, Mas pasti tolong kamu.” Ariel menggenggam tangan Melodi mencoba menenangkannya. Ariel akhirnya membawa Melodi yang masih belum pulih menggunakan kursi roda ke rumah Erni Jodie. Dengan hati-hati, Ariel menaikkan Melodi ke mobilnya lalu melipat kursi roda ke dalam mobilnya. Ariel menyetir sendiri ke villa Erni Jodie untuk memenuhi keinginan Melodi yang ingin bernegosiasi dengan Ibunya. Namun Ariel tidak mengantar sampai ke dalam karena ia tidak ingin bertemu dengan keluarga itu. Melodi yang mengangguk setuju kemudian dilepaskan Ariel di ruang tamu. Melodi masuk sendiri dengan menggunakan kursi roda ke ruang tengah mencari Ibunya. Betapa terkejutnya ia ketika melihat Neneknya, Hera berada di tempat yang sama. Dan sebuah pembicaraan yang tak sengaja terdengar oleh Melodi. “Aku udah bikin jamu yang bikin dia keguguran jadi harusnya kamu ngasih bonus ke aku, bukan uangnya malah dipotong gini!” protes Hera dengan suara mulai tinggi. Melodi masih berada di balik tiang dekat ruangan tengah itu mendengarkan semuanya. “Ibu ini gimana sih? Aku kan belum tau, apa itu berhasil atau gak! Udah maen minta bonus aja!” sahut Erni dengan kesal. “Pasti berhasil lah, jamunya keras gitu. Dia pasti keguguran!” jawab Hera dengan santai dan sinis. Keduanya lantas masih berbicara tentang keguguran yang direncanakan tersebut dan Melodi mendengar seluruh pembicaraannya. Ia tidak menyangka jika Ibunya sendiri bisa berbuat setega itu. Erni melakukan apa pun bahkan sampai mengancam nyawa Melodi sekalipun. Tapi Melodi cepat menguasai diri. Ia mendorong kursi rodanya ke arah ruangan tengah dan keduanya terkejut melihat Melodi tiba-tiba muncul. “Kenapa kalian kaget? Kalian berdua mau bunuh Mel kan!” teriak Melodi dengan wajah marah sambil menunjuk. “Sejak kapan kamu masuk kemari? Siapa yang kasih ijin kamu masuk?” hardik Erni sambil berdiri. “Kamu benar-benar wanita iblis!” umpat Melodi berteriak pada Erni. Erni pun berjalan cepat ke arah Melodi lalu spontan menamparnya dengan keras. “Kamu memang anak kurang ajar. Kenapa kamu gak mati aja!” balas Erni berteriak sambil menggenggam rahang Melodi. Melodi mencoba memberontak dan ketika ia melepaskan diri, ia akan menampar Erni. Namun tangannya di cekal oleh Fernita yang tiba-tiba datang membela Ibunya. Nita lalu ikut menampar Melodi dan itu makin menyulut kemarahaan. Entah darimana tenaganya, Melodi yang sebenarnya tak kuat berdiri lantas bangun dan menyerang Fernita. “Dasar p*****r! Kamu memang cewek murahan Melodi!” teriak Fernita terus mengumpat sementara Melodi mulai menyerangnya. Hera yang kebingungan hanya berjalan mondar mandir tanpa bisa berbuat apapun. “Kamu yang murahan!” balas Melodi ikut menjambak rambut Fernita. Perkelahian satu lawan satu terjadi di ruang tengah tersebut tanpa bisa dilerai oleh Erni. Erni memang tidak berniat untuk melerai, ia malah membantu anaknya untuk memukuli Melodi. Di luar, mobil Rexy tiba. Ia tidak melihat mobil Ariel yang parkir di ujung. Rexy kebetulan datang untuk mencari Alex Jodie. Ia terkejut mendengar suara keributan di ruang tengah. Ia pun berlari dan menemukan hal yang sangat tak terduga. Fernita sedang memukuli Melodi dengan Ibunya memegangi. “NITA!” teriak Rexy lalu datang dan mencekal tangannya lalu mendorongnya dengan keras. “Apa-apaan kamu!” bentak Rexy lagi dan perkelahian baru berhenti. Melodi terjatuh dengan beberapa luka dan rasa sakit di perutnya karena ia belum pulih. “Rex, kamu ngapain belain dia!” hardik Fernita membalas Rexy. Rexy tak peduli. Ia berjongkok dan menolong Melodi. Ia lalu menarik kursi roda dan mendudukkan Melodi kembali diatasnya. “Apa kamu udah gila mukulin orang seperti itu! Dia bisa mati!” balas Rexy lagi masih dengan nada tinggi. “Biarin aja dia mati! Dia udah jadi selingkuhan kamu, kan!” tuduh Fernita sambil menunjuk wajah Rexy. Rexy mendengus kesal melihat kelakuan Fernita. Ia kemudian berbalik dan mencoba memeriksa keadaan Melodi. “Kamu baik-baik aja?” tanya Rexy dengan nada cemas. “Sekarang kamu ngaku, Rexy. Kamu udah selingkuh dan tidur dengan p*****r itu kan!” teriak Fernita makin menjadi-jadi. “Diam, Nita. Jangan berteriak sama aku, ngerti!” sahut Rexy berdiri dengan marah. Fernita tidak terima karena Rexy malah terang-terangan memberikan perhatiannya pada Melodi. “Kamu berani selingkuh di belakangku, sekarang di depanku kamu malah mesra-mesraan dengan p*****r itu!” Rexy sudah tidak tahan lagi mendengar kalimat Fernita. “Dia adik kamu! Nita, kalo kamu gak diam, jangan salahin aku kalo aku bisa bertindak hal yang yang kamu gak suka!” hardik Rexy sambil menunjuk. “Bukan aku yang harusnya diam, tapi dia ... dia yang harusnya pergi. Dengar ya, perempuan murahan. Tinggalin tunanganku! Jangan jadi pelakor, kamu tukang perebut calon suami orang!” “Cukup!” Rexy menampar Fernita di depan Erni dan Melodi yang masih menahan rasa sakit di perutnya. Rexy bernafas cepat dan memandang tajam pada Fernita. “Aku sudah bilang jangan terlalu banyak bicara dan jangan berteriak padaku. Hubungan kita hanya soal bisnis, Nita, jangan lupa itu. Aku berhak tidur dan pacaran dengan siapapun yang aku mau, itu bukan urusan kamu!” bentak Rexy benar-benar marah. Fernita yang mendengar begitu shock dan sambil memegang pipinya ia menangis, lalu berlari keluar dari ruangan itu untuk masuk ke kamarnya. Rexy menenangkan diri dengan menarik nafas dengan teratur. Sementara Erni Jodie memandang Rexy dengan pandangan tidak suka karena berani menampar anaknya. “Kamu berani tampar anak Tante!” ujar Erni dengan nada geram. “Aku gak akan bawa masalah ini ke polisi karena kalian sudah melakukan pengeroyokan. Sebaiknya Tante ajari anak Tante untuk lebih berhati-hati jika bicara,” balas Rexy kemudian. Erni terpaksa diam dan menarik diri. Ia tidak berani protes pada Rexy. Selain karena perawakan Rexy yang memang garang, pria itu bisa melakukan kekerasan pada Erni jika ia salah bicara. Rexy yang masih terengah akhirnya menghampiri Melodi dan sedikit menunduk untuk bicara. “Ayo, kita pergi dari sini!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN