Kilas Kuantum 13 : Celestial Eye

2712 Kata
Sersan Aya mengemudi mobil tanpa tujuan. Dia lalu menanyakan kepada Nurin kemana mereka harus pergi. Nurin tak bergeming, dia masih shock dengan apa yang baru saja menimpanya hari ini. Mengikuti seleksi namun kemudian tiba-tiba saja dia menjadi target buronan negara. "Dimana kediamanmu Profesor? Kita bisa kesana." "Untuk apa kita kesana? Bersembunyi? Mereka pasti juga akan mengikuti kita sampai kesana Sersan, percuma saja. Rumahku bukanlah tempat yang aman untuk persembunyian." "Tidak, maksudku kita bisa mencari cara atau memikirkan langkah selanjutnya disana. Aku pun belum tahu kita akan kemana. Semua tempat rasanya sudah tidak aman. Mungkin di tempat kau tinggal, kita bisa mendapatkan sebuah jawaban Profesor." "Bagaimana kau bisa berpikir rumahku menyimpan semua jawaban dari masalah ini Sersan...?" "Berpikirlah, apa yang harusnya kau dan aku lakukan saat ini? Darimana kita harus memulai? Jujur saja aku hanya memikirkan bagaimana caranya menyelamatkanmu dari Kapten Irdan. Dan sekarang kita telah lolos. Kau harus mencari cara untuk membuktikan bahwa dirimu tidak bersalah Profesor. Perintah penahananmu telah dikeluarkan. Cepat atau lambat, kita berdua pasti akan tertangkap. Ini hanya masalah waktu saja," "Kau benar, aku harus memikirkan cara bagaimana menjelaskan bahwa aku tidak bersalah. Aku tidak tahu apapun tentang peretasan itu." "Kita juga harus memikirkan cara untuk menghentikan Program Busur Tiga," "Lantas bagaimana caranya kita menghentikan Program Busur Tiga sekaligus membuktikan bahwa aku tidak bersalah dalam hal ini?" tanya Nurin berpikir keras. "Itu yang harus kau cari sendiri, menemukan bukti kuat bahwa kau tidak bersalah Profesor. Kita juga harus segera menghentikan program itu. Waktu kita tidak banyak, hanya tinggal beberapa jam lagi sebelum peluncuran. Aku juga ingin menyelamatkan negeri tercintaku," "Bagaimana caranya kita bisa menghentikan program militer milik pemerintah itu?" tanya Nurin. "Lagipula secara teknis menghentikan Busur Tiga bukanlah urusanku Sersan. Aku hanya akan membuktikan bahwa mereka salah mengira bahwa aku adalah pelaku dari peretasan Omega, aku akan menjelaskan kalau disini aku tidak bersalah sama sekali dan bukan pelakunya." "Kau salah Profesor, tentu saja Omega ada kaitannya denganmu. Kau tidak akan bisa membuktikan dirimu tidak bersalah tanpa menghentikan semua masalah yang ditimbulkan oleh Omega saat ini. Semua ini sudah terkait denganmu, mau tidak mau semua masalah ini akan selalu dihubungkan denganmu Profesor, kau tersangka tunggalnya disini, mau bagaimana lagi?" "Kau benar Sersan. Masalah tidak akan berhenti hanya dengan membuktikan aku tidak bersalah. Lagipula aku tidak tahu bagaimana caranya aku bisa membuktikan diriku tidak bersalah. Lalu ... yang sedari tadi ingin kutanyakan padamu Sersan," "Apa itu Profesor?" "Kenapa kau bisa dengan mudah mempercayaiku? Sersan, bagaimana kau tahu kalau aku benar-benar bukan pelaku peretasan itu sementara semua bukti memang mengarah kepadaku? Kau bahkan belum lama kenal denganku dan hanya hari ini saja kita bertemu. Bagaimana kau bisa begitu yakin aku tidak bersalah sampai-sampai kau mau melibatkan dirimu sendiri dalam masalah ini dengan membantuku kabur, aku sungguh tidak mengerti Sersan." "Insting Profesor." Jawab Aya singkat. "Dan mungkin inilah yang dinamakan Synchro-Destiny. Aku akhirnya bertemu denganmu hari ini, semua ini pasti saling terkait." "Apa maksud perkataanmu Sersan? Aku tidak mengerti." Sahut Nurin bingung dengan kata-kata Sersan Aya barusan. "Takdir apa katamu...?" "Aku tidak tahu apakah kau bersalah atau tidak Profesor. Aku juga tidak tahu apakah kau orang baik atau orang jahat. Aku juga belum terlalu mengenalmu, kau benar. Tapi aku sangat yakin pertemuan kita telah ditakdirkan, mungkin." "Aku semakin tidak mengerti Sersan," "Ini Profesor," Sersan Aya menyodorkan sebuah flashdisk key pada Nurin. "Ini namanya flashdisk key Prof, bukan flashdisk micro seperti biasanya," "Ya, aku tahu apa itu flashdisk key Sersan." Tegas Nurin seraya menatap dan mengambil flashdisk key tersebut. "Lantas apa hubungannya flashdisk key ini denganku dan dengan semua masalah ini?" "Flashdisk ini memiliki port yang berbeda dengan flashdisk micro, memang sebuah teknologi lawas yang sudah jarang dipakai beberapa tahun ini. Flashdisk ini sekitar sepuluh sampai lima tahun yang lalu masih dipakai secara khusus untuk membuka sebuah buku digital yang terenskripsi. Itulah kegunaan dari flashdisk key ini." "Jadi apa hubungannya flashdisk key ini dengan kejadian saat ini? Kenapa kau memperlihatkan ini padaku, siapa yang memberikannya?" "Aku tidak tahu apakah ada hubungannya dengan semua kejadian ini. Omega yang meretas inti komputer supercanggih JST, dirimu yang mendapatkan indeks sama persis seperti milik mantan Presiden Nurun Maulidan dalam ujian seleksi, serta kehadiran flashdisk key ini. Tapi yang kutahu bahwa flashdisk ini adalah milikmu Profesor, diberikan padaku untuk kemudian diberikan padamu, sesuai instruksi. Mungkin semuanya memang saling terkait dan kita akan menemukan jawabannya ketika kau membuka buku digital yang kuncinya adalah flashdisk key ini. Apa kau tahu buku digital yang kumaksud?" Nurin mulai memikirkan sebuah buku digital peninggalan sang ayah. Ya, tidak salah lagi, pasti buku digital itu, pikir Nurin dalam benaknya. "Tunggu, tunggu dulu ... banyak informasi yang harus kucerna disini." Kata Nurin berkutat dengan kebingungan level akut. "Kau bilang flashdisk key itu punyaku? Diberikan padamu untuk diberikan padaku? Sebentar, siapa yang memberikan itu padamu?" "Ya, itu memang punyamu Prof, kau pasti tidak akan percaya." Sahut Sersan Aya. "Apa kau pernah bertemu langsung dengan mendiang Presiden Nurun Maulidan?" Nurin menggelengkan kepala. "Hanya ayahku, Mufti kota ini—yang akrab dan sering bertemu dengan beliau, ayahku biasa bolak balik New Malaka—Ibukota untuk tugas kenegaraan. Aku sendiri secara pribadi belum pernah bertemu langsung. Kenapa kau tanyakan itu?" "Karena yang memberikan ini adalah Presiden Nurun Maulidan!" ucap Aya. "Apa kau bilang?!" Nurin terkejut. "Tuan Presiden yang memberikan itu untukku? Bagaimana bisa...? Aku bahkan tidak pernah berjumpa dengan beliau." "Seperti yang pernah dikatakan Kapten Irdan, bahwa dulu aku pernah bertugas di istana. Di masa-masa awal aku masuk satuan kepolisian, lima tahun lalu, aku ditempatkan menjadi paspampres khusus Presiden Nurun Maulidan. Beliau entah kenapa mudah akrab dengan kami para tamtama muda pengawalnya. Tidak ada gap antara sang Presiden dan bawahan. Beliau begitu bisa berbaur. Tanpa sadar, kami yang bertugas di sekitar beliau menjadi sangat akrab dengan beliau—terutama denganku. Sungguh seorang Presiden yang hangat dan mengayomi, tidak pernah memandang jabatan dan tidak pernah membeda-bedakan. "Pemimpin besar seharusnya memang seperti itu." Sela Nurin. "Jadi, bagaimana flashdisk key itu beliau berikan dan kau katakan itu milikku?" "Lima tahun lalu ketika ayahmu—Syeikh Muammar Alisyah meninggal dunia, bertepatan dengan akhir masa tugasku di istana, Presiden Nurun memberikanku flashdisk ini. Mendiang Presiden menginstruksikanku untuk memberikan ini padamu. Katanya berikan pada putra dari Syeikh Muammar Alisyah ketika aku kembali ke New Malaka nanti, karena beliau tahu aku juga berasal dari kota ini. Beliau tidak menyebutkan namamu waktu itu, hanya memintaku untuk memberikan flashdisk ini saja pada putra Syeikh Alisyah ketika aku kebetulan bertemu. Anehnya, beliau tidak memintaku untuk mencarimu, beliau hanya mengatakan padaku tunggu dan bersabarlah, karena suatu saat aku pasti akan bertemu denganmu, seakan beliau sudah mengetahui akan kepastian pertemuan kita. Dan hari ini ... ucapan beliau terbukti benar. Aku bertemu denganmu!" "Apa yang disimpan buku digital itu?" gumam Nurin sembari memegang flashdisk key tersebut seraya menatapnya dengan tajam. Nurin lalu mengalihkan pandangannya pada Sersan Aya. "Jadi itu alasannya kau begitu terkejut setelah aku memperkenalkan diri sebagai putra dari Syeikh Muammar Alisyah? Semenjak aku mengatakan itu, aku merasakan kau mulai fokus memperhatikanku. Jujur aku begitu risih dengan itu, aku tidak tahu apa yang sebenarnya kau pikirkan waktu itu." "Maaf Profesor, aku tidak bermaksud." "Tidak apa-apa. Sekarang aku sudah mengerti alasannya." Nurin tersenyum. "Apa kau tidak merasa aneh Profesor? "Aneh kenapa?" "Presiden Nurun berkata bahwa kelak aku akan bertemu denganmu dan ternyata kita benar-benar bertemu?" tanya Aya. "Setelah mendapat kabar Tuan Presiden wafat, aku sangat sedih lalu kemudian aku teringat dengan pesan beliau terkait flashdisk key ini. Karena ini merupakan amanah beliau, sempat terpikir bagiku untuk mencarimu. Hanya saja karena terlalu sibuk, aku tidak sempat untuk melakukan itu. Aku juga ingat bahwa beliau berkata suatu hari aku pasti akan bertemu denganmu di waktu yang tepat, aku tidak menyangka itu benar-benar terjadi pada hari ini, pertemuan kita." "Tidak juga," balas Nurin. "Ayahku terkadang bercerita tentang sosok Presiden Nurun yang dikenal baik olehnya. Menurut beliau ... Presiden Nurun Maulidan itu memiliki satu keistimewaan, bahwa Presiden kita adalah seorang Rausyan Fikr, pemikir yang tercerahkan!" "Rausyan Fikr?" gumam Aya. "Ya, istilah itu dipinjam dari seorang Sosiolog Reformis asal Iran, Ali Syariati." "Oke ...." "Almarhum ayahku dulu pernah mengatakan, layaknya seorang pecatur profesional—atau setara grand master asal Rusia yang mampu memikirkan 20 langkah lanjutan dari 20 langkah tak terduga dan puluhan kombinasi dalam kepalanya, maka Presiden Nurun dikatakan mampu melakukan 100 kali lipat dari itu. Kau tahu kan Chess Engine? Mesin algoritma yang mampu mengolah milyaran kombinasi menjadi strategi catur dengan akurasi mencapai 99%. Konon ... Intelegensi Presiden Nurun melampaui mesin algoritma catur tersebut. Itu yang dikatakan ayahku, mengqiyaskan dengan sebuah permainan catur." "Apa maksudnya itu?" tanya Sersan Aya. "Aku pun tidak tahu persis apa maksudnya itu." Nurin balik menatap tajam Sersan Aya. "Aku berkesimpulan yang dimaksud ayahku adalah, bahwa Intelegensi Tuan Presiden mampu mengolah milyaran informasi dari berbagai posibility. Merangkai semua nilai variabel potensial dalam matrix ruang kuantum. Dari yang pernah k****a, dalam mekanika kuantum—sebuah dimensi berpikir super-maksimal mampu membuka lapis dimensi perkiraan tak terbatas. Dengan kata lain, mampu memprediksi masa depan dengan tingkat akurasi tinggi." "Maksudmu seperti alien Archanan di film MIB 3?" tanya Aya. "Persis!" Sahut Nurin. "Tapi kupikir itu mustahil, seorang manusia dapat memiliki kemampuan perhitungan berdasar dimensi tak terbatas semacam itu bahkan secara teori. Otak manusia mampu menampung ragam persepsi tetapi itu tidak berkorelasi dengan pelebaran visi dalam bentuk model atraksi dimensi. Tapi dari cerita mendiang ayahku ... gambarannya memang seperti itu. Bahwa Presiden kita memiliki kemampuan seperti itu." "Aku memang pernah mendengar sebuah mitos atau rumor lebih tepatnya terkait Presiden Nurun dari salah satu situs teori konspirasi, bahwa Presiden Nurun Maulidan adalah otak dari seluruh kemajuan negeri ini karena ia memiliki sebuah kitab di sisinya, sebuah buku. "Sebuah kitab...?" "Ya, sebuah kitab pengubah dunia yang konon memiliki pengetahuan maha dahsyat di dalamnya. Dan di situs itu dikatakan kalau Presiden kita memilikinya, tapi itu hanya sebagian dari teori konspirasi, siapapun bisa menghembuskan rumor apapun bukan? Memang secara literal beliau adalah dalang dan otak utama dari kemajuan bangsa kita yang luar biasa ini, tapi bukan berarti buku atau kitab itu benar-benar ada dan beliau memilikinya." "Kitab pengubah dunia? Buku apa yang dimaksud?" tanya Nurin. "Entahlah ... aku juga lupa. Semacam kitab kehidupan atau apa aku juga kurang mengingatnya. Lagipula itu kan hanya isu yang dihembuskan oleh kalangan penyuka teori konspirasi saja, yang jauh lebih penting sekarang adalah buku digital dari flashdisk key ini, apa kau tahu buku digital apa yang terkait dengan flashdisk ini Profesor?" "Ya, sepertinya aku tahu. Buku digital itu ada di rumahku, itu milik almarhum ayahku." "Kalau begitu tunggu apa lagi? Kita kesana!" Sersan Aya kembali mengambil alih kemudi secara manual dan langsung memacu dengan cepat mobil otonom yang mereka tumpangi. "Sudah kuduga, kita bisa menemukan sesuatu di rumahmu." "Karena kau berpikir bahwa Omega dan segala kekacauan ini terkait erat denganku kan Sersan? Maka dari itu kau mau membantuku kabur tanpa pikir panjang. Kau memang tidak tahu apakah aku bersalah atau tidak, tapi kau sangat yakin Omega terjadi karena diriku. Bukan olehku, tapi karena kehadiranku, begitu kan?" "Kau benar Profesor," sahut Sersan Aya. "Pertemuan kita hari ini, hasil ujian seleksimu, dan peretasan yang dilakukan oleh Omega, aku sangat yakin semua saling berhubungan. Aku dan kau hanya harus mencari tahu tentang apa ini semua. Dengan begitu kita bisa menyelamatkan negara ini dari kehancurannya sekaligus membersihkan dan membebaskan dirimu dari segala tuduhan. Kita mulai dari buku digital milik ayahmu itu, kita pasti bisa menemukan sesuatu di dalam sana." Nurin mengangguk. Sersan Aya menanyakan dimana Ahmad Nurin tinggal. Nurin memberitahunya bahwa dia tinggal di apartemen kecil dua tingkat di pulau Rempang. "Jadi disana kau tinggal? Itu lumayan jauh dari pulau utama. Semoga saja mereka tidak mendahului kita sampai disana. Kita harus bergerak cepat dan mengambil buku digital itu." Selama dalam perjalanan, Nurin memikirkan apa yang terjadi saat ini. Kemunculan Omega, pesan Presiden Nurun kepada Aya, hasil ujian seleksi dirinya, ini semua pasti saling terkait. Dan bagaimana mendiang sang ayah dahulu begitu mendorong Nurin untuk mengikuti seleksi pemilu. Nurin juga mengingat bahwa Syeikh Muammar Alisyah menginstruksikan padanya agar membuka buku digital itu di hari ia nanti mengikuti seleksi pemilu. Semua hal ini penuh misteri dan sangat membingungkan bagi Nurin. Sementara di Nusantara Union di ruang kontrol keamanan, Kapten Irdan kembali menerima sambungan telepon dari ibukota. Kali ini menteri pertahanan sendiri yang menghubungi dirinya. "Sekretaris keamanan bilang kalian pihak New Malaka tidak becus dalam menangkap pelakunya? Kenapa bisa orang itu lolos dari pengawasan kalian...? Ada ratusan personil yang bertugas disana bukan? Kalian kota besar namun memiliki orang-orang yang tidak berguna, dimana profesionalitas kalian sebagai aparat!?" "Maaf, Pak Menteri, tapi kami sudah berusaha. Salah satu rekan kami membelot dan membantunya kabur dari sini. Sepertinya mereka bekerja sama sejak awal. Tapi tenang saja, tim taktis kami sebisa mungkin akan melacak dan menemukan Keberadaan mereka secepatnya. Saya juga sudah mengerahkan satuan elite untuk memburu mereka." "Enteng sekali kalian bilang tenang saja. Istana sudah begitu gelisah dengan peretasan ini. Busur Tiga sebentar lagi akan diluncurkan secara otomatis. Temukan segera pelakunya dan minta dia segera mengembalikan jaringan kita!" "Tim cyber kami kami disini juga masih berusaha mengembalikan kembali jaringan utama militer kita Pak." Jawab Kapten Irdan. "Hanya saja ... itu butuh waktu sedikit lagi." Rasa-rasanya itu pekerjaan yang mustahil, terlebih tidak adanya Sersan Aya di tim cyber A.B.B.Y.S pikir salah seorang programmer yang mendengar percakapan antara Kapten Irdan dengan Menteri pertahanan barusan. "Baiklah! Kami menunggu kabar baik berikutnya dari kalian." "Baik Pak, siap!" Sahut Kapten Irdan. "Segala upaya maksimal akan kami kerahkan. Istana bisa mempercayakan urusan ini kepada kami." "Terserah, bagaimanapun ini tanggung jawab kalian sepenuhnya. Busur Tiga beberapa jam lagi akan diluncurkan pada targetnya. Sebisa mungkin kita harus menemukan si pelaku itu dan secepatnya menghentikan peluncuran Busur Tiga. Kau tahu kan apa yang dipertaruhkan disini?" "Saya mengerti Pak Menteri," "Presiden dan Panglima juga resah terkait masalah ini. Beberapa negara sahabat juga telah menghubungi istana untuk meminta konfirmasi. Mereka diberitahu oleh komunitas intelijen mereka masing-masing bahwa negara mereka telah ditargetkan untuk Busur Tiga. Pihak istana masih mencoba menyangkal dan Tuan Presiden berusaha berdiplomasi. Kami pihak Kemenhan telah meminta kekuatan total untuk membantu pencarian kalian disana, jadi tidak ada alasan lagi bagi kalian untuk tidak bisa menangkap si pelaku itu. Apa kalian sudah paham!!!?" "Dimengerti Pak," Sambungan telepon tersebut kemudian ditutup. "Kalian dengar sendiri? Apa yang dikatakan oleh pihak istana di ibukota," tegas Kapten Irdan pada semua personil di ruang keamanan. "Kita semua disini bertanggung jawab mencari mereka berdua sampai dapat sekaligus menghentikan Program Busur Tiga. Kemenhan telah mengirimkan beberapa tim tambahan serta resource yang diperlukan untuk memback-up pencarian kita." "Baik kapten!" sahut mereka. "Beberapa tim telah dikerahkan di semua kawasan di pulau utama Kapten dan telah disebarkan di beberapa pulau satelite di sekitar kawasan New Malaka." "Bagus, aku ingin akses total integrasi langsung dengan NTMC POLRI di kota ini, hubungi mereka. Pantau seluruh jalan besar maupun kecil di New Malaka, aku ingin tahu semua akses jalan termasuk jalan yang dilalui semut sekalipun. Pantau arus E-Pay, E-tol, kartu kredit, p********n setiap taksi otonom, setiap transaksi moda transportasi, akses kamera di bandara, pelabuhan dan stasiun, aku ingin mengetahui transparansi semuanya di ruangan ini, dan buat algoritma kemungkinan kemana mereka pergi. Minta akses seluruh satelite udara ke Kahyangan-SP, minta mereka sinkronisasi, kita aktifkan Celestial Eye!" "Celestial Eye Kapten...?" "Ya, tentu saja kita akan menggunakannya. Kita berpacu dengan waktu," "Ini pertama kalinya penggunaan teknologi itu sejak lima tahun lalu. Ketika kepolisian memburu penembak Presiden Nurun Maulidan." Celetuk seorang agen keamanan nampak sedikit antusias. Celestial Eye merupakan sebuah teknologi pemindai canggih yang terakses dengan semua kamera dan perangkat elektronik. Teknologi khusus level advance pencari teroris. Sebuah teknologi keamanan nasional berteknologi tinggi namun pernah dipakai oleh Indonesia dalam membantu menumpas kaum radikal di timur tengah seperti di Afganistan, Irak dan Suriah. Celestial Eye juga pernah dipakai oleh aliansi gabungan Meksiko, Kolombia dan Guatemala untuk menumpas jaringan kartel obat-obatan terlarang yang terkenal Los Muchos. "Cari tahu segala informasi tentang Profesor itu. Dimana Profesor itu tinggal, tempat dia bekerja dan mengajar, siapa saja rekan kerja dan teman-temannya, cari tahu semuanya. Aku juga ingin kalian lacak nomor flat taksi otonom mereka, apa mobil otonom kita yang tadi mengejar mereka sempat berhasil mengcapture nomor flat mobilnya?" "Sudah sempat dicapture Kapten, kami sedang melacaknya dan saat ini telah melakukan upaya menon-aktifkan seluruh jaringan operasional taksi otonom secara berkala sesuai yuridiksi dan series kendaraan. Sebentar lagi akan menjangkau semua mobil otonom yang beroperasi di seluruh distrik dan kota."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN