Sersan Aya mengarahkan Nurin untuk mengikutinya, berjalan sembunyi-sembunyi melewati pintu dan tangga untuk melarikan diri dari gedung tersebut. Sersan Aya mengandalkan emblem akses untuk membuka setiap panel pintu yang aksesnya telah dikunci seluruhnya. Sesekali mereka berdua bersembunyi ketika ada personil keamanan yang lewat dan berlarian mencari mereka. Sersan Aya mengambil PlasmaFLED-nya dan mulai melihat denah visual dari gedung Nusantara Union untuk mencari rute pelarian yang aman.
"Tolong pindai skematik denah area dan kalkulasi jumlah deteksi personal individu yang ada." Ucap Sersan Aya mengakses pemindai canggih dari Plasma-Fled miliknya hanya lewat suara.
"Lewat sini Profesor." Pintanya.
Tidak ada pilihan lain bagi Nurin selain terus mengikuti Sersan Aya.
"Sungguh Sersan, aku masih tidak mengerti dengan segala kejadian ini. Kenapa bisa-bisanya semua bukti peretasan JST mengarah padaku?"
"Aku juga tidak tahu kenapa Profesor, tapi semua bukti memang jelas mengarah kepadamu."
"Lalu ... kenapa kau menyelamatkanku Sersan?"
"Tanya-tanyanya nanti dulu ya Profesor," sahut Sersan Aya seraya mengintip dari persembunyian mereka. "Nanti akan kujelaskan. Tapi untuk saat ini, prioritas kita adalah agar bisa keluar dari sini. Aku akan membantumu keluar dari sini dulu Profesor. Kita menghadapi seorang Kapten Irdan. Dia dikenal ulet, dan tidak akan pernah membiarkan targetnya lolos begitu saja. Seorang polisi terbaik saat ini."
"Baiklah." Gumam Nurin. "Tapi ngomong-ngomong, skill bela dirimu hebat juga Sersan. Dengan mudah kau bisa memukul beberapa pria bersenjata, begitu cepat sehingga aku pun tidak sadar bahwa mereka telah terkapar. Aku tidak menyangka gadis yang nampaknya lembut dan maaf—nerd sepertimu bisa begitu ahli dalam bela diri."
"Kau lupa bahwa aku seorang polisi Profesor. Di kesatuan kami diajari pencak silat, contohnya seni bela diri Tarung Drajat yang telah lama menjadi dasar pelatihan TNI AD yang lalu mulai diterapkan di kepolisian. Aku juga mempelajari Silek Minangkabau aliran sungai patai sejak usia 8 tahun. Kebetulan ayah dan kakekku orang Minang. Aku juga mendalami Cimande dari Ki Abdi Wilurang dari Cirebon yang melatihku secara khusus." Papar Sersan Aya menjelaskan tentang kemampuan kolektif bela diri yang ia kuasai.
"Wow," decak Nurin. "Kukira kau hanya seorang ahli IT dan pakar komputer saja."
Sementara itu di ruang kontrol keamanan, Kapten Irdan meminta akses penuh kamera CCTV di setiap ruangan dan rute di seluruh kavling gedung Nusantara Union.
"Sudah kami pantau Kapten, hanya saja beberapa CCTV tidak berfungsi karena sudah diretas sebelumnya oleh Sersan Aya ketika tadi ia disini." Ucap seorang programmer A.B.B.Y.S. "Sersan Aya telah dengan matang memikirkan pelariannya sehingga terlebih dahulu membuat usaha peretasan terorganisir terutama pada akses CCTV di gedung ini."
"Iya, dan beberapa ditembak, dihancurkan secara manual oleh Sersan Aya." Sahut seorang Programmer lagi. "Dengan kata lain mereka tidak terlacak di gedung ini."
"Sial! Dia sangat pintar," gumam kesal Kapten Irdan. "Lantas, kenapa dia bisa melewati semua akses pintu yang telah kita kunci?" tanya kapten Irdan.
"Karena dia punya emblem akses untuk semua panel pintu disini Kapten. Dia telah memprogramnya tanpa sepengetahuan kami."
"Apa tidak bisa kalian ubah program aksesnya...?"
"Tidak bisa Kapten, hanya ada lima opsi kunci akses dalam program isolasi gedung ini dan kami yakin kelima opsinya juga telah diinstal Sersan Aya ke emblem akses miliknya,"
"Sial!" desis Kapten Irdan kesal. "Semua personil harap bersiaga di semua pintu keluar di bawah dari gedung ini. Ingat! Jangan sampai ada yang lolos bahkan seekor semut sekali pun!" perintah Kapten Irdan mengontak semua personil keamanan di seluruh gedung Nusantara Union.
"Tidak mungkin mereka bisa lolos ketika semua pintu keluar dari gedung ini telah diblokir. Akan kupastikan Sersan dan Profesor itu tidak akan bisa keluar dari sini. Mereka pasti menyembinyikan sesuatu. Kebenaran terkait peretasan JST dan kemunculan Omega. Mereka berdua adalah kunci menghentikan semua ini."
"Semua personil kita dibantu tenaga TNI yang berjaga dibawah sana sudah memblokir semua akses keluar Kapten." Lapor seorang polisi.
"Bagus! Mereka takkan mungkin bisa lolos dari ini." Ucap Kapten Irdan sembari menyeringai nampak optimis. Dia sangat yakin bisa meringkus kedua orang itu.
"Kapten sebenarnya apa yang dilakukan Sersan Aya? Kenapa ia kabur bersama peserta seleksi itu? Kenapa dia membantu lari Profesor tersebut?" tanya seorang personil mempertanyakan motif pembangkangan Sersan Aya.
"Jujur saja ... aku sendiri pun tidak tahu." Jawab Kapten Irdan. Baginya, sudah cukup mengejutkan mengetahui bahwa semua bukti peretasan JST mengarah pada Profesor muda itu. Sebenarnya Kapten Irdan menaruh respek yang besar pada Nurin terlebih ketika dia mengetahui rating grafik dan indeks Nurin yang luar biasa, sama persis seperti milik mendiang Presiden Nurun Maulidan. Kapten Irdan sendiri pun masih bingung dengan motif Sersan Aya yang tiba-tiba saja membantu Profesor muda itu. Sempat terpikir olehnya bahwa Sersan jomblo itu hanya terpikat oleh Nurin lalu memutuskan membantunya. Tapi terlalu konyol bagi Kapten Irdan dengan memikirkan bahwa Sersan Aya melakukan itu karena dibutakan oleh cinta. Setidaknya Kapten Irdan tahu kredibilitas dan integritas seorang Sersan Aya sebagai seorang personil kepolisian.
Di lain tempat di salah satu sudut ruangan dimana Aya dan Nurin masih bersembunyi, mencari waktu yang tempat untuk lari—Sersan Aya masih memperhatikan denah gedung dari ponsel virtual PlasmaFLED miliknya. Sersan Aya sadar bahwa pelariannya kali ini dirasa mustahil.
"Semua pintu keluar di bawah sana telah dijaga ketat Profesor. Mustahil kita bisa kabur dan keluar. Kita tidak akan bisa lolos dari jalur biasa."
"Lantas kemana? Apa ada jalan lain? Apa kita hanya bersembunyi disini lalu menunggu untuk ditemukan?"
Sersan Aya memikirkan sesuatu. "Ada Profesor. Sebuah pengalihan!"
Sersan Aya terlihat mengotak-atik kembali PlasmaFLED miliknya, sepertinya ia melakukan peretasan skala kecil terhadap transponder alat hubung wireless yang dipakai semua personil kepolisian disana. Sersan Aya merekayasa sebuah panggilan palsu dari ponsel pintarnya. Cara itu memang sangat sederhana. Sersan Aya pun tidak begitu yakin dengan keberhasilannya tapi itu patut dicoba.
Setelah Sersan Aya mulai menginput broadcast palsu tersebut, para polisi itu kemudian berlari ke satu titik di pintu keluar secara serempak meninggalkan pintu yang lain terbuka tanpa penjagaan. Sebuah celah terbuka, kesempatan besar bagi Nurin dan Aya.
"Apa yang barusan kau lakukan?" tanya Nurin. "Mereka semua berlari ke arah yang sama."
"Cepat Profesor, ini kesempatan kita." Sersan Aya dan Nurin bergegas menuruni tangga lalu kemudian melewati pintu darurat kecil di samping gedung yang berada di lantai 5. Satu masalah kecil, untuk memutari pintu yang terkunci di lantai 7 tempat mereka bersembunyi dan menuju ke lantai 5 dengan cepat, mereka harus keluar dari jendela kecil dan berjalan menyusuri lilitan kabel raksasa yang melilit bagian luar Nusantara Union. Sedangkan Sersan Aya menyadari bahwa Ahmad Nurin mengidap phobia takut akan ketinggian.
Setelah Sersan Aya memaparkan dengan cepat dan singkat rencananya pada Nurin, Nurin nampak ragu-ragu. Seluruh mukanya menjadi pucat pasi. Rencana ini sulit dijalani oleh Nurin. Ketinggian adalah salah satu phobia terbesarnya dan demi rencana lolos dari sini, dia dipaksa harus mendobrak dan menaklukan ketakutan terbesarnya.
"Apa tidak ada cara lain Sersan?" tanya Nurin. "Itu masih begitu tinggi. Sungguh, aku enggan melakukan ini. Di luar sana kakiku pasti akan gemetar, tubuhku akan kaku karena takut. Ini sama saja cari mati!"
"Sayangnya tidak ada cara lain lagi Profesor. Cepatlah! Waktu kita tidak banyak lagi,"
Dengan sangat terpaksa Nurin mengikuti rencana Aya. Nurin tidak dapat membayangkan bagaimana jadinya jika nanti ia tertangkap. Nurin juga penasaran kenapa Sersan Aya mau terlibat dalam masalah ini dan mau membantunya. Nurin ingin jawaban dari semua itu.
Karena itulah untuk saat ini, dapat lolos dan keluar dari Nusantara Union bersama Sersan Aya adalah pilihan utama. Sersan Aya membuka jendela kecil dan keluar terlebih dahulu. Dengan isyarat Aya meminta Nurin juga keluar. Dengan tangan dan kaki yang gemetar, Profesor malang yang takut ketinggian itu terpaksa mengikuti Aya. Kakinya terasa dingin, tubuhnya terasa mati rasa. Jantungnya berdegup begitu kencang ketika kedua kakinya melangkah perlahan diatas kabel raksasa yang melilit tubuh Nusantara Union. Sebuah kabel tanpa tepi yang jika terjatuh dari sana maka tubuh akan terhempas keras ke tanah karena ketinggiannya.
Mulutnya tak berhenti beristighfar dan melantunkan doa-doa. Sholawat, Lahul Fatihah, dan surah-surah Al-Qur'an yang dihapalnya mulai dirapalkan oleh Nurin. Anginnya berhembus begitu kencang ketika tubuh Nurin mulai berada di luar. Membuat Nurin menggelengkan kepala tanda tak bisa melakukannya.
"Profesor, kau bisa melakukannya." Sersan Aya memberi suntikan semangat namun sedikit pun tidak menghilangkan kegetiran yang dialami Nurin.
Kedua bibirnya mengucap bismillah, beserta Asma Allah. Nurin mulai melanjutkan kembali berjalan di titian kabel raksasa berwarna hitam dan sedikit warna merah, hijau dan biru tersebut.
Kedua mata Nurin menolak untuk melihat ke bawah, akan tetapi memandang ke depan pun tidak kalah menyeramkannya. Melihat gedung-gedung pencakar langit membuat nyali Nurin terasa memuai bersama udara. Telapak tangannya terasa dingin. Hampir-hampir dia tidak sanggup lagi melanjutkannya. Nurin hanya ingin sensasi ini segera berakhir.
"Ayo Profesor, sedikit lagi." Ucap Aya yang telah sampai turun di lantai lima. "Jangan menengok ke bawah. Fokus saja jalan perlahan di tepinya."
Akhirnya Nurin pun sampai ditempat yang aman di lantai lima. Dari lantai lima, setelah menuruni empat lantai lagi, mereka berdua keluar melewati pintu tanpa penjagaan. Sebuah pintu darurat di bagian belakang Nusantara Union. Sersan Aya terlebih dahulu memastikan bahwa tidak ada personil keamanan yang masih berjaga disana.
"Aman Profesor, ayo kita pergi!"
Setelah beberapa puluh meter jauhnya mereka berlari menjauh dari lapis ring penjagaan kawasan Nusantara Union, Sersan Aya memesankan untuk mereka berdua sebuah taksi otonom.
"Menaiki sebuah taksi?" tanya Nurin.
"Ya, lalu mau naik apa lagi?" tanya Sersan Aya. "Mobil pribadiku terparkir di kawasan ring dua penjagaan. Kita tidak bisa kesana."
"Maksudku ... kecepatan taksi otonom maksimal hanya 25 km perjam."
"Tenang saja, akan kuubah setting gear motorisasi engine-nya."
Sersan Aya kemudian membuka pintu taksi otonom tersebut. "Cepatlah! Kita harus segera pergi dari sini. Mereka bisa mengejar kita kapan saja."
"Selamat datang! Please masukkan alamat dan tujuan destinasi anda. Atau anda ingin menyetir sendiri secara mandiri? Silahkan tekan dan klik tombol holografis di samping panel setirnya." Ucap Artifisial Navigator (A.N) dalam perangkat taksi otonom yang menyambut mereka.
Sersan Aya mengklik dan mencoba menyetir sendiri taksi otonom mereka, sebelum itu Aya juga meretas komponen digital pabrikan taksi otonom tersebut dengan Plasma-FLED miliknya untuk mengubah dapur pacu kecepatan mobil tersebut kemudian mengemudi, membawanya menjauh secepat mungkin dari kawasan area Nusantara Union.
Nurin menatap ke kaca spion mobil, melihat kemegahan monument Nusantara Union yang begitu besar perlahan menjauh. Tempat yang tadinya dijadikan Nurin sebagai wahana pengasah kemampuannya, kini berubah menjadi awal mula sebuah petaka.
Sebelum sepenuhnya keluar dari kawasan sekitar Nusantara Union, mobil yang mereka kendaraai tiba-tiba dihadang, diikuti dan ditembaki secara beruntun oleh beberapa mobil kepolisian. Mengetahui mereka telah ditemukan, Sersan Aya mengemudikan mobilnya dengan sangat cepat. Tiga buah mobil polisi yang mengejar mereka hanyalah mobil otonom tanpa awak. Mengetahui itu, Sersan Aya tak segan merangsek dan menabrak mobil-mobil otonom di sampingnya tersebut sampai salah satunya menabrak tepi jalanan, lalu menghantam sisi salah satu bangunan dan satu lagi terbalik karena hantaman keras mobil yang oleh disetir Sersan Aya. Dua buah mobil otonom kembali mengejar dan terus mengikut sambil menembaki mobil mereka. Mobil otonom kepolisian di masa sekarang sudah dilengkapi dengan senjata standart kepolisian HS 9 di keempat velg roda terbangnya.
Dengan cekatan Aya kembali menabrak mobil polisi yang mengikutinya dan secara cepat mengambil belokan mendadak atau drifting ke salah satu jalanan sempit. Mobil otonom polisi tidak bisa secara intuitif berakselerasi dengan cepat sehingga jauh tertinggal oleh mobil yang disetir manual oleh Sersan Aya. Nurin dengan ekspresi gugup berpegang kuat pada salah satu bagian pintu mobil. Dia tidak tahu kalau wanita yang terlihat kalem seperti Aya bukan hanya jago bela diri akan tetapi juga mampu membawa mobil seberingas dan sebrutal ini. Apa dia juga mantan pembalap liar? Sepertinya gadis ini menyimpan banyak sekali skill hebat yang sama sekali tidak sesuai dengan penampilan luarnya.
Setelah mengebut dengan kencangnya, Nurin dan Aya telah benar-benar lolos dari kejaran.
Kapten Irdan yang mendapatkan laporan bahwa Nurin dan Aya berhasil lolos keluar dari Nusantara Union nampak marah besar. Ia mempertanyakan kepada para personil keamanan yang berjaga kenapa bisa mereka berdua sampai lolos. Dengan semua penjagaan super ketat ini, serta ratusan personil yang mengamankan jalannya pemilu, dua orang itu masih bisa lolos dengan mudahnya.
"Maaf Kapten, hampir semua personil disini mendapat sambungan yang menyebut mereka berdua berada di sisi barat dan meminta semua personil dikerahkan kesana."
"Dan kalian semua percaya lalu pergi kesana?"
"Ya Kapten, semua personil diminta segera kesana. Kami tidak tahu bahwa itu hanya panggilan palsu dari sebuah artifisial,"
"Bodoh!" bentak Kapten Irdan kesal. "Kalian ini personil terbaik kepolisian yang dipilih secara khusus untuk pengamanan pemilu, tapi kenapa sampai bisa tertipu oleh sebuah panggilan palsu dari suara artifisial seperti itu, kalian semua benar-benar tidak becus!" bentaknya.
Kapten Irdan kemudian memerintahkan semua personil untuk mencari Aya dan Nurin. Menyisir seluruh kota New Malaka untuk menemukan mereka berdua.
"Profesor muda itu berhasil menipuku." Gumam Kapten Irdan. "Mungkin dari awal Sersan Aya juga terlibat dalam hal ini dan bekerja sama dengan Nurin. Pantas saja ... Sersan Aya seperti menaruh perhatian khusus pada Nurin sejak pertama mereka bertemu. Mereka berdua pasti telah merencanakan ini semua."
Sementara di dalam taksi otonom, "jadi ... kau tadi meretas alat komunikasi mereka hanya dengan Plasma-FLED milikmu? Itu sungguh briliant." Kata Nurin memuji Sersan Aya.
"Itu perkara kecil Profesor," balas Aya tersenyum sembari fokus menyetir. "Apa kau lupa aku seorang peretas handal dari Mabes Polri? Aku hanya tinggal menyusupkan perintah artifisial yang dialog perintahnya kutulis sendiri di Plasma-FLEDku. "
"Lalu ... suara siapa yang kau pakai tadi? Untuk panggilan palsu itu?"
"Aktor lawas ... Rano Karno!" jawabnya.
Nurin sedikit tersenyum dengan kepintaran yang dimiliki Sersan Aya.
"Sekarang kita sudah lolos, dan juga sudah aman, jadi tolong jelaskan kenapa aku tertuduh dalam hal ini?" tanya Nurin. "Kenapa semua bukti itu mengarah kepadaku? Sungguh, aku tidak melakukan itu. Aku hanya mengikuti seleksi ujian seperti yang lain. Aku tidak menyusupkan virus apapun ke dalam jaringannya."
Sersan Aya mengembalikan mobil ke mode otonom otomatis seraya sedikit menghela dan menghembuskan nafas, ia nampak agak lelah kemudian bersandar di jok mobilnya. "Entahlah Prof, tapi system pelacakan kami semuanya mengarah pada server dimana kau duduk, komputer yang kau pakai." Jawab Aya, nafasnya masih ngos-ngosan sambil menatap Nurin.
"Tapi sumpah! Aku tidak tahu apapun menyangkut peretasan itu Sersan. Aku tidak melakukan apapun." Kata Nurin membela diri. "Aku tidak ada hubungannya dengan Omega. Seharusnya aku tidak lari. Semakin aku lari seperti ini, maka aku akan semakin terlihat sebagai pelakunya."
"Kau tidak akan bisa membela dirimu jika kau tertangkap Profesor. Mereka tidak akan mudah percaya hanya dengan alibi verbalmu."
"Aku tidak melakukan apapun Sersan,"
"Aku tahu itu Profesor," sahut Aya. "Aku tahu kau hanya korban disini. Aku sepenuhnya percaya kepadamu, maka dari itu kubawa kau kabur dari sana karena bisa-bisa kau akan diperintahkan untuk menon-aktifkan Omega yang melumpuhkan JST sementara kau bukan pelakunya. Kalau kau mengatakan tidak bisa dan tidak tahu pun—kau akan tetap dipaksa mengaku karena kau satu-satunya tersangka dalam kasus ini. Semua bukti mengarah padamu. Dalam beberapa jam lagi Program Busur Tiga akan diluncurkan, kau pasti sudah mendengarnya dari Kapten Irdan, kan? Kulihat dia juga memberitahumu setelah memberi tahu kami."
"Ya, aku sudah mendengar tentang program itu,"
"Berarti kau juga sudah mengetahui seberapa buruknya itu. Satu saja serangan dari pangkalan militer kita, daya serangnya setara sebuah Tsar Bomba berkekuatan ratusan kiloton nuklir. Ketika kau ditangkap oleh mereka Profesor namun ternyata tidak bisa menghentikan program itu, kau akan tetap dijadikan satu-satunya orang yang bersalah dihadapan mahkamah internasional nantinya. Negara akan menyalahkan semuanya padamu sebagai penjahat perang, otak dari segala bencana yang terjadi." Papar Sersan Aya. "Kau akan menjadi kambing hitam!"
Nurin dapat melihat betapa dirugikannya dirinya dalam situasi kali ini. Ini benar-benar petaka yang menghampiri Nurin. Keputusannya mengikuti seleksi pemilu tahun ini malah menghantarkannya pada satu masalah besar.