Kilas Kuantum 06 : Laser Persahabatan

2945 Kata
Sinar merah menyala pertanda jalinan persahabatan antar negara. Siapa sangka benang merah cantik itu hanyalah sebuah rahasia kejam belaka. Satu muslihat penuh trik yang akan menjadi cinderamata dari berakhirnya umur dunia. *** Kapten Irdan menatap ke sekeliling ruangan seleksi, memastikan bahwa semua situasi telah aman terkendali. Dia masih nyaman mengobrol dengan Profesor muda yang dianggapnya akan menjadi benih terbaik anak bangsa. Sementara Sersan Aya bak wanita yang kesambet hantu di siang hari. Tak sedikit pun pandangan mata indahnya beralih dari menatap Nurin. Satu hal yang masih Nurin sadari dan membuatnya bertanya dalam hati, ada apa sebenarnya dengan wanita ini? "Kapten," ucap Nurin. "Ya?" "Anda bilang tadi anda seorang Irjenpol bukan? Kenapa seorang mayor polisi masih dipanggil Kapten?" Kapten Irdan tergelitik, sedikit tertawa. "Aku seorang kapten dari divisi khusus Profesor," "Divisi khusus...?" Kapten Irdan mengangguk. Nurin tidak tahu bahwa Kapten Irdan Angkasa adalah seorang Intel dan merupakan bagian dari BIN, badan intelejen negara. Sedikit banyaknya Kapten Irdan mengetahui beberapa rahasia penting terkait aset dan arsip negara serta memiliki akses khusus. Termasuk rahasia dari monument Nusantara Union. "Nusantara Union adalah bangunan besar dan monument ikonik paling impresif di dunia Profesor. Dibangun pada pertengahan tahun 2030, di lima tahun pertama masa jabatan Presiden Nurun Maulidan. Pembangunan patung ini sendiri berbarengan dengan awal mula dikembangkannya kawasan distrik ekonomi dunia, New Malaka." Papar Kapten Irdan. "Terakhir kali aku kesini, saat berusia 10 tahun," gumam Nurin. "Saat itu bertepatan dengan perayaan 10 tahun dibukanya Nusantara Union. Sejak itu ... aku tidak pernah mengunjungi tempat ini lagi." "Itu sudah lama sekali." Gumam Aya, "dan kau baru menginjakkan kaki lagi saat ini?" "Kau asli dari kota ini tapi jarang datang kemari. Kau pasti sangat sibuk ya Profesor," timpal Kapten Irdan. "Aku lebih senang dengan kegiatan di dalam ruangan seperti membaca Kapten." Sahut Nurin. "Jarang terpikir untuk mengunjungi tempat-tempat wisata. Apalagi yang biasanya ramai seperti tempat ini. Sebenarnya aku tidak suka keramaian sama sekali." "Tapi menjadi dosen pengajar memaksamu harus berada di tempat ramai," celetuk Aya sembari melirik Nurin. "Apa kau tahu Profesor? Dulu Presiden Nurun juga pernah mengatakan hal yang sama padaku. Beliau tidak menyukai tempat yang ramai dan berisik. Dalam beberapa hal ... kau sangat mirip dengan beliau." "Benarkah?" ucap Nurin tersenyum lebar ke arah Sersan Aya. Nurin merasa bahwa Sersan Aya agak terintimidasi oleh kehadirannya. Tak tahu apa alasannya. Nurin hanya ingin menyingkirkan jurang itu darinya dan Aya dengan melemparkan senyuman hangat. "Begitu ya, jadi anda tidak menyukai tempat yang ramai," ucap Kapten Irdan. "Sangat cocok untukmu Prof. Lebih senang berkutat dengan buku dan memanen pengetahuan. Bagus sekali!" "Aku sangat senang membaca buku-buku fisik konvensional." Jawab Nurin. "Di zaman dimana buku fisik telah banyak ditinggalkan, dianggap usang dan tidak praktis, aku merasakan keindahan dan kepuasan dengan hanya menyentuhnya. Rasanya berbeda ketika kita membaca sastra bukan lewat holographic atau teknologi pembacaan suara." Sersan Aya tersenyum puas. Menandakan bahwa dia setuju dengan apa yang barusan Nurin katakan. Sudah cukup bagi Aya dia berurusan dengan teknologi sepanjang hari ketika bekerja. Tidak baginya diwaktu membaca. Sersan Aya di waktu luangnya pun biasa membaca buku-buku fisik—yang mana kebiasaan tersebut dipandang sudah sangat langka. "Itu kenapa anda menjadi dosen komparasi agama?" tanya Kapten Irdan. "Berurusan dengan buku dan kitab-kitab kuno berdebu dari masa lalu." "Itu menyenangkan Kapten. Sesuatu yang kuno dan berdebu dari masa lalu itu biasanya menyimpan jejak langkah kita. Pengajar sejati dan pembuat jati diri kita di masa kini. Terkadang dari pengetahuan di masa lalu itulah kita bisa menjadi seperti sekarang. Kemajuan yang kita banggakan saat ini? Semua pasti berawal dari masa lalu, kuno dan terlupakan itu. Darinya kita bisa melacak perjalanan kita jika mau. Kita bisa mengetahui darimana kita berasal dan siapa diri kita yang sesungguhnya." "Itu mungkin ada benarnya Profesor. Aku tidak akan berdebat denganmu tentang itu," sahut Kapten Irdan tergelak. "Bolehkah aku bertanya Profesor Nurin?" tanya Sersan Aya. Nurin tertegun sejenak dan mengangguk. "Mau tanya apa Sersan?" "Apa alasanmu mengikuti seleksi pemilu ini? Apa kau benar-benar yakin ingin berkiprah di pemerintahan, Profesor? Aku hanya penasaran apa motivasi anda." "Kau bicara apa Sersan? Tentu saja Profesor muda ini mengikuti seleksi karena ingin mengikuti jejak sang ayah. Benar begitu kan Profesor Nurin...?" "Dorongan dari Syeikh Ali atau dari dirimu sendiri Prof?" tanya Sersan Aya nampak telah sangat agresif dalam pertanyaan. Sersan Aya seakan begitu tertarik dengan latar belakang Nurin dan motivasinya mengikuti seleksi pemilu tahun ini. Gelagat Sersan Aya pun bisa terendus dengan baik oleh Kapten Irdan. "Ada apa Sersan? Kulihat kau begitu tertarik dengan Profesor Nurin," goda Kapten Irdan. "Ti–tidak, aku hanya ingin tahu saja." Jawab Sersan Aya tertunduk. "Sersan benar. Aku juga penasaran," sahut Kapten Irdan. "Aku juga ingin menanyakan itu, apa yang membuatmu akhirnya memutuskan untuk mengikuti pemilu tahun ini diusiamu yang terbilang masih sangat muda ini Profesor?" "Sersan Aya sedikit benar." Jawab Nurin tersenyum simpul. "Mendiang ayahku lah yang mendorongku untuk mengikuti jejak beliau. Dan kurasa ... tidak ada salahnya mencoba jalan yang ayahku inginkan untuk kujalani. Sebagian besar itu datang dari dalam diriku sendiri, bukan dari ayahku atau siapapun. Kukira panggilanku adalah hari ini." "Kau merasa ini adalah waktu yang tepat...?" tanya Sersan Aya. Nurin hanya mengiyakan dengan mengangguk ringan. "Bagus Profesor. Tidak peduli berapa usia kita. Jika merasa sudah siap, dan panggilan dari negeri ini untuk para pembangunnya telah tiba, kenapa tidak?" ucap Kapten Irdan. "Tapi apa kau tidak ingin menjadi seorang Mufti besar seperti ayahmu itu Profesor?" "Menjadi Mufti tidak melalui seleksi pemilu atau seleksi JST lainnya Kapten," singgung Sersan Aya. "Mereka dipilih oleh menteri agama dan oleh dewan Mufti Nasional." "Astaga, aku baru ingat tentang itu. Aku lupa, kukira mereka dipilih oleh seleksi JST." "Mendiang ayahku melarang keras JST ikut terlibat dalam penyeleksian para Mufti. Dan Presiden Nurun yang menandatangani sendiri undang-undangnya. Kalian pasti ingat dahulu parlemen sempat menentang gagasan tersebut. Mahkamah konstitusi telah sejak dua dekade menetapkan bahwa semua institusi kenegaraan berjalan dan dipilih oleh seleksi terakurasi JST terkecuali dewan Mufti Nasional, itu berkat ayahku." "Ya, aku ingat itu." Sahut Kapten Irdan. "Karena ayahmu adalah Mufti nasional pertama yang menjabat sejak awal pemerintahan Presiden Nurun Maulidan. Bahkan beliaulah penggagas system Mufti sebagai penyeimbang pemerintahan. Ayahmu juga ditunjuk sebagai Mufti besar negeri ini. Orang bilang ayahmu mempunyai pengaruh yang luar biasa karena kedekatan yang besar dengan Presiden Nurun. Publik mengetahui benar seberapa dekatnya beliau dengan mendiang Presiden Nurun." "Sangat dekat, lebih dari yang kita kira," sahut Sersan Aya melirik Nurin. "Apakah rumor bahwa Syeikh Ali adalah kakak angkat dari Presiden Nurun itu benar?" tanya Kapten Irdan. "Entahlah Kapten. Aku juga tidak tahu kenapa ayahku bisa sedekat itu dengan mendiang Presiden. Aku tidak begitu ingin tahu tentang itu, yang kutahu bahwa mereka telah menjadi sahabat sejak masih muda. Itu yang ayahku katakan tentang Presiden Nurun Maulidan." "Teman sejak muda ya," gumam Kapten Irdan. "Ngomong-ngomong ... kudengar mendiang Syeikh Ali sewaktu muda bersekolah di timur tengah? Lalu sejak Presiden Nurun menjabat beliau kembali pulang lalu tidak lama setelah itu dewan Mufti dibentuk oleh pemerintah bukan," "Benar. Ayahku adalah lulusan Mesir, pernah dua tahun bersekolah di Saudi, setahun di Tarim Yaman dan juga pernah ke Qom, Iran. Ayahku mendalami fikih dan ilmu Al-Qur'an serta menggeluti tasawuf juga." "Wah, keliatannya aku tahu kecerdasanmu didapat darimana Profesor. Sejak muda Syeikh Muammar Alisyah pasti sudah sangat cerdas, sama sepertimu." Kata Kapten Irdan. "Dua puluh menit lagi, ujian seleksi akan dimulai." Ucap Sersan Aya. Nurin dan Kapten Irdan sama-sama melihat ke arah hologram jam dinding di ruangan. Sebentar lagi seleksi tahapan 1 pemilihan umum berbasis JST akan segera dimulai. Satu persatu para peserta seleksi mulai berdatangan memasuki ruangan. Ada sekitar 150 peserta pilih yang akan hadir memenuhi ruangan besar tersebut. Tampak dari wajah-wajah para peserta mereka bukanlah orang sembarangan. Selain Jakarta, kota New Malaka memang dikenal selalu memiliki kombinasi latar belakang peserta pilih berkualitas mengingat New Malaka adalah sebuah kota besar dengan demografis unik, episentrum kemajuan negara. Sebut saja pakar geopolitik, para Profesor seperti Nurin, lulusan MBA, Master of Management Teknologi, pemilik perusahaan konstruksi terbesar di Sumatera, fresh graduate sarjana hubungan internasional, botanis bersertifikat, S3 ekonom lulusan Harvard, dan bahkan mantan petinggi militer. Semua akan duduk sama rata tanpa kasta yang berbeda. JST akan segera mengevaluasi dan menyeleksi mereka semua, apakah layak menduduki kursi dan jabatan sebagai pemangku sistem pemerintahan dan hukum negara. "Sayang sekali ini masih siang hari." Celetuk Kapten Irdan. "Seandainya malam hari, maka dari sini kita bisa dengan jelas melihat ketika laser persahabatan diluncurkan. Pemandangan yang selalu indah untuk dilihat, dan laser itu akan lebih cantik dilihat dari ruangan tempat kita berdiri ini. Karena saat ini, kita tepat berada di dekat pusat tembakan cahayanya, ada di atas kepala dari Nusantara Union. Hanya beberapa meter diatas ruangan ini Profesor," "Itu pasti sangat indah." Sahut Aya, "biasanya kita hanya dapat melihatnya dari bawah sana saja kan. Hanya bisa dipandang dari sudut-sudut kota," Laser persahabatan yang dimaksud oleh mereka adalah sebuah sorotan cahaya laser berwarna merah menyala dengan jangkauan super yang biasanya keluar dari kepala patung Nusantara Union tiap malam hari, ditembakkan tiga kali sehari tepat pada jam 8, 10 dan 12 malam. Laser persahabatan akan menyorot jauh ke negara-negara tetangga dan lintas benua. Lampu laser berwarna merah tersebut mampu menjangkau daratan semenanjung melayu raya; Singapura, Malaysia, tidak luput juga China dan benua Australia. Di jam-jam waktu Indonesia itulah warga dari kota-kota dunia seperti Singapura, Kuala lumpur, Sydney, dan Hongkong, akan dapat dengan jelas melihat sorotan laser merah menyinari lanskap kota mereka, ditembakkan dari kota New Malaka. Di Kuala Lumpur misalnya, laser persahabatan akan menyorotkan matanya pada dua gedung kembar Petronas. Di Singapura, akan menyorot ke kawasan Marina Bay dan Marlion. Di Hongkong, akan menyorot ke Bank Of China Tower. Dan di Dubai, akan menyorot ke Burj Al Khalifa, mantan gedung tertinggi di dunia. Laser persahabatan atau dikenal sebagai "Friendly Laser" memang merupakan salah satu daya tarik paling impresif dari Nusantara Union. Setiap malam di kawasan sekitaran monument Nusantara Union selalu berkumpul ratusan sampai ribuan wisatawan baik lokal maupun luar negeri—demi untuk dapat melihat momentum atraksi luar biasa ketika tembakan laser merah menyala memanjang—melesat mengarah ke negara-negara tetangga. Sebuah garis merah yang tiap malam konon katanya bisa dilihat dari luar angkasa bak tembok China. Friendly Laser dimaksudkan memang sebagai upaya dari Indonesia untuk menyapa ramah negara-negara di sekitarnya bahkan yang paling jauh sekalipun. Bentuk konkrit yang menyatakan sikap "Bersahabat" negara Indonesia dalam kancah dunia. Dan tentu saja ... niat utamanya yakni untuk mendemonstrasikan secara langsung keunggulan dan kemajuan negeri ini pada dunia. Siapa yang tidak terkesan dengan kecanggihan dari laser antar benua? Belum pernah ada negara yang memiliki teknologi serupa. Bahkan para warga kota di negara-negara yang di sorot Friendly Laser akan bersorak sorai—menikmati sapaan hangat dari kota terbaik di dunia—New Malaka, ketika laser itu menyinari lanskap kota mereka selama kurang lebih satu menit tiap harinya. "Apa kau tahu Profesor?" tanya Kapten Irdan. "Laser persahabatan mampu menjangkau 13 km daratan Singapura, 500 km semenanjung Malaya, 2500 km ke daratan China dan 2200 km ke arah benua Australia. Ini satu-satunya laser pointer raksasa di dunia dengan daya sorot lintas benua. Hanya ada di negara kita." "Aku tahu itu." Jawab Nurin, "memang mengesankan!" "Komponen pembuatannya didatangkan langsung dari perusahaan laser dunia, Trotec. Dirancang khusus oleh para engineer terkemuka kita dari SINUL Corporate, sehingga terciptalah laser pointer dengan jangkauan luar biasa yang disebut Gould GX ZERO-05." Papar Kapten Irdan. "Setahun yang lalu," ucap Nurin, "ketika aku menghadiri salah satu seminar international di kota Sydney, Australia, kusempatkan untuk datang ke gedung Opera House. Para warga kota disana terlihat menunggu-nunggu sorotannya, mereka sangat antusias ketika Friendly Laser menyinari atap-atap runcing dari gedung putih itu. Melihatnya sendiri dari negeri orang ... memang sangat mengesankan dan membanggakan." Kenang Nurin. "Apa kau mau tahu, sesuatu yang rahasia tentang laser ini Profesor?" bisik Kapten Irdan pelan. "Ini sebenarnya sangat rahasia, tapi ... akan kukatakan. Bahwa Friendly Laser atau laser persahabatan, selain sebagai media pencitraan pemukau dunia, sebenarnya juga adalah alat mata-mata." "APA!?" Nurin terkejut, berdecak heran penuh penasaran. Sementara Sersan Aya berekspresi biasa saja mendengar bisikan halus Kapten Irdan tersebut, mungkin karena Aya sendiri juga sudah tahu mengenai rahasia tersebut mengingat dia sendiri berada di lingkar dalam elite kepolisian. "Jadi, maksud anda ... Nusantara Union adalah alat spionase super besar?" Bisik Nurin pelan. Dia nampak sangat penasaran dengan fakta yang baru saja ia ketahui ini. "Bukan hanya untuk menjadi sebuah ikon yang monumental, dari kota terbaik dan negara terbaik." Jawab Kapten Irdan. "Nusantara Union sesungguhnya adalah salah satu instalasi milik pemerintah dan Friendly Laser adalah sebuah device pengintaian yang dikontrol penuh oleh agensi milik pemerintah, BIN—badan intelijen negara. Cara kerjanya dengan memindai struktur jaringan suatu negara ketika sinar itu ditembakkan. Menjaring semua akses bank data mereka dari berbagai server, memantau mobilitas arus informasi terenkripsi dan bahkan dapat menampilkan fokus citra optikal-dimensional selama 24 jam penuh, mirip seperti capture citra satelit hanya saja jauh lebih interaktif." "Wow! Jadi, hanya namanya saja laser persahabatan." Celetuk Nurin bereaksi terhadap fakta yang cukup klise. "Ternyata kita tidak bersahabat sama sekali," Nurin tersenyum simpul memandang ke depan jendela kaca yang menyuguhkan pemandangan deretan gedung pencakar langit New Malaka dan teluk Tuang Anam yang menyatu dengan view perairan luas. "Sungguh ironi kan Profesor." Timpal Sersan Aya. "Ayolah, kalian ...." sahut kapten Irdan. "Ini dunia yang keras. Aktivitas memata-matai sudah menjadi konsumsi dan komoditi tiap negara. Ini semacam perlombaaan kegesitan. Adu taktik, siasat dan kemahiran tentu saja. Semua negara melakukannya Profesor. Hanya saja ... level kita beberapa tingkat berada jauh diatas mereka dalam permainan ini." "Ya, tapi Sersan Aya benar." Kata Nurin. "Ini sebuah ironi. Disatu sisi kita seakan merangkul orang lain dengan ramah dipundaknya, menyapa mereka dan menyebutnya laser persahabatan, tapi ditangan yang satunya ... kita sedang merogoh isi kantong mereka." "Analogi yang bagus Profesor." Desis Kapten Irdan. "Tapi masih pandangan yang terlalu naif." "Tapi Kapt, jika ini rahasia, kenapa anda mau menceritakan ini padaku?" tanya Nurin. "Entahlah ... Profesor," jawab Kapten Irdan, sembari menyentuh sebelah pundak Nurin, "semacam intuisi atau refleks saja. Karena orang sepertimu akan mengikuti pemilu sebentar lagi. Siap dan dengan suka hati akan memanggul beban dan tanggung jawab dari negeri ini. Ya ... bisa dikatakan aku menyukai orang sepertimu Profesor. Kau sepertinya mudah dipercaya dan pribadi yang amanah." "Bukankah ini semacam ... rahasia negara!?" tegas Nurin. Kapten Irdan tertawa pelan. "Kau benar Profesor." Jawabnya. "Tapi itu bukan rahasia yang besar juga. Bisa dibilang ... yang tadi kuceritakan sudah menjadi rahasia umum Prof. Komunitas intelijen di beberapa negara juga telah mengetahuinya dan telah lama mencurigai hal ini, hanya saja mereka tidak memiliki cukup bukti untuk dapat mengungkapkannya. Seperti yang tadi aku bilang ... kita beberapa level lebih unggul diatas mereka dan kita bermain terlalu rapi dan cantik." Angguk Kapten Irdan pada Nurin dengan penuh rasa kebanggaan. Terlihat sebuah helikopter nirawak Mo-Hawk 177 warna abu-abu bermesin triple dan berlaras ganda, melayang di udara New Malaka, lalu lalang tepat di hadapan jendela kaca bundar tempat Nurin dan yang lainnya berdiri. Pengamanan yang super ketat untuk sebuah penyelenggaraan pemilu via seleksi berbasis JST. Terlihat dua orang agen berpakaian hitam juga mendekati Kapten Irdan, mereka memberi hormat lalu kemudian melapor. Agen yang lain di sudut ruangan terlihat melakukan panggilan lewat earphone wireless di telinga, memastikan bahwa semua protokol telah dijalankan dengan semestinya oleh personil lain dibawah sana. "Bagi kelompok untuk tim penyisir." Perintah kapten Irdan kepada mereka. "Awasi dan tetap berjaga dalam radius, perbanyak personil untuk berjaga dalam ring keamanan di sekitar ruangan ini. Ujian seleksi akan segera dimulai. Pastikan tidak ada yang bisa masuk ataupun keluar dari bangunan ini kecuali para staff dan regulator. Lakukan sesuai protap. Perketat juga penjagaan di ruang kontrol kita, nanti aku akan menyusul." "Baik, Kapten!" para agen itu mulai bergerak setelah mendapat perintah dari Kapten Irdan. "Apa kau mau langsung menuju ruang kontrol Sersan?" tanya Kapten Irdan pada Sersan Aya. "Teman-temanmu yang lain dari tim ABBYS sudah bersiap diposisi mereka. Mereka membutuhkan pimpinan mereka disana." Dengan sedikit ragu Sersan Aya mengangguk hendak segera meninggalkan Kapten Irdan dan Nurin untuk segera menuju ruang kontrol cyber tempatnya berkerja. "Yakin tim cyber itu bisa menangani ini?" tanya Kapten Irdan ke Sersan Aya. "Mereka yang terbaik Kapten, kami yang terbaik!" "Berharap saja semua akan berjalan lancar." Harap Kapten Irdan. "Kami terpaksa harus mengandalkan kalian para pakar IT A.B.B.Y.S untuk ini." "Sepertinya sudah waktunya!" balas Aya. "Mau bagaimana lagi Kapten, hanya tim kami yang kita punya. Mereka langsung dikirim dari pusat kan. Pusat tidak akan sembarangan mengirim tim taktis IT apalagi sekelas ABBYS. Aku bisa membantu sebisanya jika ada flux." Nurin yang hening, hanya diam membeku melihat obrolan Kapten dan Sersan. Protokoler keamanan seperti Kapten Irdan dan Sersan Aya sudah mulai terlihat sibuk. Seleksi akan benar-benar dimulai sebentar lagi. Nurin terlihat begitu santai dan tidak begitu tertekan padahal ini merupakan pengalaman pertamanya mengikuti seleksi JST. "Sepertinya kalian sudah sangat sibuk." Ucap Nurin. "Ini waktunya bagiku untuk bersiap." "Ya, seleksi ujian juga akan diadakan kurang dari delapan menit lagi Profesor." Sahut Aya. "Silahkan Profesor, bersiaplah." Kata Kapten Irdan mempersilahkan. "Carilah tempat duduk sesuai nomor anda dan berusahalah. Terima kasih atas waktunya, biar kami yang akan menjaga keamanan dan kelancaran seleksi tahun ini, tenang saja." Kapten Irdan dan Sersan Aya kemudian beranjak pergi meninggalkan Nurin. Mereka pamit untuk kembali bertugas. Nurin sempat melihat tatapan Aya padanya sebelum pergi. Seperti ada sesuatu dalam pikiran Aya yang dipendamnya, ketika ia menoleh ke belakang memandang Nurin dengan tatapan penuh tanya. Nurin merasakannya sejak tadi, hanya saja ia belum tahu itu tentang apa. Seakan ada sesuatu yang Sersan Aya sembunyikan darinya. Nurin juga berpikir, kenapa seorang ahli komputer dari tim cyber crime seperti Sersan Aya ditugaskan disini? Pandangan mata Nurin mendapati sebuah logo kecil bertulis BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terror) terpampang pada salah satu pakaian staff keamanan, baik yang tadi berjaga di bawah maupun yang sekarang menjaga pintu masuk ruangan seleksi ujian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN