Bab 5 Membuang Lasmi

1639 Kata
Aku tidak tahu apa yang hendak Indra lakukan kepadanya dan juga tidak berniat menghalanginya. Aku hanya melihat Lasmi diseret ke lantai dua. Kali ini, Indra tidak memukulnya lagi, melainkan mendorongnya ke salah satu kamar yang ada di sana. Aku hanya mengikutinya dari belakang. Sambil menangis, Lasmi terus menatapku. Tampaknya, ada sesuatu yang ingin dia katakan kepadaku. Hanya saja, untuk apa dia mengeluh kepadaku? Apa gunanya dia terus menatapku seperti itu? Saat ini, aku hanya berpikir kalau dia sangat menjijikkan dan sama saja dengan p*****r lainnya. Setelah Indra mendorong Lasmi masuk ke kamar itu, pria itu kembali memarahinya, “Berani-beraninya kamu berkomplot dengan mereka untuk menipuku! Kamu berniat untuk mengambil keuntungan dariku, bukan? Kamu sudah tidak layak untuk tinggal di lantai tiga! Mulai sekarang, kamu bisa tinggal dengan tenang di lantai dua!” Lasmi masih terus menatapku dengan tatapan mata yang memelas seperti sedang menunggu aku untuk membelanya. Tapi, aku malah tidak menghiraukannya. Demi seorang p*****r sepertinya, hampir saja aku merusak hubungan persahabatanku dengan Indra. Aku pernah salah menilainya sekali, jadi aku tidak akan terjerumus lagi untuk kedua kalinya! “Ayo jalan! Huh, membuatku kesal saja! Aku akan membuat wanita jalang ini membayar untuk perbuatannya!” Setelah Indra keluar dari kamar, dia menarikku dan membanting pintu dengan keras. Aku tidak mengatakan apa-apa. Indra menarikku hingga ke lantai dasar dan pada saat itu dia berkata, “Lantai dua tidak sama dengan lantai tiga. Tamu-tamunya juga berbeda. Aku ingin jalang itu membayar semua perbuatannya.” Setelah berkata demikian, Indra mengeluarkan ponselnya dan menghubungi sebuah nomor, “Halo, Pak Budi, ya? Saya memiliki ‘barang’ baru, apakah Anda ingin datang untuk mencobanya?” “Bagaimana mungkin saya menipu Anda? Anda ‘kan pelanggan tetap kami. Dia benar-benar baru datang, masih gres dan belum banyak main sebelumnya, jadi dia belum terlalu mahir, tapi badannya bagus. Silakan bermain dengannya sampai puas, Pak Budi.” “Benar. Anda bebas melakukan apa pun padanya. Saya jamin, Anda dapat melakukannya tanpa terlibat masalah.” “Pak Zainal! Datanglah ke klub saya siang ini untuk bermain di sini. Aduh, kalau saya tidak ada ‘barang’ baru, mana mungkin saya menelepon Anda? Dia masih muda dan tidak terlalu mahir, tapi kualitasnya bagus. Anda bebas melakukan apa pun padanya, semakin kasar semakin baik.” “Pak Edi …” Indra menghubungi belasan nomor pelanggannya dan dia mengundang semuanya untuk datang bermain dengan Lasmi. Setelah selesai menelepon, dia memberiku sebatang rokok dan berkata, “w************n itu ‘kan suka berakting, jadi aku mencarikan pelanggan yang menyimpang untuknya. Biasanya para wanita binaanku tidak berani untuk melayani mereka. Aku ingin lihat, dia sanggup berpura-pura sampai sejauh apa.” Aku yang sudah tidak merasakan apa-apa terhadap Lasmi pun berkata kepadanya, “Lihatlah dirimu sekarang. Sudahlah, jangan marah-marah lagi. Bagaimana kalau kita keluar jalan-jalan?” Indra mengangguk setuju. “Ya, berlama-lama di sini membuatku kesal. Ayo, jalan! Aku akan membelikanmu ponsel dan beberapa stel pakaian. Selain itu, aku juga akan mengajakmu supaya kamu bisa menambah wawasan lagi.” Aku pun bangkit berdiri dan berjalan keluar bersama Indra. Melihat Indra yang terlihat masih kesal, aku pun menghiburnya dengan mengatakan kalau kali ini dia tertipu. Jadi, supaya dia tidak terus-terusan merasa kesal, aku mengusulkan padanya untuk memulangkan Lasmi. Sepertinya, Lasmi berbohong ketika dia mengatakan kalau dirinya akan dipukuli sampai mati jika kembali. Namun, Indra hanya menggelengkan kepalanya. “Aku sudah tidak dapat mundur lagi. Salahku sendiri karena waktu itu tidak memeriksanya dengan teliti. Kuakui, aku memang bodoh. Niatnya untung, tapi malah buntung. Sekarang, aku hanya bisa menanggung semua kerugiannya. Setidaknya penampilan wanita itu lumayan dan selanjutnya dia juga akan melayani banyak tamu, jadi lama-kelamaan dia akan kembali ke kebiasaannya sebelumnya.” Aku hanya mengangguk-angguk saat mendengar itu. Harus kuakui kalau Indra memang sedang sial. Dia kemudian mengantarku ke mall di pusat kota. Setelah membelikanku ponsel, dia memasukkan beberapa nomor dan mengatakan padaku kalau nomor-nomor ini akan berguna bagiku di masa depan. Setelah itu, dia membelikanku beberapa stel pakaian yang bagus. Hari pun sudah menjelang malam saat kami sudah selesai dengan semua itu. Saat kami berjalan keluar dari maal, aku juga bertanya padanya apakah kita akan pulang ke klub atau tidak. Indra menggelengkan kepalanya dan berkata, “Kita tidak akan kembali ke klub karena tidak ada yang bisa dilakukan di sana. Selain itu, aku juga belum mengajakmu untuk memperluas wawasan.” Di dalam setiap industri, pasti ada hal-hal yang tidak diketahui oleh orang luar. Sama seperti ketika aku mendekam di dalam penjara, ada banyak rahasia di sana yang tidak diketahui oleh orang luar. Jadi, aku langsung tertarik ketika Indra mengatakan kalau dia akan memperluas wawasanku. Setelah masuk ke dalam mobil, Indra memberitahuku, “Selain bisnis yang kujalani sekarang, ada juga p*****r yang menyewakan kamar mereka sendiri setelah bekerja selama beberapa waktu dan memiliki pelanggan tetap. Mereka akan mencari pelanggan sendiri dan bisa mendapatkan lebih banyak penghasilan karena tidak harus membayar persenan pada induk semang mereka. Bahkan, jika melayani pelanggan yang telah mengenal mereka, mereka bisa mendapatkan banyak sekali uang.” Aku mengerutkan keningku dan bertanya, “Apakah itu aman? Bukankah salon kecantikan juga akan terkena razia? Memangnya mereka tidak akan ditangkap?” Indra mengisap rokoknya dan menjelaskan, “Mereka lebih berhati-hati lagi daripada kita karena kalau mereka sampai tertangkap, selanjutnya akan sulit untuk mengembalikan nama baik mereka yang sudah ternoda.” Dia tertegun sejenak, kemudian tertawa dan melanjutkan, “Untuk memikat pelanggan, mereka akan mengandalkan kecantikan dan keahlian mereka. Gadis-gadis itu benar-benar berbeda dengan klub kita yang membosankan, di mana para tamu akan pergi setelah selesai memuaskan hasrat mereka.” Menurutku, apa yang dikatakan olehnya benar. Jika mereka tidak memiliki kemampuan yang membuat para pria terkesan, mana mungkin mereka dapat membuka usaha sendiri? *** Kami berhenti di pinggir jalan dan memanggil taksi. Setelah mengatakan alamat tujuan kami ke sopir, Indra kembali menyalakan rokoknya. Saat dia berbicara lagi padaku, nada bicaranya menjadi tegas, “Ray, aku peringatkan kamu sekali lagi, dalam menjalani bisnis ini, jangan sekali-kali terbawa perasaan.” Aku mengangguk dan berkata, “Ya, aku mengerti.” Indra tersenyum lagi dan menambahkan, “Meskipun kita tidak boleh terbawa perasaan, tapi kita boleh bermain perasaan dengan orang lain.” “Dengarkan perkataanku, meskipun para wanita itu sudah berpengalaman dengan banyak pria dan sudah mengenal betul sifat-sifat pria, tapi mereka tetaplah wanita yang tidak boleh sampai kekurangan pria. Jadi, saat bermain di luar dengan mereka, ucapkan kata-kata manis sebanyak-banyaknya ke mereka. Jika kamu bisa memancing salah satu dari mereka untuk menyukaimu, kamu akan mendapatkan banyak keuntungan.” Aku mengerutkan keningku, walau aku mengerti maksud perkataan Indra. Memangnya kalau wanita itu menyukai kliennya, mereka akan menerima uang lebih darinya? Tentu saja, klien tersebut malah akan mendapatkan keuntungan besar karena ia dapat bermain tanpa perlu membayar sepeser pun. Bagi para p*****r itu, tindakan seperti itu mungkin sedikit tidak berperasaan. Aku melirik Indra yang tengah mengisap dan mengembuskan asap rokok. Setelah menghirup napas dalam-dalam, aku jadi bertanya padanya, “Berapa banyak p*****r yang sudah berhasil kamu menangkan hatinya?” Indra tertawa dan mengembuskan asap rokok yang baru dihisapnya. “Tidak banyak. Tapi, kali ini aku sengaja membawamu ke suatu tempat untuk memberi contoh. Setelah itu, kamu bisa mempelajari caranya dan lama-lama akan paham sendiri.” Aku tidak berkata apa-apa lagi karena aku memang tidak jago melakukan hal-hal seperti ini. Nanti, saat aku akan mengandalkan bisnis ini untuk menghasilkan uang, aku tidak mau peduli apa pun. Selain itu, bisnis ini juga tidak akan bisa merusak hati nuraniku. Di saat itu, si sopir taksi mendadak tertawa dan berkomentar, “Sepertinya Anda sangat berpengalaman, Pak. Ketika turun dari mobil nanti bawalah dia mengunjungi beberapa tempat. Saat ini, kondisinya cukup menegangkan. Sama sekali tidak seperti dulu ketika prostitusi dapat dilakukan di mana saja.” Indra mulai mengobrol dengan sopir taksi itu sampai memberitahunya alamat tempat tinggalnya, tetapi dia tidak mengatakan kalau dia adalah seorang pemilik klub. Tidak lama kemudian kami turun di depan sebuah perumahan. Kawasan perumahan ini didesain dengan indah dan punya penjaga keamanan yang berjaga di depan gerbangnya. Setiap pengunjung yang datang harus memindai kartu anggota mereka untuk dapat diizinkan masuk. Aku menghela napas dalam-dalam. Memang seperti inilah tempat yang bisa dibilang aman. Meskipun polisi mau menangkap mereka, mereka tidak dapat langsung masuk begitu saja. Pada saat yang sama, aku juga merasa penasaran. Aku telah berada di dalam penjara selama lima tahun. Setelah bebas, aku sudah dua kali bercinta dengan wanita, jadi bagaimana mungkin aku dapat menahan hasrat tersebut? Saat melihatku, Indra tertawa dan mengatakan sesuatu yang membuatku makin penasaran. Dia berkata, “Di tempat ini tidak hanya ada satu wanita penghibur. Setelah kuperhatikan, wanita ini juga sering membawa rekan-rekannya dan juga ada siswi sekolah yang datang untuk bekerja paruh waktu di sini. Hampir selalu ada ‘barang’ baru setiap saat dan semuanya tergantung dari keberuntunganmu.” Indra dengan santai memindai kartu anggotanya untuk masuk. Kemudian, dia mengemudikan mobilnya dengan pelan dan menuju ke salah satu unit hunian. Ketika aku hendak melanjutkan pembicaraan kami, dia sudah menghentikan mobilnya dan menyuruhku untuk berhenti bicara dengannya. Aku menanyakan alasannya, tapi dia hanya menyuruhku bersabar. Dia memberitahuku bahwa pertama-tama dia akan menelepon seseorang untuk menanyakan apakah ada ‘barang’ baru untukku. Aku pun mengangguk dan melihatnya menyalakan sebatang rokok lagi. Lalu, dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon sebuah nomor. Tidak lama kemudian, teleponnya tersambung dan aku bisa dengar suara seorang wanita muda menawan menjawab teleponnya Aku tidak dapat mendengar jelas apa yang dikatakan wanita itu dan hanya bisa melihat bibir Indra terangkat membentuk senyuman. Beberapa saat setelahnya, Indra menutup teleponnya dan menepuk-nepuk pundakku sambil berkata, “Kamu sangat beruntung. Kebetulan ada seorang wanita cantik yang sedang menunggu untuk mendapatkan pelanggan. Dia berdada besar dan anaknya juga ceria. Sementara ini, belum ada pelanggan yang memesan wanita itu.” Hal ini membuatku menjadi semakin penasaran dan di saat yang sama, aku juga merasa aman karena tidak akan ada polisi yang melakukan penangkapan di area perumahan seperti ini. Sesampainya di lantai lima, Indra mengetuk pintu salah satu kamar yang ada di sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN