Keesokan harinya, aku dibangunkan sinar matahari nan menyilaukan yang masuk melalui jendela kamarku. Butuh beberapa saat bagiku untuk kembali fokus. Saat memikirkan wanita yang kuperlakukan kasar semalam, aku pun menoleh dan mendapati ranjangku yang kosong.
Tanpa berpikir panjang, aku bangun, berpakaian, dan turun ke lantai bawah. Setelah kejadian semalam, aku pun paham bahwa ada beberapa hal yang memang tidak bisa kuubah. Jangan sampai aku bertengkar dengan Indra hanya karena seorang wanita. Bagaimanapun, dia adalah sahabatku.
Awalnya, aku berencana untuk pergi ke kamar Indra. Namun, tiba-tiba aku mendengar suara Indra dan seorang pria paruh baya dari lantai bawah. Karenanya, aku pun turun ke sana dan melihat Indra sedang duduk di sofa dengan seorang pria gemuk yang sedang tersenyum lebar.
“Hehe… Pak Burhan, saya tidak membohongi Anda. Saya benar-benar punya barang baru, masih ketat seperti perawan pada umumnya. Saking ketatnya, bisa-bisa Anda kesulitan bernapas karenanya.”
“Baiklah, saya memutuskan untuk mencobanya.”
Pria gemuk itu tersenyum m***m. Usianya sekitar 40 tahunan, perutnya buncit, dan tangannya tampak sedang memegang sebuah tas kulit. Tampaknya, pria itu memiliki banyak uang.
“Boleh, boleh, silakan! Anda adalah pelanggan tetap kami. Tanpa Anda, klub saya tidak akan bisa menghasilkan banyak uang.”
Indra menyetujuinya dengan ekspresi gembira. Begitu dia mendongakkan kepalanya, dia langsung bertemu pandang denganku. Sejenak dia tampak ragu, tapi dia tetap mempersilakan pria itu naik ke lantai atas. Setelah itu, dia menarikku.
Memang, barusan aku sudah mendengar obrolan mereka berdua. Melihat ekspresinya yang begitu bahagia, aku tidak mengatakan apa-apa. Dia pun langsung mengajakku pergi bersenang-senang karena hari ini dia berhasil meraup banyak keuntungan. Sikapnya hangat seolah pertengkaran kami kemarin tidak pernah terjadi.
“Mau pergi ke mana kamu?” tanyaku.
“Tentu saja untuk mencari wanita cantik.”
Saat ini, aku juga sedang tidak ingin berada di klub. Jika aku mendengar suara Lasmi meminta tolong, aku khawatir tidak akan dapat mengendalikan diriku. Untuk hal-hal semacam ini, bersikap tidak peduli adalah jalan keluar yang terbaik.
***
Indra pun membawaku ke pusat kota dan berhenti di depan sebuah klub kelas atas yang bernama Highland Club.
“Hehe… hari ini aku akan membuka wawasanmu.”
Dengan ekspresi yang seolah mengatakan kalau nanti aku akan mengerti, dia menarikku ke dalam. Begitu masuk, mataku langsung terbuka lebar. Inilah yang dinamakan sebagai bisnis kelas kakap. Petugas keamanan yang berjaga di depan pintu semuanya tinggi dan kekar. Tapi begitu masuk ke dalam, di sisi kiri dan kanan koridor berjejer banyak sekali wanita cantik. Kedua tangan mereka bertaut begitu alami dan sikap mereka sangat bermartabat.
Kami pun berjalan masuk. Setiap dua langkah, wanita cantik yang berada di sisi kiri dan kanan kami membungkuk memberi hormat. Suara mereka yang lembut dan manis membuat jiwaku bergetar. Meskipun semalam aku bercinta dengan liar, tapi begitu mendengar suara mereka, saat ini juga gairahku langsung melonjak kembali. Indra tersenyum dan mengatakan padaku kalau ini belum ada apa-apanya. Setelah masuk nanti, aku akan melihat pemandangan yang lebih indah lagi.
Setelah berjalan beberapa langkah, seseorang mengantar kami untuk memasuki sebuah ruangan yang besar. Di dalam ruangan ini, ada 30 hingga 40 orang wanita yang berpakaian minim. Aku hampir terpesona ketika melihat paha mereka yang putih dan p******a mereka montok. Indra memilih dua orang terapis dan kami pun diantar ke sebuah kamar di dalam.
Sesampainya di kamar itu, kami berbaring di kursi pijat. Lalu, kedua orang terapis tersebut mulai memijat kami. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk kembali merasa rileks dan melepaskan semua rasa stres yang kurasakan selama ini. Aku pun mulai melupakan masalah Lasmi.
Indra mendengus, merasa nyaman sambil sesekali curi-curi kesempatan. Dia menyentuh mereka dan membuat kedua wanita itu tertawa dengan manja. Namun, Indra tampak sangat menikmatinya. Dia tidak henti-hentinya menanyakan keadaanku untuk memastikan aku juga merasa nyaman. Aku yang sedang menikmati sentuhan lembut dari terapisku, refleks mengangguk-anggukan kepalaku.
Tidak lama kemudian, wanita itu telah selesai memijat seluruh tubuhku. Tangannya dengan lembut beralih memegang selakanganku, sehingga membuatku terangsang. “Hai tampan, sepertinya aku tidak memiliki cukup stamina untuk melakukannya.”
Wanita itu tertawa lembut, sehingga membuat Indra yang ada di sebelahnya ikut tertawa. Supaya tidak terlihat canggung, aku mulai meraih payudaranya dan meremasnya. Beberapa saat kemudian, aku mulai membelai-belai tubuh wanita itu hingga membuatnya mengerang. Sedangkan Indra melakukannya dengan sangat baik. Saat ini kepalanya sedang terkubur di p******a wanita cantik itu. Namun, tepat pada saat ini ponsel Indra tiba-tiba berbunyi.
“Kurang ajar, siapa yang berani menggangguku? Dasar b******n!”
Indra mengambil ponselnya, tampak enggan untuk menjawabnya. Namun, entah kenapa dia masih tetap melakukannya. Aku tidak menganggapnya sebagai hal yang serius. Hanya saja, tak kusangka kalau ekspresi wajah Indra langsung berubah.
“Tidak mungkin! Bagaimana mungkin hal seperti itu bisa terjadi!”
Wanita yang sedang memijat Indra merengek manja, “Bos, ayo kita bermain dulu.”
“Kalian semua keluar! Aku sedang tidak berselera!” Setelah Indra mengusir para terapis itu, dia berkata kepadaku, “Ray, kita harus cepat kembali. Ada hal besar yang sedang terjadi.”
Aku berkata dengan bingung, “Ada masalah gawat apa? Kenapa kita mendadak berhenti?”
Indra yang terlihat sangat marah, berkata kepadaku, “Lasmi! Wanita itu! Kali ini aku telah ditipu oleh keluarga jalang kecil itu. Ternyata dia sudah tidak lagi perawan!”
“Apa? Ini tidak mungkin, bukan?”
Ketika mengingat ekspresi wajahnya yang begitu lugu, aku tidak menyangka kalau dia adalah wanita yang seperti itu.
“Yah, pria gemuk yang kamu lihat hari ini adalah seorang Bos besar. Dia telah menghabiskan uang sebesar 120 juta rupiah untuk keperawanan Lasmi. Tapi dia mengatakan padaku kalau v****a Lasmi bengkak seperti wanita yang habis bercinta. Dia adalah pelanggan tetapku dan dia mengatakan kalau aku telah menipunya dan dia tidak bisa memakai wanita itu.”
Kemudian Indra memaki Lasmi dan mengatakan kalau dia akan membunuh jalang kecil itu. Karena aku merasa seperti ada sesuatu yang salah, aku membujuk Indra untuk tidak bertindak gegabah dan mencari tahu faktanya terlebih dahulu. Indra berjalan di depanku dengan wajah muram. Tidak lama kemudian, kami sudah tiba di klub.
Kami pun langsung naik ke lantai tiga dan masuk ke kamar Lasmi. Di sana, pria gemuk itu sedang merokok sambil memaki gadis itu dengan kata-kata kotor. Lasmi yang pakaiannya sudah koyak di sana-sini sedang duduk di atas ranjang dan terus menangis. Aku bisa melihat paha dan bahunya yang telanjang. Selain tanda bekas pukulan sebelumnya, ada bekas merah yang tidak asing. Saat itu, aku langsung paham kalau bekas merah itu adalah jejak yang ditinggalkan oleh seorang pria. Dulu pada saat aku memergoki Maria sedang tidur dengan ayahku, di tubuhnya ada cupang yang sama persis.
Di sisi lain, Indra meminta maaf sambil tersenyum pada pria gemuk itu dan berkata akan mengembalikan uangnya dan berjanji akan mencarikannya ‘barang’ bagus lagi. Kemudian dia berjalan ke samping Lasmi, memakinya dengan sebutan wanita jalang dan menendangnya dari atas ranjang hingga terjatuh. Lasmi pun berteriak. Tangannya tidak sempat memegangi pakaiannya sehingga semuanya terekspos begitu saja.
Kali ini, aku sama sekali tidak merasa iba padanya. Aku merasa apa yang dikatakan Indra benar. Lasmi adalah w************n yang memiliki kemampuan akting nan meyakinkan hingga membuatku tertipu. Perasaan simpati yang kurasakan terhadap Lasmi seketika itu juga lenyap.
Indra masih memaki dan memukuli Lasmi, sementara wanita itu masih berusaha menutupi dadanya yang telanjang dengan tangan. Namun, matanya menatapku dengan sedih sehingga membuatku merasa tidak nyaman.
‘Bukankah dia sudah menipuku? Untuk apa dia masih berharap kalau aku akan membantunya?’ pikirku.
Indra juga benar-benar kejam. Dia menarik paksa tangan Lasmi yang menutupi dadanya dan bersumpah serapah dengan ekspresi penuh amarah.
“Untuk apa jalang sepertimu merasa malu? Dasar w************n! Cepat perlihatkan padaku!”
Lasmi benar-benar terlihat sengsara dan terus menangis. Namun, Indra menarik paksa tangannya yang berusaha menutupi payudaranya. Seketika itu juga, dadanya yang montok pun terlihat seluruhnya dan semuanya penuh dengan bekas cupang yang memberikan bukti nyata bahwa dirinya sudah disentuh oleh pria. Indra meninju dan menendang Lasmi, kemudian dia menjambak rambut wanita itu dan membenturkannya ke dinding.
Lasmi menangis sambil memohon belas kasihan. Indra kemudian membenturkan wajahnya beberapa kali ke dinding sebelum kemudian melepaskannya. Setelah itu, dia mendekati pria gemuk itu sambil tersenyum dan berkata,
“Pak Burhan, semua ini adalah kesalahan saya dan saya harap, Anda tidak akan marah karena kali ini saya juga tertipu oleh p*****r ini. Nanti begitu ada ‘barang’ bagus lagi, Anda akan menjadi orang pertama yang saya hubungi.”
Indra mengantar pria gemuk itu keluar sambil membujuknya dengan kata-kata dan ekspresi yang menyenangkan. Aku melirik Lasmi yang mimisan. Melihat kondisinya yang menyedihkan, aku ingin membantunya. Namun, begitu memikirkan saat dia berlutut di depanku dan memohonku untuk menyelamatkan malam pertamanya, aku langsung merasa tertipu. Dia terlalu pandai berakting, persis seperti yang dikatakan oleh Indra. Wanita ini pura-pura kalau hidupnya menyedihkan dan menipuku. Para wanita yang terlibat dalam bisnis ini benar-benar bukan orang baik.
Aku berbalik dan keluar dari kamarnya untuk merokok. Saat ini, perasaanku sulit dilukiskan dengan kata-kata. Membuatku berpikir bahwa mulai saat ini, aku tidak mau berurusan dengan apa pun yang berhubungan dengan Lasmi. Suara tangisan terdengar dari dalam kamar, tapi aku sama sekali tidak memedulikannya. Aku hanya berdiri di luar menunggu Indra kembali.
Tidak lama kemudian, Indra kembali dengan wajah geram dan menendang pintu kamar wanita itu hingga terbuka. Aku melihat Lasmi telah mengenakan kembali pakaiannya, meski masih terus menangis. Tanpa berbasa-basi lagi, Indra langsung menyeretnya keluar dan menariknya menuruni tangga.