Bab 6 Maria

1665 Kata
“Ah, kalian sudah datang.” Dari dalam terdengar suara yang menggetarkan jiwa. Tidak lama kemudian, pintu pun terbuka. Aku melihat sepasang kaki wanita jenjang melangkah keluar. Usianya sekitar 20 tahunan, bentuk tubuhnya sangat seksi dan dia mengenakan stoking jaring. Begitu melihat Indra, wajahnya yang mengenakan riasan tebal langsung gembira. “Sayang, apakah kamu merindukanku?” Indra tersenyum m***m. Dia pun langsung memeluk pinggang ramping wanita itu dan mendekapnya. “Ternyata kamu masih ingat untuk mencariku?” Wanita itu berkata pelan dengan ekspresi merajuk yang manja. Indra terkekeh. Tanpa memedulikan kehadiranku, dia memukul b****g wanita itu. “Aku ‘kan seorang pria yang sibuk. Meski begitu, kemanapun aku pergi, hatiku selalu bersamamu.” Wanita itu tertawa pelan sambil menutup mulutnya. “Dasar nakal!” desahnya manja. Tampak jelas kalau wanita itu tidak merasa marah sedikit pun. Dia malah menempel pada Indra dan melayaninya. Bahkan, tampaknya dia bersedia dipukul lagi oleh Indra. “Perkenalkan, ini adalah sahabatku. Tolong nanti layani dia dengan baik. Oh iya, bagaimana dengan wanita yang kamu ceritakan tadi? Apakah dia cocok dengan sahabatku ini?” Indra bertanya sambil membelai b****g wanita itu. Wanita itu menjawabnya dengan nada genit, sambil tersenyum dan melirik ke arahku. “Jangan khawatir. Karena dia adalah sahabatmu dan datang padaku untuk bermain, mana mungkin aku mengecewakannya. Saudaraku itu bukan hanya masih muda, tapi dia juga sangat berpengalaman. Dia sudah bekerja dalam bisnis ini selama 6 hingga 7 tahun. Tekniknya secara umum tergolong sangat bagus. Setiap tamu yang pernah bermain dengannya selalu memujinya.” Ekspresi Indra menunjukkan kalau dia meragukan perkataan wanita itu. “Benarkah? Apakah aku juga boleh mencobanya dulu?” “Jangan berani-berani melakukan itu, ya, kamu,” kata wanita itu dengan nada menggoda. Indra tertawa dan mengatakan kalau dia hanya bercanda, “Hanya modal kaki saja aku bisa bermain selama 3 tahun denganmu tanpa merasa bosan, apalagi dengan dadamu. Apabila keduanya digabungkan, seluruh tubuhmu tidak akan habis kujelajahi seumur hidupku. Bagaimana mungkin aku memiliki waktu untuk mencari yang lain?” Perkataan Indra tersebut membuat wanita itu tertawa. Menurutku, kemampuan Indra dalam membujuk seorang wanita sangatlah hebat. Aku pun ikut masuk ke dalam ruangan bersama dengan mereka. Bagian dalamnya sangat luas, hanya saja pencahayaannya kurang memadai sehingga aku tidak bisa melihat isinya dengan jelas. Wanita yang genit itu sudah berbaring di dalam pelukan Indra seperti seekor anak kucing nan manja. Dia membiarkan Indra membelai buah dadanya yang nampak penuh. Dia menunjuk-nunjuk ke sebuah sofa dan mengatakan kalau wanita yang lain sedang menungguku di sana. Kemudian, dia menyuruhku untuk langsung menghampirinya. Indra yang tampak tidak sabar lagi, sudah mulai menggerayangi tubuh wanita itu. Tapi wanita itu sepertinya menolaknya. Sahabatku itu kemudian menatapku dan berkata, “Ray, kamu langsung ke sana saja untuk bersenang-senang. Aku ingin mulai terlebih dulu.” Setelah berkata demikian, Indra menggendong wanita itu ke dalam kamar. Aku tersenyum sambil melihat mereka yang memasuki kamar. Setelah itu, aku melangkah ke arah sofa yang ditunjukkan oleh wanita itu. Aku memicingkan mataku untuk dapat melihat dengan lebih jelas. Di sana, ada seorang wanita yang bertubuh ramping sedang bersandar di sofa. Dilihat dari gerakannya dan asap yang mengelilinginya, wanita itu tampaknya sedang merokok. Karena suasananya remang-remang, aku hanya bisa melihat wajah mulus, leher jenjangnya yang seputih salju, serta rambut keritingnya yang modis. Postur tubuhnya ketika bersandar di sofa membuatnya terlihat seksi dan misterius. Aku pun berjalan mendekatinya dan begitu melihatku, wanita itu langsung duduk dan bertanya dengan suara datar, “Tuan, apakah Anda ingin mandi terlebih dahulu atau ingin sekalian mandi bersamaku?” Aku yang kebingungan tidak tahu harus menjawab apa. Bagaimanapun juga, ini adalah pertama kalinya aku berkunjung ke tempat ini. Karena merasa tidak nyaman berdiri terus-menerus, aku memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaannya dan langsung melangkah ke kamar mandi. Pada saat aku membalikkan badanku, wanita di belakangku menambahkan, “Tuan, masuklah terlebih dahulu. Saya akan menghabiskan rokok ini dulu.” Aku tidak menanggapinya. Saat ini, ketika aku mendengar suaranya sekali lagi, aku merasa kalau suaranya terdengar sangat familier di telingaku. Aku menoleh memandangnya, tapi aku tetap tidak dapat melihatnya dengan jelas. Ini membuatku sampai menoleh beberapa kali. Wanita itu terus menundukkan kepalanya dan mengisap rokoknya. Cahaya lampu yang remang-remang serta asap rokok yang tebal membuatku semakin tidak dapat melihat sosoknya. Karena kami baru pertama kali bertemu, aku merasa kalau tindakanku ini agak kurang sopan. Jadi, aku pun memutuskan untuk tidak melihatnya lagi. Setelah menemukan kamar mandinya, aku pun masuk. Dalam hati, aku masih merasa tegang. Meski aku sudah pernah tidur dua kali dengan p*****r, tapi begitu memikirkan kalau aku sebentar lagi akan bermain dengan p*****r yang tidak kukenal, ada rasa canggung menyeruak dalam hatiku. Aku melepaskan pakaianku dan menyalakan keran untuk mengalirkan air hangat. Namun, setelah menunggu beberapa saat, keran tersebut tetap mengalirkan air dingin. Aku yang merasa kebingungan bermaksud untuk bertanya padanya. Namun, tepat ketika aku membalikkan badan, pintu kamar mandi itu terbuka. Wanita itu sudah berdiri di depan pintu dan berjalan masuk. Untuk sejenak, aku mengagumi postur tubuhnya yang indah. Cahaya lampu kamar mandi yang cukup terang membuatku dapat melihat wajahnya. Namun, pada saat aku melihat wajahnya, seketika itu juga jantungku berdegup kencang dan sekujur tubuhku seketika ikut gemetar. Aku bereaksi seperti ini karena aku mengenalinya. Wanita ini bukanlah orang lain, dia adalah Maria! Tubuhku pun bergetar tanpa kendali. Penampilannya kali ini terlihat lebih dewasa, tapi setiap bagian dari wajahnya persis seperti wajah di dalam ingatanku. Selama berada di dalam penjara, meski dia tidak pernah menjengukku, justru sulit bagiku untuk melupakannya. Bahkan setiap malam, aku akan memikirkannya. Setiap ekspresi wajah dan tatapan matanya selalu muncul dengan penuh detail di dalam benakku. Bahkan andaikan dia berubah menjadi abu, aku tetap tidak akan dapat melupakannya. Dia pasti Maria! “Maria!” Dengan tubuhku yang masih gemetar, aku pun berteriak. Suaraku terdengar serak karena terlalu antusias. Keterkejutan melintas di matanya. Namun dalam waktu kurang dari satu detik, dia langsung menyembunyikan emosinya dan sorot matanya kembali tenang. “Tuan, Anda salah orang.” Nada suaranya terdengar sangat tenang dan tanpa emosi sedikit pun, seolah aku memang telah salah mengenalinya. “Tidak mungkin! Kamu pasti Maria, aku tidak mungkin salah mengenali orang. Maria, ini aku, Ray!” Suaraku terdengar semakin lantang dan emosiku makin tak terkendali. Namun, dia malah menggelengkan kepalanya dan menatapku seperti tengah menatap orang asing yang tidak ia kenal. Kemudian, dia pun memberitahuku bahwa namanya adalah Mimi. Untuk sementara waktu aku, tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya bisa terus menatapnya. Semakin dilihat, aku semakin yakin kalau dia adalah Maria. Dia berjalan mendekatiku, menyalakan keran air, dan mulai memandikanku dengan terampil. Aku merasa sangat tidak nyaman. Entah mengapa, hatiku sakit ketika melihat tangannya yang begitu lihai dalam tiap geraknya. Dia masih tidak menunjukkan perubahan emosi sedikit pun. Dengan terampil dia melepaskan celana dalamku, berjongkok, dan menundukkan kepalanya … Seketika itu juga bagian bawah tubuhku merasa antusias dan mulai b*******h. Namun, gerakannya yang semakin mahir dan keterampilannya dalam memuaskanku membuat hatiku semakin terasa sakit. Meski demikian, keterampilan Maria yang luar biasa pada akhirnya membuat pertahananku runtuh. Beberapa menit kemudian aku sudah mencapai klimaks. Dia menampung semuanya di dalam mulutnya hingga tetes terakhir. Setelah itu dia bangkit dan membuangnya di wastafel. Aku tetap berdiri gemetar di tempatku. “Tuan, silakan Anda pergi ke kamar sebelah untuk menunggu saya. Saya akan berkumur terlebih dahulu.” Dia masih tetap memanggilku ‘Tuan’ dan aku yang tidak tahan dengan sikapnya yang sangat rendah diri langsung berbalik untuk pergi ke kamar sebelah. Aku bersandar di kepala ranjang sambil merokok, merasa ini semua tidak nyata. Maria adalah wanita yang kusayangi seumur hidupku dan mustahil untuk kulupakan. Namun demikian, aku malah bertemu kembali dengannya melalui cara ini. Setelah berbaring sebentar di atas tempat tidur, Maria masuk. Dia menutup pintu di belakangnya dan mulai melepaskan pakaiannya. Jika dia adalah wanita lain, aku pasti tidak akan dapat mengendalikan diriku saat melihatnya. Tapi, mengapa wanita yang ada di hadapanku sekarang harus Maria? Ada sekelumit rasa patah hati yang sulit untuk kujelaskan dan ini membuatku tidak ingin menyentuhnya. Dia sudah menanggalkan seluruh pakaiannya di hadapanku. Postur dan bentuk tubuhnya sama persis dengan yang kulihat ketika ayahku menindihnya. Yang membuatnya terasa berbeda adalah aku. Saat itu aku masih remaja dan sekarang aku sudah menjadi pria dewasa. “Tuan, apakah Anda masih ingin melakukan seks oral?” tanya Maria sambil naik ke atas ranjang. Sekali lagi dia meraba selangkanganku yang tertutup handuk sambil menatapku dengan lembut. Aku tidak menjawab dan hanya terus menatapnya. Gerakan lembutnya di kamar mandi barusan, yang telah membantuku mencapai klimaks, masih terus muncul di dalam benakku. Karena aku tidak kunjung menjawabnya, dia memutuskan untuk mengambil inisiatif sendiri. Dia membuka handuk yang melilit pinggangku dengan lembut. Sentuhan tangan kecilnya yang dingin langsung menyentuh selangkanganku. Setelah dirangsang oleh tangannya yang lembut dan halus, bagian tubuh bawahku itu kembali beraksi. Dia kembali memainkannya dengan sangat terampil sehingga membuatku sama sekali tidak dapat mengendalikan hasratku. Namun, aku langsung teringat rasa sakit hati yang kurasakan selama 5 tahun terakhir dan rupanya, hatiku masih belum dapat melupakannya. Perasaan yang saling bertolak belakang ini membuatku berusaha keras menahan diri. Akhirnya, aku meraih tangannya untuk menghentikan Maria. “Bisakah kamu duduk dan mengobrol saja denganku?” Aku berkata padanya dengan ekspresi serius. Kupikir, dengan cara ini dia akan bersedia membicarakan semua kesulitan yang dihadapinya yang membuatnya sampai terlibat dalam bisnis ini. Namun, Maria hanya berhenti sejenak. Seolah tidak mendengar perkataanku, dia kembali berusaha memuaskanku sambil berkata hal yang sama, “Tuan, Anda salah orang. Nama saya Mimi.” Dia menggerakkan bagian bawahku itu ke atas dan ke bawah. Ditambah lagi, dia menambahkan gerakan kecil seperti menggosok yang membuatku tidak tahan lagi. Ledakan kegembiraan melanda batinku. Detik ini juga aku sudah tidak tahan lagi. Karena dia tidak mau mengobrol denganku, jadi aku tidak akan memintanya lagi. Aku memejamkan mataku karena tidak ingin melihatnya. Hanya saja gerakan tangannya sangat terampil. Tidak lama kemudian aku merasa kalau aku sudah tidak dapat mengontrol diriku dan ingin bercinta dengannya. Aku pun membuka mataku dan menatap wajahnya yang rupawan. Saat itu juga, aku sudah tidak dapat menahan diri. Kedua tanganku langsung memeluknya dan di detik yang sama aku berbalik dan menindih tubuhnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN