Namun yang Asa lakukan setelahnya ... ia justru tersenyum. Membalas senyuman Azam kepadanya. Asa memang tak pernah bisa marah. Ia tak pernah bisa mengungkapkan isi hati yang sesungguhnya. Ia terlalu pengalah. Ia terlalu tidak enakan. Ia terlalu baik pada orang lain. "Kamu pulang, Sa?" tanya Azam begitu Asa sudah duduk di pinggiran ranjangnya. "Iya, Mas,' jawab Ada singkat dengan raut bahagia yang dibuat - buat. "Asa pulang khusus buat kamu, Zam." Anis menimpali. "Begitu Ibuk kasih tahu kondisi kamu, dia langsung ke sini buru - buru. Tapi dia nggak bisa lama - lama, Zam. Nanti malam dia balik Kediri langsung." "Lho, kenapa buru - buru banget?" Azam bertanya - tanya. Padahal ia masih merindukan adiknya itu. "Karena dia besok ada ujian. Iya, kan, Sa?" Anis justru bali