Bab 30

1284 Kata
Kaniya kembali duduk menunggu jalannya operasi Kalio berlangsung. Sesekali dirinya akan menarik kerah jaket yang dipakainya ke atas untuk menutupi semua kissmark yang ditinggalkan Daniel pada leher jenjangnya, walau sesungguhnya tidak ada siapa pun yang berada di sekitar Kaniya saat ini dan melihat tanda tersebut. Meski begitu, tetap saja Kaniya merasa malu sendiri dengan adanya tanda itu. Kaniya merasa seseorang akan memerhatikan dirinya dan memikirkan tentang apa yang telah dilakukannya semalam sehingga dirinya bisa mendapat semua tanda itu. Kaniya merasa malu sendiri. Waktu terlewati beberapa menit kemudian, hingga akhirnya ruang operasi kembali terbuka menunjukkan dokter keluar dari tempat itu. Kaniya segera bangkit berdiri dan mendekati pria paruh baya itu. Jantung Kaniya tidak henti berdetak kencang menunggu jawaban apa yang akan dikatakan petugas tersebut. Kaniya berharap dirinya tidak terlambat mendapatkan uang itu untuk menyelamatkan Kalio. Jika tidak, entah apa yang akan dilakukan Kaniya nanti tanpa Kalio di sisinya. “Dokter, bagaimana Kalio?” tanya Kaniya dengan tidak sabar, sekaligus harap-harap cemas. Dokter tersebut berhenti di tempat dan melepas masker yang dipakainya. Lalu tersenyum pada Kaniya. “Kami telah berhasil melakukan operasinya, Nona Kaniya. Sekarang pasien perlu istirahat dan melihat reaksi yang ditunjukkan setelahnya. Tapi anda tidak perlu khawatir. Pasien pasti akan baik-baik saja,” jelas dokter tersebut. Seketika Kaniya bernapas dengan lega. Kedua kakinya terasa melemas di tempat sehingga gadis itu harus menopang tubuh dengan satu tangan memegang dinding rumah sakit. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya ingin mengalir membasahi kedua pipi, namun Kaniya tetap berusaha menahannya. “Syukurlah. Terima kasih, Dokter. Terima kasih,” ucap Kaniya dengan tulus sepenuh hati. Dokter itu lalu pergi meninggalkan Kaniya. Kalio berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan beberapa selang kecil yang menempel pada tubuhnya. Pria itu masih memejamkan mata dengan rapat seolah tengah tertidur dengan lelap. Kaniya bisa melihat denyut nadi yang bergerak secara kentara dari leher pria itu, menunjukkan bahwa Kalio masih memegang nyawanya dengan baik. Kaniya duduk di sebelah pria itu, memerhatikan kondisinya dengan pandangan sendu. Kalio terlihat mengerikan dengan wajah dan tubuh penuh luka bekas pertarungannya. Kaniya masih tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga Kalio harus berada dalam kondisi menyedihkan seperti ini, yang jelas Kaniya merasa sangat bersyukur bahwa Kalio tidak pergi meninggalkannya. Melihat Kalio masih berjuang untuk hidup membuat Kaniya merasa tidak menyesal karena telah menjual tubuh demi menyelamatkan satu-satunya adik paling dicintainya ini. Dengan lembut Kaniya menggenggam satu tangan Kalio. Sesekali gadis itu akan mengusapnya dengan halus. “Beristirahatlah dengan baik. Kau harus cepat sembuh dan temani kakak di rumah nanti. Kau mengerti kan?” ucap Kaniya untuk Kalio dalam tidurnya. Walau Kalio belum membuka kedua mata, namun Kaniya yakin bahwa pria itu pasti akan mendengar suaranya. Waktu telah berlalu entah berapa lama ketika Kaniya akhirnya membuka mata kembali. Gadis itu baru menyadari bahwa dirinya telah tertidur dengan kepala yang bersandar di sisi ranjang Kalio ketika menjaga pria itu. Kaniya mengusap kedua air matanya yang terasa berat sembari menegakkan punggung kembali. “Astaga, aku lemas sekali,” keluh Kaniya dengan lirih. Sejak dirinya menegakkan punggung, Kaniya langsung merasakan berat pada kepalanya seolah batu besar dengan penuh beban berada di atas kepalanya. Sementara tubuhnya sendiri terasa sama sekali tidak bertenaga. Sakit di sana-sini hingga membuat Kaniya merasa berat untuk bergerak. “Aku perlu mencari makan,” putus Kaniya kemudian. Gadis itu berpikir sakit dan lemas pada tubuhnya yang terasa berat ini karena dirinya belum mengisi perut sama sekali. Ditambah dirinya merasa haus sekali. Kaniya menatap ke arah Kalio yang masih tidak kunjung membuka mata. Gadis itu lalu beralih memerhatikan jam dinding untuk melihat waktu. Ternyata tiga jam dirinya tertidur di tempat dengan posisi tidak nyaman seperti itu. Pantas saja tubuhnya terasa sakit. Hari sudah sore. Kaniya memutuskan untuk mencari makan terlebih dahulu untuk mengisi tenaganya. Gadis itu menyadari bahwa dirinya juga perlu tenaga untuk bisa menjaga Kalio. Setelah memastikan bahwa Kalio akan baik-baik saja selama dirinya pergi, barulah Kaniya pergi meninggalkan tempat itu. Kaniya memaksakan diri untuk melangkah walau dengan kepala yang terasa begitu berat. Dirinya perlu pulang ke rumah untuk membersihkan diri serta mengambil beberapa keperluan untuk menjaga Kalio di rumah sakit nanti. Kaniya juga berpikir dirinya tidak mungkin akan memakai baju kurang bahan seperti ini sepanjang hari karena itu, kembali pulang adalah pilihan yang sangat tepat untuk Kaniya. Sepanjang perjalanan gadis itu mencoba untuk tetap kuat meski pada kenyataannya Kaniya merasa tubuhnya menjadi semakin berat. Bahkan napasnya pun mulai terasa hangat. Kaniya tidak tahu apa yang tengah terjadi pada tubuhnya, yang jelas Kaniya perlu secepatnya sampai di rumah. Gadis itu banyak menarik atensi orang lain sepanjang perjalanan pulang ke rumah, terlebih dengan penampilan baju glamour nan seksi yang berbanding terbalik dengan wajah cantiknya yang terlihat pucat. “Apa kau tidak apa-apa, Nona?” Pertanyaan itu sesekali akan mereka lontarkan pada Kaniya ketika melihat gadis itu berjalan bagai ranting yang tertiup angin, melambai seolah kapan pun bisa jatuh di tempat. Lalu Kaniya akan menjawab dengan kalimat baik-baik saja sebelum gadis itu beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut. Hingga langkah kakinya hampir mendekati tujuan, Kaniya masih berusaha menahan kesadarannya untuk tetap terjaga. Gadis itu sudah merasa yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada tubuhnya. Kaniya berpikir dirinya akan mengambil istirahat sejenak dalam rumahnya untuk membuatnya lebih segar. Namun nyatanya tanpa bisa dicegah tubuh Kaniya berakhir limbung dan jatuh tidak sadarkan diri di pinggir jalan sebelum gadis itu sampai di tempat tujuan. Semua mata seketika memerhatikan dirinya. “Hei ada apa dengan gadis ini?” “Apa yang terjadi? Apa dia sakit?” “Haruskah kita bawa ke rumah sakit? Aku tidak ingin berurusan dengan hal yang merepotkan.” “Dia cantik sekali!” “Kita panggil saja tim medis!” Berbagai pendapat muncul dari orang-orang di sekitar yang mulai berkerumun memerhatikan Kaniya, tapi merasa enggan untuk membantu. Mereka lebih tertarik memerhatikan wajah cantik Kaniya yang pucat namun masih menyenangkan untuk dilihat, dibanding membantu gadis itu secara langsung. Terlebih untuk para pria di sana yang terlihat telah jatuh hati pada kecantikan Kaniya yang tidak perlu diragukan lagi. Mereka sengaja tidak segera membantunya hanya karena ingin melihat wajah Kaniya lebih lama di sana. Hingga satu langkah tegas dari seorang pria kemudian muncul dari balik kerumunan itu. Kini semua mata beralih memerhatikan pria yang baru datang dengan pesona tampannya yang langsung memikat banyak kaum Hawa di sana tersebut. Mereka secara otomatis memberikan ruang untuk pria itu datang mendekati Kaniya. “Astaga, siapa dia?!” “Apa dia Artis? Seksi sekali dia!” “Astaga rahimku hangat! Aku ingin datang ke tempat tidurnya sekarang juga!” “Apa dia mengenal gadis itu? Mereka cocok sekali bersama. Yang satu Tampan dan yang lain Cantik, aku iri!” Kini banyak pekikan kecil yang didominasi oleh wanita dari kerumunan tersebut. Mereka langsung kagam dengan paras tampan serta gestur mendominasi yang membuatnya semakin terlihat memikat dan seksi dari pria yang datang tersebut. Mereka dengan lekat memerhatikan apa yang akan dilakukan pria itu yang kini tengah menghentikan langkah tepat di sebelah Kaniya. “Aku akan membawa gadis ini,” ucap Daniel dengan pandangan tajam penuh arti tanpa melepas pandangan dari wajah pucat Kaniya. Setelahnya Daniel menurunkan tubuh untuk meraih tubuh lemas Kaniya dan membawanya dalam lengan ala bridal style, membuat para gadis di sana diam-diam menjerit iri melihat adegan romantis bak kisah Pangeran dan Putri dalam negeri dongeng. Wajah yang indah bagai sebuah lukisan dari Kaniya dan Daniel tersebut semakin membuat aksi mereka menjadi sorotan publik. Bahkan banyak dari mereka ynag berpikir bahwa Kaniya dan Daniel telah melakukan aksi syuting tanpa mereka sadari, dan hal itu menjadi perbincangan pendek di antara para kerumunan itu yang kemudian membubarkan diri seiring Daniel membawa Kaniya masuk ke dalam mobil pribadi yang terparkir tidak jauh dari sana. Setelah memastikan Kaniya aman dalam duduknya, akhirnya Daniel menjalankan mobilnya kembali menyusuri jalanan kota sore itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN