“Dia hanya kelelahan dan kekurangan nutrisi, Tuan. Saya akan berikan resep obatnya. Setelah Nona Kaniya bangun nanti, tolong pastikan dia mendapat asupan nutrisinya,” jelas Dokter yang telah diutus Daniel memeriksa keadaan Kaniya itu.
Daniel yang sedari tadi berdiri diam di sisi ruang memerhatikan jalannya pemeriksaan, hanya mengangguk kecil sebagai balasan penjelasan Dokter tersebut. Bagai sudah terbiasa dengan kepribadian Daniel, Dokter itu hanya melakukan sisa aktifitasnya dengan tenang tanpa kata lagi, sebelum pamit undur diri. Kini menyisakan Daniel bersama dengan Kaniya dalam kamar tersebut.
Kaniya masih terbaring tidak sadarkan diri di atas ranjang miliknya dengan selimut tipis yang membungkus tubuh kecilnya hingga ke leher. Setelah menemukan Kaniya yang tergeletak di jalan, Daniel membawa gadis itu menuju rumah Kaniya karena jarak tempat itu lebih dekat. Tanpa diduga pria itu memiliki kunci rumah Kaniya entah sejak kapan, sehingga memudahkan Daniel untuk memasuki rumah tersebut.
Kaniya tidak pernah tahu bahwa Daniel telah memerhatikan tiap detail hidupnya dalam diam sejak pria itu berhasil menemukan keberadaan dirinya. Kini gadis itu tengah mengalami demam tinggi, sementara adiknya Kalio berada di rumah sakit, Daniel menyadari bahwa Kaniya pasti telah mengalami stress berat selama beberapa hari ini. Gadis itu telah bekerja keras mencari pekerjaan ke sana dan kemari, dan harus mengalami tindakan pelecehan di kantornya hingga harus memenuhi biaya Kalio yang masuk ke dalam rumah sakit.
Banyak hal yang terjadi, yang pastinya telah menekan batin Kaniya luar dan dalam hingga membuat gadis itu terbaring lemas di atas ranjang seperti ini. Daniel sangat menyadari bahwa semua itu adalah ulahnya. Ada perasaan puas ketika melihat Kaniya harus menderita karena ulahnya. Namun ketika Daniel mengetahui bahwa ada orang asing yang masuk dalam hidup Kaniya dan ikut membuat gadis itu menderita, Daniel merasa tidak terima.
Contohnya saja seperti pria m***m yang telah berani melecehkan Kaniya di perusahaan. Daniel ingat dirinya merasa ingin menghancurkan wajah pria itu dan ingin meremukkan tulang-tulang Kaniya saat itu juga ketika dirinya memergoki kejadian tersebut. Dengan mata kepalanya sendiri Daniel melihat bagaimana pria itu menyentuh tubuh Kaniya sesuka hati dan berani menggesekkan bagian pribadinya di bawah sana pada Kaniya tanpa ragu.
Tidak perduli bagaimana Kaniya telah menolaknya, tetap saja di mata Daniel gadis itu telah melakukan kesalahan besar. Kesalahan besar karena telah menjadi lemah dan membiarkan tangan pria lain menyentuh tubuhnya dengan mudah. Bukan itu saja. Daniel merasa dirinya hampir terkena serangan jantung ketika mendengar Kaniya memutuskan untuk menjual diri pada p****************g di luar sana demi mendapatkan uang untuk menyelamatkan Kalio.
Walau Daniel mengetahui bahwa Kaniya melakukan hal itu karena Kalio berada dalam kondisi kritis, tetap saja keputusan Kaniya itu membuat Daniel merasa murka. Daniel sempat menyesali diri karena telah membuat Kalio menjadi kritis hingga Kaniya tidak memiliki pilihan lain. Padahal Daniel tidak merencanakan sampai sejauh itu.
Ini semua karena ulah preman bodoh yang dibayarnya. Mereka dengan bodohnya melakukan hal yang berlebihan dan berakhir membuat Daniel menjadi panik sendiri seperti ini. Meski semua berakhir dengan luar biasa karena Kaniya yang akhirnya menyerahkan diri sendiri kepadanya, tetap saja Daniel merasa perlu berhati-hati di masa depan.
Dirinya tidak ingin semua berakhir di luar rencananya seperti ini. Kaniya adalah gadis yang keras kepala juga cukup nekat. Bukan tidak mungkin jika gadis itu akan melakukan sesuatu yang nekat lagi di masa depan demi menyelamatkan adiknya. Daniel tidak ingin melihat Kaniya di masa depan mengambil jalan pintas seperti menjual diri lagi pada pria lain di luar sana. Karena Kaniya adalah Miliknya.
“Benar. Karena kau adalah Milikku, Kaniya,” ucap Daniel dengan mantap. Pandangan matanya yang tajam masih belum meninggalkan wajah pucat Kaniya yang tengah menutup mata di atas ranjang. Daniel mulai bergerak melangkah mendekati Kaniya. Dengan tenang duduk di sisi ranjang.
Pria itu mengulurkan tangan ke arah wajah Kaniya dan mulai merasakan bagaimana lembutnya kulit wajah gadis itu dalam usapan tangan besarnya. Kaniya yang sekarang, tidak jauh berbeda dengan Diamandis dalam ingatannya. Daniel dengan halus menelusuri tiap inci wajah cantik itu dengan jemari tangannya, sembari mengenang Diamandis di masa lalu.
“Damian, tidakkah kau sibuk? Kenapa kau selalu datang untuk menemuiku?”
Suara ombak yang jauh terdengar saling bersahutan seolah menjadi latar belakang suasana nyaman di antara mereka berdua. Diamandis, cantik seperti biasa, membiarkan rambut panjangnya terurai indah bagai benang sutra yang halus tertiup angin dan semakin menambah kecantikannya yang merupakan salah satu dari sebuah mahakarya luar biasa dari sang Pencipta.
Pakaian putih halusnya dengan hiasan emas di beberapa bagian, menyebar di sekitar gadis itu yang tengah menekuk kedua lutut ke belakang, berdoa di depan altar dengan patung Dewi yang telah menjadi kebanggaannya. Dengan kedua tangan yang masih menyatu saling bertautan, serta kedua mata terpejam menyembunyikan sinar kehidupan dalam bola matanya yang indah, Diamandis menyadari kehadiran Damian yang sudah sedari tadi tengah mengagumi keindahan gadis itu dalam diam.
Sudah bukan hal yang aneh lagi ketika pria rupawan itu selalu datang ke tempat pemujaan yang secara rutin Diamandis kunjungi. Bukan untuk berdoa. Damian selalu datang hanya untuk mengagumi keindahan Diamandis yang telah berhasil menaklukan hati besarnya dengan begitu dalam.
Damian bisa melakukan hal itu, menunggu dan memerhatikan Diamandis dalam diam sepanjang hari tanpa rasa lelah dan bosan. Dirinya telah jatuh hati begitu dalam pada gadis itu, dan hal itu telah menjadi rahasia umum untuk bangsa mereka.
Sementara gadis itu sendiri, Diamandis selalu menyibukkan diri dalam doanya tanpa kenal rasa lelah dan bosan, sama seperti perasaan Damian kepadanya. Dalam iringan doa yang selalu gadis itu lakukan, tanpa sadar Damian telah menjadi teman yang menemaninya setiap saat. Hingga membuat gadis itu terbiasa akan kehadiran Damian.
“Aku sibuk,” jawab Damian dengan singkat, yang tengah duduk santai di atas puncak reruntuhan batu besar di sekitar sana, menyetujui ucapan gadis itu. Duduk bersila dengan menopang wajah menggunakan satu tangan sembari memerhatikan Diamandis yang masih begitu khusyuk dalam pujaannya. Senyum tipis tercipta di wajah tampannya, seolah dirinya memang tengah menikmati apa yang tengah dilakukannya ini.
“Kalau begitu kenapa kau selalu datang ke sini? Kau juga tidak memuja bersamaku,” balas Diamandis. Seringai nakal semakin tercipta di sudut bibir Damian.
“Untuk apa aku memuja pada rivalku? Lebih dari itu, kenapa kau tidak ikut bersamaku saja, Diamandis. Bersamaku, kau akan bisa merasakan kebahagiaan.” Damian mengatakannya dengan penuh percaya diri. Sejatinya Damian merasa malas untuk datang ke kuil rivalnya itu. Namun Damian selalu berusaha menahan diri karena hanya di sanalah Damian bisa menemukan Diamandis dan memerhatikannya lebih dekat.
Akhirnya Diamandis membuka kedua matanya dengan anggun, lalu menoleh ke arah Damian. Terlihat begitu cantik di mata Damian hingga membuat pria itu terpana dari tempatnya melihat. “Kau tahu bahwa itu tidak akan mungkin. Hatiku sudah berada di tempat ini,” jawab Diamandis dengan mantap.
“Aku mencintaimu,” ucap Damian secara tiba-tiba, membuat Diamandis tertegun seketika mendengarnya. Kemudian gadis itu menundukkan pandangan ke bawah, menghindari tatapan Damian yang terlihat begitu memujanya. Tatapan yang membuat Diamandis merasa tidak nyaman dalam berbagai cara.
Walau kalimat itu sering kali Damian lontarkan kepadanya, tetap saja Diamandis merasa tidak mudah terbiasa mendengar pernyataan cinta yang datang dari orang penting seperti Damian. Damian adalah pria yang luar biasa. Dia kuat, berkuasa, juga rupawan. Tidak sulit untuk jatuh cinta kepadanya.
Sayangnya Diamandis telah memilih ke mana hatinya membawanya pergi. Diamandis telah memilih untuk memuja Athania, Pelindung kotanya dan simbol Kemurnian. Demi menunjukkan keyakinannya, Diamandis harus menghindari segala hal yang berbau nafsu, dan menjaga kesuciannya sebagai gadis perawan. Termasuk dengan menjaga hati dari Damian.
Tentu saja dirinya harus menjaga hati dan pikiran tiap kali pria seindah itu datang mendekatinya dan menyatakan cinta kepadanya. Walau tidak mudah, akan tetapi Diamandis telah berusaha keras menjaga diri dari pesona Damian.
“Aku tidak perduli kau ingin memuja siapa, yang kuingin hanya kau bersamaku, Diamandis.” Damian masih menginginkan Diamandis, tidak perduli gadis itu selalu keras kepala dengan pilihannya, bahkan keras kepala untuk menolak perasaannya sendiri terhadap Damian.
“Tapi kau tahu aku tidak bisa melakukannya.”
“Apa pemujaan itu lebih berarti untukmu dibanding hatimu sendiri? Apa kau pikir Athania mau menerimamu sebagai pengikutnya? Asal kau tahu, dia justru ingin menyingkirkanmu! Athania cemburu pada kecantikanmu, Diamandis!” bentak Damian yang sudah merasa kesal dan muak dengan pembicaraan ini. Diamandis tidak tahu apa pun yang terjadi di sekitarnya. Dia hanyalah gadis polos yang berhati tulus, yang mudah untuk dimanfaatkan oleh semua orang.
Dan di sini, cinta Damian adalah Kebenaran. Kebenarannya, Athania benar-benar cemburu pada kecantikan Diamandis yang sering kali diagung-agungkan oleh banyak orang. Dirinya yang merupakan simbol dari Gadis Suci, justru mulai kalah pamor dengan Pengikutnya yang memiliki anugerah kecantikan dan kebaikan yang tulus. Merasa tidak terima, akhirnya Athania menjebak Damian untuk datang dan melihat kecantikan Diamandis yang telah diagungkan oleh banyak orang.
Dengan sifat liar serta dominan yang dimiliki Damian, Athania berharap pertemuan di antara keduanya bisa membuat Damian jatuh hati pada gadis itu, dan mengincarnya. Sehingga Damian bisa merusak kesucian gadis itu, dan Athania bisa mendapat alasan untuk menendangnya keluar dari kuil Athania.
Damian sendiri telah menyadari akal bulus Athania yang mencoba menjebaknya untuk datang ke kuil Athania. Namun karena pada dasarnya pria itu tidak kenal takut apa lagi untuk berhadapan dengan Athania, Damian dengan sengaja menjatuhkan diri dalam perangkap Athania. Harga dirinya yang begitu tinggi membuat Damian merasa yakin bahwa dirinya tidak akan terpengaruh akan jebakan yang Athania rencanakan.
Tadinya pria itu hanya ingin melihat sejauh mana kecantikan gadis yang telah dibicarakan oleh banyak orang itu. Sialnya Damian justru benar-benar langsung jatuh hati pada pandangan pertama terhadap Diamandis yang berada di kuil Athania.
Tanpa ragu Damian berhasil terperangkap dengan mudah pada jebakan Athania. Dirinya telah sungguh-sungguh jatuh hati pada gadis itu hingga ingin menculiknya saja dari kuil ini. Damian ingin menjadikan Diamandis hanya miliknya seorang. Harga dirinya yang tinggi membuat Damian merasa kesal akan kenyataan itu.
Damian menyadari jika dirinya mengikuti insting liar dan dominannya, maka itu sama saja dengan mengikuti kemauan Athania, dan itu adalah hal terakhir yang Damian ingin lakukan. Namun di sisi lain, tidak ada yang bisa pria itu lakukan untuk membuat hatinya menjauh dari Diamandis. Hal itu membuat Damian hanya bisa terpaku di tempat tanpa bisa bergerak maju atau pun mundur hingga waktu yang lama. Terlebih lagi ketika Damian menyadari betapa besar keinginan Diamandis untuk bersama dengan Athania.
Sayang sekali Diamandis tidak mengetahui rencana licik yang telah Athania lakukan itu. Diamandis terlalu yakin pada pilihannya, hingga tidak mau mendengarkan ucapan Damian yang mencoba memperingati gadis itu. Siapa juga yang akan mendengarkan orang yang jelas merupakan rival dari Athania -simbol dari Perlindungan dan Kemurnian yang telah dirinya dan orang kotanya agungkan? Tentu saja Diamandis akan lebih memilih mempercayai Athania dibanding Damian yang merupakan rival Athania.
Diamandis berpikir bahwa Damian hanya ingin menjauhkan dirinya dengan Athania saja dengan mengatakan hal buruk tentangnya. Damian mau tidak mau hanya bisa terdiam dengan perasaan kesal dengan keputusan Diamandis tersebut. Sejak awal dirinya tahu bahwa ini merupakan cinta satu sisi antara dirinya dan Diamandis. Karena itu akan menjadi sulit untuk Damian mencuri perhatian gadis itu.
Pada akhirnya, karena cintanya pada Diamandis yang begitu dalam, membuat Damian berakhir menghormati keputusan gadis itu. Damian harus menahan diri hingga begitu lama untuk bisa mendapatkan hati Diamandis.
“Aku tahu kau juga mencintaiku, Diamandis!” Suara Damian kembali tenang secara perlahan, mencoba untuk menahan diri kembali agar tidak meledak. Damian tidak ingin membuat gadis itu terkejut dan semakin menarik diri darinya setelah perjalanan panjang Damian dalam menaklukkan hati Diamandis selama ini.
Ditatapnya gadis itu dengan pandangan penuh kasih. Siapa pun pasti akan tahu bagaimana dalamnya cinta seorang Damian terhadap Diamandis jika mereka melihat pria perkasa itu menjadi lembut dan lebih tenang di hadapan gadis tersebut.
Damian juga jelas menyadari bahwa Diamandis memiliki rasa yang sama terhadapnya, walau tidak sebesar Damian kepada gadis itu. Damian menyadari semua itu dari memperhatikan tiap gerak-gerik Diamandis kepadanya. Tatapan mata gadis itu yang sebelumnya dingin di awal pertemuan mereka berdua, kini mulai melembut.
Di awal Diamandis merasa risih dan terganggu dengan kehadirannya, kini entah sejak kapan Damian Bisa merasakan gadis itu tidak mencoba untuk menghindarinya lagi. Walau terlihat menahan diri untuk lebih akrab kepadanya, akan tetapi Damian tahu bahwa secara perlahan perasaan dingin Diamandis mulai berubah hangat dan menjadi terbiasa dengan kehadirannya.
Hal itu membuat usaha Damian untuk mendekati Diamandis terasa membuahkan hasil yang memuaskan. Damian menikmati semua perubahan kecil dari Diamandis tersebut, terhadap kehadirannya. Damian merasa dirinya telah diterima untuk hadir dalam hidup Diamandis.
Satu-satunya yang membuat penghalang dalam usahanya itu adalah Athania. Rival lama yang menjadi pelindung kota serta simbol Kemurnian, telah menjadi penghalang cinta di antara mereka berdua. Setidaknya itu adalah hal yang diyakini Damian, mengingat Diamandis selalu menyatakan bahwa dirinya perlu menjadi gadis suci untuk bisa diterima dalam kuil Athania, dengan kata lain Pemuja Athania.
Karena alasan itulah Diamandis tidak ingin menjalin hubungan lebih dekat dengan Damian dan membuat pria itu merasa geram dan kesal. Pantas saja dirinya selalu menjadi rival dengan Athania, karena keinginan di antara mereka berdua sering kali saling bertolak belakang, terlebih ketika Damian merasa bahwa Athania yang membuat cinta Damian terhadap Diamandis tidak berjalan dengan lancar.
Sudah lama dirinya menahan diri karena Damian menghormati keyakinan Diamandis. Namun tidak mungkin Damian akan tetap diam begitu saja bukan? Terlebih ketika Damian telah merasa bahwa Diamandis memiliki perasaan yang sama terhadapnya seperti saat ini. Damian perlu melangkah lebih ke depan demi kelanjutan hubungan mereka berdua.
"Tidak bisakah kita bersama?" tanya Damian dengan wajah sendu. Mendengar pertanyaan itu, seketika membuat Diamandis terdiam tanpa bisa menjawabnya. Tanpa kata pun Damian bisa tahu apa yang tengah dipikirkan gadis itu. Diamandis juga ingin bersamanya, akan tetapi sekali lagi keinginan gadis itu terhalang karena kesetiaannya pada Athania.
Tanpa Diamandis sadari kedua tangan Damian telah mengepal dengan kuat menahan rasa geram dan tidak sabar dalam hatinya. Tidak tahukah Diamandis, betapa besar cinta Damian kepadanya hingga pria itu sanggup menahan rasa amarah dan malu yang ditahannya selama ini demi memohon cinta pada seorang manusia biasa sepertinya?