Suasana terasa begitu sunyi ketika Kaniya sudah memasuki kamar tersebut. Untuk sejenak gadis itu hanya berdiri di depan pintu yang telah tertutup di belakangnya tanpa tahu harus melakukan apa. Mata bulat Kaniya beralih menyusuri seluruh penampilan kamar tersebut sembari mulai melangkahkan kaki semakin masuk ke dalam. Gadis itu cukup takjub melihat bagaimana mewahnya kamar yang tengah dimasukinya ini.
Semua furniture tertata dengan elegan dan rapi, tidak seperti kamar murah yang telah dibayangkannya. Terlihat bahwa pelanggan yang Madam punya juga banyak berasal dari kalangan atas sehingga dia mau menyiapkan kamar mewah seperti ini. Tentu saja akan begitu. Jika tidak, bagaimana mungkin jika pelanggan Madam tidak berasal dari kalangan atas akan mau menghabiskan uang dalam jumlah banyak hanya untuk bermalam dengan seorang gadis asing seperti dirinya.
Kenyataannya, jumlah harga yang Kaniya tawarkan pada Madam benar-benar jumlah yang jauh lebih besar dari harga yang seharusnya. Karena itu, Madam sempat berpikir dua kali untuk menerima Kaniya bekerja di sana. Namun sepertinya Dewi Keberuntungan telah berpihak pada gadis itu karena ternyata ada seorang pria yang menerima harga semahal itu. Kini tergantung kinerja Kaniya, apa gadis itu bisa memuaskan keinginan pria tersebut atau tidak.
Madam berharap gadis itu benar-benar tidak akan mengecewakannya, atau jika tidak, Madam tidak akan mau membantunya lagi. Karena hidup bukan hanya tentang belas kasih semata, melainkan juga menerima dan memberi. Madam tidak ingin menghancurkan reputasi tempat kerjanya yang telah susah payah dibangunnya selama ini, hanya karena kekecewaan dari satu pelanggan semata.
Kembali pada Kaniya, tidak disangka kamar itu ternyata memang kosong sejauh Kaniya memandang. Padahal Madam mengatakan bahwa pria yang menunggunya sudah berada di dalam. Kaniya berpikir dan mendudukkan dirinya di atas ranjang. Aroma wangi yang terasa begitu manis serta lilin cantik sudah memenuhi kama tersebut untuk membuat malamnya menjadi lebih indah. Kaniya menoleh ke arah satu pintu dalam kamar itu.
Terdengar suara gemericik air samar-samar dari dalam sana, membuat Kaniya berpikir bahwa pria yang akan dilayaninya tengah membersihkan diri. Menunggu dalam kesunyian membuat perut Kaniya terasa mulas tanpa sebab. Gadis itu meremas bungkusan kondom yang diberikan Madam tadi dengan perasaan gelisah. Rasanya sedetik lamanya, terasa bagai setahun. Kaniya tidak mengerti isi hatinya sendiri yang menginginkan waktu cepat berlalu, atau justru berharap waktu berhenti berdetak agar dirinya tidak perlu melewati semua ini. Yang jelas, jantung Kaniya terasa seolah ingin melompat keluar saking terkejutnya ketika tiba-tiba terdengar bunyi pintu kamar mandi yang akhirnya terbuka.
Kegugupan sekaligus ketakutan besar langsung melanda dirinya. Gadis itu langsung beranjak berdiri di tempat dan menunggu siapa pun itu keluar dari kamar mandi. Kaniya tidak sanggup mengangkat kepalanya hanya untuk menatap wajah pria yang akan dilayaninya itu. Tercium aroma segar khas seorang pria yang baru saja menyelesaikan acara mandinya, membuat Kaniya tanpa sadar semakin meremas bungkusan kondom yang digenggamnya dengan kuat.
Dari sudut matanya, Kaniya bisa melihat kaki jenjang dengan alas kaki pria itu melangkah mendekati dirinya, lalu berhenti di tempat dengan jarak tidak jauh darinya. Untuk beberapa saat kembali tidak ada percakapan di antara mereka berdua hingga membuat Kaniya merasa semakin canggung.
Haruskah aku menyapanya terlebih dulu? Pikir Kaniya dalam hati. Kaniya pikir dirinya hanya perlu membaringkan diri dan pasrah menerima perlakuan apa pun dari pria itu hingga dia puas, dan membiarkan Kaniya pergi. Namun sepertinya semua tidak berjalan dengan semudah itu. Kaniya mulai menyadari bahwa dirinya sepertinya perlu mengambil sikap terlebih dulu untuk membangun suasana intim di antara mereka berdua.
“Apa kau hanya akan berdiri diam saja di sana?” tanya pria itu kemudian yang berhasil menarik atensi Kaniya kembali dari pikiran dalamnya.
Ternyata memang aku harus mengambil langkah pergerakan lebih dulu! Batin Kaniya setelah mendengar teguran dari pria itu. Tapi tunggu, suaranya terasa familiar ...
Dengan perasaan heran, akhirnya Kaniya mulai memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan melihat pemilik suara yang terasa familiar tersebut. Detik kemudian gadis itu langsung membeku di tempat. Bukan hanya dengan suara, penampilan serta wajah dari pria itu pun mirip seperti pria yang dikenal Kaniya. Tidak, bukan mirip lagi, tapi memang pria itu adalah pria yang dikenalnya.
“Tu—tuan Daniel ...” suara Kaniya terdengar mencicit dan memelan lemas pada akhirnya ketika dirinya menyebut nama dari mantan atasannya itu. Siapa yang menyangka bahwa dirinya akan bertemu dengan pria itu di tempat seperti ini? Kaniya merasa lemas di tempat. Kedua kakinya terasa seperti jelly dalam sekejab, tapi gadis itu berusaha untuk menahannya. Daniel, pria itu kini berdiri dengan angkuh, melipat kedua tangan di depan d**a bidang yang terekspos sebagian karena bathrobe longgar berwarna putih yang dikenakannya setelah mandi.
Masih tersisa beberapa tetes air yang jatuh dari rambut basahnya dan membuat pria itu semakin terlihat segar. Berbeda dengan penampilan tubuhnya yang terlihat begitu menggiurkan saat ini, pandangan mata Daniel justru nampak begitu dingin menatap Kaniya dengan aura membunuh yang terasa begitu kental untuk Kaniya.
“Kau mengenaliku? Itu aneh. Aku juga mengenal seorang gadis yang pernah bekerja dalam perusahaanku. Gadis itu memiliki harga diri tinggi seolah dia adalah gadis paling suci di dunia ini. Tidak kusangka aku bisa bertemu dengan gadis yang mirip seperti dia. Atau apa aku salah?” sindir Daniel dengan begitu tajam pada Kaniya yang kini terlihat begitu gelisah di matanya. Daniel masih ingat dengan jelas bagaimana Kaniya dengan yakinnya mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah.
Daniel masih mengingat dengan jelas bagaimana gadis itu menolaknya dengan angkuh dan penu kesombongan bahwa dirinya lebih memilih keluar dari perusahaan dibanding harus menyerahkan tubuhnya. Kini Daniel justru melihat gadis itu di tempat murahan, menjual tubuhnya pada p****************g di luar sana. Tidakkah ini lucu?
Daniel melangkahkan kaki kembali semakin mendekati Kaniya. Kini jarak mereka begitu dekat hingga Daniel bisa mencium aroma parfum murahan khas wanita yang bekerja di tempat ini, yang dipakai Kaniya untuk memikat pelanggan prianya. Aroma itu semakin membuat Daniel merasa pusing dan mual ingin muntah di wajah cantik Kaniya yang kini ada di hadapannya.
“Kau tidak mungkin dia bukan?” tekan Daniel dengan penuh intimidasi sembari menatap penuh kebencian pada gadis itu. Kaniya semakin terlihat mengecil di depan Daniel yang nampak begitu mengintimidasi dirinya. Bukan hanya Daniel, Kaniya juga benar-benar tidak menyangka bahwa pria yang mau membeli tubuhnya itu adalah mantan atasannya sendiri. Bagaimana dirinya harus bersikap? Apa Kaniya harus merasa lega, atau justru merasa tidak suka?
Yang jelas, harga diri Kaniya terasa begitu jatuh sedalam-dalamnya di depan pria itu. Mungkin jatuh lebih dalam dibanding jika Kaniya harus melayani pria lain. Sudah diduga. Sepertinya Kaniya lebih memilih untuk melayani pria lain, dibanding jika dirinya harus melayani Daniel. Daniel masih terlihat begitu membencinya. Terlebih pria itu terlihat jelas ingin merendahkannya. Kaniya ingin membatalkan pekerjaan malam ini, tapi di sisi lain dirinya membutuhkan uang itu untuk pengobatan Kalio. Apa yang bisa dilakukannya?