Bab 20

1135 Kata
Terjadi tetesan darah segar setelah pukulan kencang dari Kalio tersebut. Pria yang mendapat pukulan itu nampak limbung dan mencoba meraih pegangan di sekitarnya untuk membantunya berdiri kembali. Terlihat sedikit kesusahan karena efek pukulan dari Kalio yang dirasakannya membuat kepala menjadi pening dan wajah terasa panas. Namun dirinya secara perlahan mulai menguatkan diri dan menoleh kembali ke arah Kalio. Pandangannya masih terasa berputar-putar dengan diselimuti perasaan terkejut karena respon tidak terduga dari Kalio, akan tetapi setelah beberapa saat dirinya berhasil menguasai diri. Disekanya sudut bibir yang berlumur darah segar. Melihat cairan merah itu menempel pada punggung tangannya seketika membuat pria itu menatap nyalang ke arah Kalio yang berdiri di depan teman-temannya disertai kerutan pada beberapa bagian wajahnya. “Kau ... kau! Apa yang telah kau lakukan padaku?!” teriak pria itu dengan perasaan tidak terima. Sementara teman-temannya yang lain juga masih tidak kalah terkejutnya ketika melihat Kalio berani menunjukkan diri di depan teman-teman sekolah mereka. Biasanya pria itu akan tetap diam dan tenang seolah tidak perduli dengan apa yang mereka ucapkan kepadanya. Melihat bagaimana kuatnya pukulan itu, seketika membuat mereka kembali teringat akan perkelahian mereka dengan Kalio beberapa waktu lalu. Nampaknya mereka telah melupakan fakta bahwa Kalio juga memiliki kemampuan bela diri yang bisa mengalahkan mereka semua. Kini setelah diingatkan kembali, semua pria itu dalam sekejab mundur beberapa langkah untuk menjauh dari jangkauan tangan Kalio. “Apa yang telah kulakukan? Kau berbicara seperti seorang perempuan sekarang. Di mana keberanianmu tadi yang dengan sesuka hati merendahkan Kakakku? Huh?” balas Kalio dengan tidak kalah tajam. Pandangan mata pria itu menyorot lurus ke arah pria sialan itu, menunjukkan betapa seriusnya Kalio saat ini. Untuk sejenak pria sialan itu tidak bisa berkata-kata melihat bagaimana kuatnya respon Kalio setelah dirinya mengungkit kakak perempuan pria itu. Tidak perlu bertanya pun semua orang akan menyadari betapa sayangnya Kalio pada gadis itu sehingga membuat pangeran es tersebut menjadi murka seperti ini. “Apa? Kau jadi marah hanya karena aku mengagumi kecantikan wajah kakak perempuanmu ha? Ayolah, apa salahnya dengan itu? Seharusnya kau senang ada yang menyukai kakak cantikmu itu. Atau jangan-jangan kau memang ingin menyimpan kecantikan kakak perempuanmu untuk seorang diri, begitu? Hei, yang benar saja! Apa kau orang yang seperti itu huh?” Kalio semakin merasa geram. Kini pria sialan itu ingin mengatakan bahwa ada suatu hubungan tabu antara dirinya dengan Kaniya? Kalio menyadari bahwa dirinya juga seorang pria normal. Jelas dirinya juga akan mengagumi kecantikan Kaniya sebagai seorang perempuan. Tapi sejak Kaniya adalah kakak kandungnya, ada hal yang jauh lebih penting dari hanya sekedar perasaan kagum semata untuk gadis itu yang selama ini telah Kalio simpan. Kalio tidak ingin membuat Kaniya terluka dan menderita. Dirinya ingin menjaga gadis itu dengan sepenuh hati. Dirinya tidak ingin berpisah dengan gadis itu karena Kaniya adalah satu-satunya yang Kalio punya. Kaniya adalah satu-satunya hal paling berharga dalam hidup Kalio. Kaniya adalah wanita yang dicintainya, dihormatinya, dihargai, dan dijaganya. Bahkan semua kalimat itu tidak cukup untuk mendeskripsikan perasaan dalam Kalio terhadap Kaniya dengan benar. Kaniya bagai sebuah bayi yang baru lahir, murni dan suci tanpa dosa di mata Kalio, dan dia tidak pantas mendapatkan perlakuan rendahan seperti ini. Semakin Kalio mendengar ocehan dari pria itu, semakin dirinya merasa geram bukan main. Terlebih ketika pria sialan itu berkata seolah ada suatu hubungan di luar normal antara dirinya dengan gadis itu hingga membuat pandangan semua orang di sekitarnya kini menjadi menyakitkan. Mulai terdengar bisik-bisik dari sekitar keramaian dan Kalio bisa menyimpulkan bahwa mereka telah membicarakan betapa menjijikkannya hubungan Kalio dengan kakak perempuannya. Ini tidak bisa dimaafkan. “Kau bertanya apa yang salah dengan itu? Bahkan dengan mulut sialanmu itu, kau tidak pantas membicarakan tentang Kakakku.” Kalio melangkah ke depan mendekati pria tersebut dengan aura penuh intimidasi. Bagai seekor binatang buas yang tidak bisa melepaskan tatapan mata dari bahan buruannya, Kalio terlihat begitu mengerikan di mata pria itu. “Dia adalah orang paling berharga dalam hidupku, dan kau dengan mudahnya mengatakan hal rendah mengenai dirinya dengan mulut sialan itu. Apa kau pikir aku akan bersikap diam saja seperti itu? Kau ingin mati hah?!” “Agk!” jerit pria itu ketika Kalio dengan kuat meraih kerah bajunya untuk mendekatkan wajah mereka. Melihat kilatan tajam dari mata Kalio dengan begitu dekat, membuat pria itu diam-diam meneguk air ludah dengan kasar. Perasaan gelisah dan takut kini mulai menyergap dirinya. Dirinya tahu bahwa saat ini Kalio tidak sedang bermain-main seperti kemaren. Kalio benar-benar naik pitam karena ucapan asalnya. Padahal dirinya tidak bermaksud untuk mengatakannya dengan serius. Pria itu hanya ingin membuat Kalio merasa marah dan menggodanya hanya untuk membalas perbuatan Kalio yang telah mengalahkan dirinya dan teman-teman yang lain. Dirinya hanya ingin menutupi rasa malunya dan sedikit mengancam Kalio dengan memanfaatkan Kaniya, agar Kalio bisa tunduk di depan wajahnya. Nyatanya, dirinya tidak bisa menghadapi kemarahan dari seorang Kalio yang nampak mengerikan ini. “He—hei kalian! Kenapa diam saja di sana! Cepat bantu singkirkan pria sialan ini!” seru pria itu menyuruh teman-temannya yang lain untuk ikut membantunya. Di samping itu dirinya juga sudah tidak bisa menahan rasa malu di antara mata teman-teman sekolah mereka karena terlihat kalah di depan Kalio yang mengamuk. Mendengar seruan itu seketika berhasil membuat yang lain tersadar. Mereka saling berpandangan satu sama lain terlebih dahulu sebelum akhirnya memutuskan untuk bergerak maju. Mereka langsung mencengkeram baju seragam Kalio untuk menjauhkan pria itu dari temannya. Tidak lama kemudian perkelahian tidak tereelakkan lagi. Hari itu, untuk pertama kalinya mereka melihat bagaimana Pangeran Es sekolah menunjukkan taringnya di depan semua orang. Sore hari dalam perjalanan pulang, Kalio dengan beberapa luka pukulan di wajah tampannya melangkah dengan lesu menelusuri jalanan yang cukup sepi. Pria itu menghela napas lelah dan menghentikan langkah. Mata Kalio beralih pada amplop surat di tangannya. Amplop surat dari sekolahnya karena aksi liarnya hari ini. Melihat amplop surat itu membuat Kalio sekali lagi menghela napas panjang. Bagaimana dirinya akan menyerahkan surat ini pada Kaniya nanti. Gadis itu pasti akan tidak henti mengomel setelah mengetahui apa yang terjadi. “Aku dalam masalah,” keluh Kalio sembari mengacak rambut pendeknya dengan frustasi. Ini semua karena pria sialan itu dirinya harus mendapatkan surat peringatan dari sekolah untuk pertama kalinya. Hancur sudah reputasi baik Kalio di mata guru. Sibuk merutuki kejadian itu hingga membuat Kalio tidak menyadari bahwa ada sebuah mobil hitam yang berhenti di depan jalannya. Ketika akhirnya melihat, beberapa pria berbadan besar keluar dari sana dan langsung menuju ke arahnya. Kalio yang merasa bingung dengan semua pria itu langsung merasakan tanda bahaya. Dirinya telah terjebak tidak bisa lari karena mereka sudah mengepung dirinya. “Siapa kalian?!” tanya Kalio dengan tajam. Sialan temannya itu. Kalah darinya, mereka beralih menyuruh orang berandalan untuk menghajarnya sekarang. Namun tanpa menjawab pertanyaan dari Kalio, semua pria itu langsung melempar pukulan padanya. Detik kemudian Kalio sudah berada dalam pertempuran lainnya. Kali ini pria itu harus bersusah payah hingga setengah mati dalam menghadapi mereka semua.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN