Waktu yang telah di nantikan oleh Cassandra akhirnya tiba. Setelah ini dirinya akan terbebas kembali, menikmati hidup seperti biasanya, menjalani pekerjaannya dengan trik yang akan dia lancarkan, tanpa harus bersetubuh dengan para pelanggaannya seperti yang telah dia lakukan bersama William.
Biarlah, yang telah terjadi antara dirinya dan William akan dia tutup rapat rapat sebagai kenangan yang tak bisa di artikan.
Sejak pagi pagi sekali, Cassandra sudah bangun dari tidur yang begitu singkat. Pasalnya, dia harus melayani kegilaan William yang meminta sampai dua kali. Bahkan, Cassandra nyaris tidak bisa bergerak dari atas kasur, karena tangan William yang terus memeluknya.
Bukannya bahagia, Cassandra merasa jijik dengan dirinya sendiri karena harus melakukan hubungan suami istri tanpa adanya ikatan pernikahan. Di tambah lagi, dia melakukannya dengan laki laki yang sudah berkali kali bergonta ganti pasangan dalam berhubungan badan.
'Haruskah aku mandi kembang tujuh rupa dan air dari tujuh sumur yang berbeda untuk membuang sial setelah ini?' batin Cassandra begitu tiba di dalam kamar mandi.
"Ssshh... Pegel banget sih," rintih Cassandra saat kakinya ingin masuk ke dalam bathtub. Cassandra perlu menyegarkan tubuhnya sejenak dalam air hangat, terutama pikirannya yang mendadak tidak karuan.
Tidak terlalu lama Cassandra menghabiskan waktu di dalam sana, dia segera merapikan seluruh pakaiannya dan memasukkannya kembali ke dalam koper.
Melihat William yang masih tertidur begitu pulas, Cassandra tak berniat untuk menunggu atau pun membangunkannya. Dia juga tidak butuh asupan uang lagi dari William. Harga yang dia beli dari Madam satu minggu yang lalu, sudah dua kali lipat jumlahnya. Cassandra bukan wanita penggila uang. Niatnya hanya ingin menjatuhkan Reyna dan membuatnya merasa tersaingi oleh pamor Cassandra yang melejit hanya dalam hitungan bulan.
Cassandra mencari cari sesuatu. Di atas nakas dia melihat sebuah pulpen tergeletak, lalu mengambilnya. Untuk kertas, dia tidak perlu mencari cari lagi. Karena ada beberapa lembar kertas kosong di atas meja luar yang William gunakan untuk menandatangani beberapa pekerjaannya yang dia bawa ke apartemen semalam.
Tinta hitam telah tergores di atas kertas, merangkai menjadi beberapa kalimat yang di tulis langsung oleh Cassandra untuk William. Bukan surat cinta, bukan pula ungkapan terima kasih. Hanya beberapa patah kata yang belum sempat dia katakan pada William.
"Ok. Beres..." gumannya sambil tersenyum tipis.
Dengan sangat hati hati Cassandra melangkahkan kakinya agar tak menciptakan bunyi bunyian yang bisa mengganggu ketenangan tidur William. Setelah meletakkan kertas itu di atas nakas, dia segera mengangkat kopernya sampai ke luar kamar.
Cassandra baru bisa bernapas lega setelah berada di luar gedung tinggi itu. Udara segar di pagi hari sungguh menenangkan hatinya. "Akhirnya... Aku bebas lagi." Merentangkan kedua tangannya.
Sebelum benar benar beristirahat total, Cassandra akan pergi menemui seseorang terlebih dahulu. Dia ingin membuat kesepakatan untuk kedepannya.
Menggunakan taksi online, Cassandra akhirnya menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga puluh menit untuk sampai di tempat tujuannya.
Sebuah rumah berukuran besar mulai terlihat oleh mata Cassandra. Rumah yang pernah dia tinggali selama satu bulan lamanya sebelum memutuskan untuk mengontrak sendiri.
"Kembaliannya, mbak," kata sopir taksi online itu menghentikan pergerakan Cassandra yang akan keluar dari dalam mobil.
"Untuk bapak saja, terima kasih ya pak," sahutnya tersenyum tipis.
"Terima kasih, mbak." Menundukkan kepalanya beberapa kali.
Cassandra melangkah masuk ke dalam rumah yang di d******i berwarna abu abu muda. Tak perlu mengetuk pintu atau menekan bel terlebih dahulu, pintu rumah itu terbuka lebar bagi Cassandra.
Dengan langkah yang teratur, Cassandra menjelajah ruang tamu hingga tiba di ruang makan.
"Hai... Cassie," sapa perempuan paruh baya yang wajahnya telah di lapisi make up di pagi hari itu. "Gimana satu minggu ini? Asik enggak? Sini deh sini duduk, cerita sama Madam, seberapa hot pelanggaan miliarder kamu itu?" Menarik tangan Cassandra untuk duduk di kursi makan bersamanya.
"Madam." Cassandra menghentikan langkahnya. "Aku ke sini mau kasih tahu, Madam."
Perempuan yang bernama Sakira itu memicingkan matanya menatap Cassandra. "Apa?"
"Aku menolak untuk siapa pun pelanggaan yang mau menyewa lebih dari satu malam. Hanya satu malam, Madam. Enggak lebih." Menekan kalimat terakhirnya.
Perempuan yang di panggil Madam oleh Cassandra itu, kembali duduk di kursi yang dia tempati sebelumnya. Kedua bahunya bergedik bersamaan dengan senyum tertahan di wajahnya. "Kamu ini apa apaan, Cassie?" Menatap Cassandra sambil menghela napas. "Ini kesempatan emas buat kamu untuk menguras harta mereka."
"Lebih baik aku menunggu setiap malamnya, dari pada harus berhari hari bersama satu orang laki laki. Aku bosan melihat wajah itu itu saja." Cassandra berdalih, dia harus terlihat benar benar seperti perempuan liar yang menginginkan banyak laki laki.
"Madam suka dengan kenakalan kamu itu." Mengedipkan sebelah matanya. "Kamu yakin enggak mau lagi lebih dari satu malam sewaannya?"
Seolah sudah terbiasa mendengar ucapan 'wanita sewaan' dari mulut Madam, Cassandra tidak peduli lagi, meski pun hatinya sering kali tidak terima dan ingin meronta, namun kenyataan pada akhirnya menjadi cambuk untuk dirinya segera tersadar.
Cassandra menggeleng cepat dengan bola mata yang berputar. "Dan satu lagi, Madam. Tolong jangan pernah terima lagi laki laki yang sudah pernah 'bermalam' dengan aku. Cukup satu kali mereka merasakannya." Senyum smirk mengukir jelas di wajah Cassandra.
Hanya ini satu satunya cara agar dirinya tak bertemu kembali dengan William sebagai pelanggannya. Sebagai pekerja seeks komersial yang tak handal dalam melakukan pekerjaannya, jujur saja Cassandra merasa kewalahan melayani hasraat menggebu William.
Cassandra tak bisa membayangkan jika setiap malamnya dia benar benar harus 'melayani' para pelanggaannya yang berbeda beda.
"Ok. Madam bisa kabulkan semua permintaan kamu ini. Tapi ..." Madam tampak menggantung ucapannya, sampai akhirnya tatapan penuh tanya dari Cassandra menghujamnya tanpa ampun. "Madam enggak bisa menolak seseorang, Cassie."
"Maksud, Madam? Sudah ada pelanggaan yang kembali menyewaku lebih dari semalam?" tebak Cassandra tepat sasaran. "Katakan siapa orangnya?"
Kepala Madam mengangguk pelan. Sebelum menjawab, dia menyempatkan diri untuk meneguk teh mawar hangat yang baru siap dia seduh. Minuman herbal yang menjadi andalan perempuan paruh baya itu di pagi hari.
"Tenanglah Cassie, kamu masih ada waktu satu minggu untuk bersenang senang dengan laki laki lainnya." Berdiri dari duduknya sambil membawa cangkir yang berisi teh mawar tersebut.
"Kenapa Madam enggak bilang dulu sama aku?" Wajah Cassandra mulai menunjukkan ekspresi kesal. Perempuan itu selalu di buat muak dengan keputusan Madam yang terkadang tak memperdulikan ucapannya. Hanya uang, uang dan uang saja. Tapi, meski begitu, tak sekali pun Cassandra bersikap berlebihan. Dia tetap harus terlihat tenang untuk mempermudah jalannya kedepan.
"Madam yakin, kamu pasti bisa menghasilkan lebih banyak uang dari laki laki itu. Ini semua Madam lakukan untuk kamu juga."
'Ciih... Dasar munafik, penjilat! Sudah bau tanah juga, masih aja gila dengan uang. Kamu pikir aku bodoh? Justru kamu lah yang bodoh.' Dalam hati Cassandra mencibir Madam.
"Terserah. Aku mau pulang. Dan aku akan free dua malam ini, Madam. Aku ingin beristirahat total, tolong jangan ganggu aku."
"Baiklah. Jangan lupa happy setelah ini," kata Madam, lalu mencium pipi kiri dan kanan Cassandra bergantian. "Kunci mobil kamu di tempat biasa. Thanks sudah kasih pinjam Madam, ya."
Cassandra mengangguk, tanpa bersuara. Baru saja dia ingin pergi dari sana, suara seseorang mengurungkan niatnya.
"Wah wah wah... Lihat lah siapa yang ada di sini?"
Cassandra menoleh ke asal suara. Sudut bibirnya terangkat ke atas sambil menatap seseorang di hadapannya dari ujung rambut sampai ujung kaki.