Celup Celup

1249 Kata
'Cantik dan menarik,' batin William memuji kecantikan Cassandra yang tak luntur dalam keadaan apa pun. Tersenyum, menangis, marah, tidur, tetap memesona. "Hei... Ayo pulang. Hujannya makin deras dan kita sudah basah kuyup," teriak William dari jarak yang tak terlalu jauh. Seperti biasanya, Cassandra tak memperdulikan apa pun selain kesenangannya saat ini. Dia ingin menikmati segarnya air hujan yang mampu membawa ingatannya kembali pada beberapa belas tahun silam saat dirinya masih merasakan kebahagiaan bersama kedua orang tuanya. Hanya saat hujan dirinya akan merasa bebas, seakan menemukan sayapnya untuk terbang kembali menembus cakrawala. 'Tuhan, bolehkah aku minta padamu? Kembalikan duniaku seperti dulu, saat masih kecil. Setidaknya, loloskan aku dari jurang yang semakin dalam ini.' Air mata Cassandra kembali mendesak keluar, bercampur bersama derasnya air hujan yang mengalir. Cassandra tahu dan sadar, jika waktu tak akan pernah kembali ke masa lalu. Tapi, biarkan dia untuk terus berharap. Hanya dengan begitu, sesak di dadanya akan berkurang sedikit demi sedikit. Dan dia hanya akan meminta dan memohon pada Tuhan yang maha segalanya. Karena, satu satunya yang tak akan pernah mengkhianatinya hanyalah Tuhan, walau pun dia sering kali mengkhianati Sang Pencipta alam semesta ini. Tanpa Cassandra sadari, tangan lebar milik laki laki yang menjadi pelanggaannya, menyelinap di antara lengan dan pahanya. Dalam sekejap mata, tubuhnya telah berada dalam gendongan William. "Turunkan aku," katanya dengan suara yang sedikit meninggi, karena derasnya hujan yang lebih mendominasi. "Kita harus pulang, sudah terlalu lama main airnya. Kalau kamu belum puas, kita bisa lanjutkan di bathtub nanti." Tanpa menghentikan langkah lebarnya yang semakin mendekati pintu masuk ke dalam gedung. "Tuan muda, ini handuknya." Joe menyodorkan dua buah handuk berwarna putih yang telah di belinya setelah mendapat kabar jika Tuan mudanya di guyur hujan. "Terimakasih, Joe." Menurunkan Cassandra, lalu mengambil satu handuk dan melingkarkannya pada tubuh Cassandra. "Malam ini aku dan Cassandra akan menginap di apartemen saja, tolong siapkan semuanya, termasuk pakaianku dan Cassandra," titahnya sambil menyeka tangannya yang basah. "Baik, Tuan muda." Menundukkan kepalanya, lalu pergi untuk menjalankan perintah yang di berikan untuknya. "Apartemen?" Cassandra menatap dengan penuh tanya. Dia tidak percaya jika William dengan mudahnya akan membawa dia masuk ke dalam apartemen miliknya. Atau, William memang sering melakukannya juga dengan perempuan lainnya. "He'em..." Berdehem sambil mengangguk. "Kenapa? Keberatan?" Cassandra tidak menyahut, tak ingin meluapkan semua pertanyaan yang berkeliaran di otaknya. "Terlalu jauh untuk kembali ke hotel dengan keadaan kita yang basah kuyup seperti ini," sambung William. Masuk akal juga apa yang di katakan William. Karena apartemennya berada di gedung yang sama, keduanya bisa lebih cepat untuk membersihkan diri dan beristirahat. Keduanya sudah berada di apartemen milik William. Apartemen yang sudah lama tak di huninya. Hanya jika dalam keadaan mendesak saja baru akan dia kunjungi, seperti saat ini. Meski pun begitu, kebersihan dan kerapian apartemen itu selalu terjaga, karena setiap dua hari sekali selalu di bersihkan oleh salah satu pelayaan rumah tangga yang bekerja untuknya. Mata Cassandra mengedar keseluruh penjuru apartemen mewah dan eksklusif yang memiliki ukuran sangat luas itu. Dia sampai berdecak kagum melihat interior ruangan tersebut. "Dimana kamarku?" tanya Cassandra. Sebagai tamu di sana, dia sadar diri dan tak ingin berlagak seperti tuan rumahnya. "Di sana." Tangan William mengarah pada sisi kiri Cassandra. Ada sebuah pintu yang cukup besar di sana, dan itu adalah salah satu kamar dari total empat kamar di sana. Cassandra mengangguk pelan, lalu berjalan masuk ke dalam kamar yang akan menjadi tempatnya beristirahat malam itu. Saat pintu baru saja akan dia tutup dari dalam, tangan William menahannya dan mendorong kembali hingga pintu tersebut terbuka. "Kenapa?" tanya Cassandra. "Ini juga kamarku, Honey." Mengedipkan sebelah matanya. "Aku menginginkannya." Lalu menciium bibir Cassandra tanpa aba aba. Cassandra tidak bisa menolaknya. Dia akan menjalani pekerjaannya kembali, setelah dua malam terbebas dari terkaman William. 'Bersabarlah sebentar, Cassie. Sisa dua hari lagi untuk terlepas dari dia,' batin Cassandra menyemangati dirinya sendiri. Untuk ketiga kalinya, dia melakukan pertempuran sengit bersama William. Laki laki pertama yang benar benar dia 'layani' selama bekerja menjadi seorang perempuan malam. Meski pun hatinya mengutuk perbuatan hinanya itu, namun tubuhnya tak bisa menolak setiap sentuhan yang William lancarkan untuknya. Apakah ini yang dinamakan kesenangan sesaat tanpa adanya rasa cinta? Berbeda dengan Cassandra, hati dan pikiran William justru kompak menginginkan Cassandra. Hanya saja, dia tidak bisa menentukan, apakah yang hatinya rasakan saat ini adalah cinta, atau hanya kekaguman yang berasal dari rasa penasaran saja? Entahlah, tidak ada yang tahu pasti. Kedalam hati seseorang tidak bisa di ukur hanya dengan menerka nerka, dan hanya Tuhan saja lah yang mengetahui pastinya. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih empat puluh menit di dalam kamar mandi, keduanya kini sudah sama sama menggunakan bathrobe berwarna senada. Bedanya, hanya ada tambahan handuk yang melilit di rambut Cassandra. Rasanya lelah sekali, Cassandra ingin segera memanjakan tubuhnya di atas kasur dan menganyam mimpi indah. Sayangnya, perutnya sudah tidak bisa di kendalikan lagi. "Jangan tidur dulu. Aku sudah meminta Joe untuk membeli beberapa makanan." Memeluk dari belakang Cassandra yang baru saja sampai di tepi ranjang. "Kamu pasti lapar kan?" Bergerak menciiumi tengkuk leher Cassandra yang lembab. Aroma wangi di tubuh Cassandra menguar jelas di indera penciuman William. Matanya sampai terpejam menikmati aroma tersebut. 'Dasar otak selangkangaan,' cibir Cassandra dalam hati. 'Pikirannya enggak pernah jauh dari celup celup,' sambungnya. "Ok." Menganggukkan kepalanya. "Dimana pakaian yang bisa aku pakai?" tanya Cassandra bergerak menghindari keliaran bibir William. William mengarahkan wajahnya ke samping, tepat di sebuah sofa panjang. "Semuanya milikmu." Mata Cassandra mengikuti pergerakan wajah William. Beberapa tumpukan kantong belanjaan mulai dari kecil hingga besar tersusun rapi hingga ke lantai. Sedikit terkejut, ternyata William benar benar membeli seluruh isi toko itu untuknya. Satu sisi dia merasa senang, satu sisi lagi dia merasa sangat menjijikkan dengan dirinya sendiri. Pasalnya, semua itu dia dapatkan dengan cara yang kotor dan menjijikkan bagi kebanyakan orang. Pada akhirnya, Cassandra pura pura tidak peduli dan hanya menikmati hasil dari pekerjaannya. Satu persatu tangan Cassandra bergerak membuka isi kantong belanjaan tersebut. Tapi, tidak satu pun dia menemukan baju yang cocok untuk digunakan saat tidur. Cassandra merebahkan tubuhnya di atas sofa. Bahkan, tidak ada pakaian dalam yang bisa dia gunakan. Apa apaan ini? Apa William sengaja melakukannya? Atau dia memang tak berpikir sejauh itu? "Ini yang kamu cari, Honey?" William dengan santainya berdiri dengan kedua tangan yang memegang braa dan celana dalam berwarna merah. Cassandra menatap tajam pada William. Geram setengah mati karena ternyata kedua barang penting tersebut ternyata di sembunyikan darinya. "Berikan padaku," pinta Cassandra yang langsung berdiri dengan tangan sebelah tangan yang terulur. Tanpa berniat berlama lama, William melempar kedua benda tersebut pada Cassandra. Di susul dengan sebuah kemeja berwarna putih yang baru saja dia ambil dari dalam lemari pakaiannya. "Sementara pakai dulu itu. Nanti, aku akan meminta Joe untuk mengambil semua barang barang milikmu di hotel." "Ada yang lebih panjang?" tanya Cassandra, matanya sibuk menatap kemeja berlengan panjang milik William yang hanya menutupi setengah paha itu. "Ada," sahut William. "Mana?" Mata Cassandra langsung berpindah fokus pada William. Senyum di bibirnya sedikit mengembang. Ada perasaan lega tersendiri begitu mendengar jawaban singkat dari William itu. "Di sana." Menunjuk ke sisi kanan dari tempat Cassandra berdiri. Cassandra menoleh ke arah yang di tunjuk oleh William. Bersamaan dengan itu, tangan William bergerak ke atas kasur, mengambil sesuatu di sana. Baru saja Cassandra ingin bertanya pada William, sebuah alas kasur yang berbahan sehalus sutera itu mengenai wajah Cassandra. "Tuh, pakai aja alas kasur, sekalian tutup semua tubuh kamu dengan itu." Lalu tertawa puas melihat wajah Cassandra yang tertutup oleh alas kasur. "Williaaaaam..." teriak Cassandra untuk pertama kalinya. "Awas kamu ya!" Tanpa merasa bersalah sedikit pun, William berjalan keluar kamar sambil terbahak bahak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN