Jika di tanya, siapa manusia yang paling Cassandra benci saat ini? Jawabannya tentu saja Reyna. Perempuan yang kini sedang berdiri angkuh di hadapannya.
Dari tatapan matanya, Cassandra sudah tahu kalau Reyna menyimpan dendam padanya, sama seperti dirinya yang tak akan pernah ingin menghapus dendamnya untuk Reyna. Sekali pun hal itu merupakan perbuatan yang tidak baik, Cassandra tidak peduli. Dia hanya ingin membalas semua perbuatan Reyna yang kurang ajar itu.
Keberadaan Reyna yang muncul tiba tiba, mengurungkan langkah kaki Cassandra. Dengan santainya dia berdiri melipat kedua tangan di depan d**a sambil memasang senyum smirk di wajahnya.
"Ada masalah?" tanyanya langsung.
Wajah Reyna mencebik kesal. Dia berjalan mendekat dengan langkah yang terburu buru. Tangannya mengayun di udara, merancang aba aba untuk menampar Cassandra sekuat tenaganya.
Namun, tak tinggal diam begitu saja, Cassandra yang sudah membaca pergerakan Reyna, langsung menepis tangan Reyna dan mencengkeramnya kuat.
"Dasar kurang ajar, enggak tahu diri. Gara gara kamu aku jadi berantakan seperti ini." Reyna terlihat begitu marah. Kekesalannya meluap luap mengingat kejadian dua hari yang lalu saat insiden di sebuah toko di pusat perbelanjaan.
Bibir Cassandra tersungging ke atas, di iringi dengan suara cibiran yang terdengar sangat jelas di telinga Reyna. "Siapa suruh menggangguku? Tanggung sendiri akibatnya." Lalu menyentak kasar tangan Reyna.
"Kalau bukan karena kamu, saat ini hidupku sudah tenang dan aku bisa menikmati semua hasil jerih payahku." Reyna berteriak frustasi. Nyaris dia ingin kembali bertindak jahat pada Cassandra, beruntungnya Madam langsung menahan tubuhnya dari samping.
"Cukup, Reyna. Ini ada apa?" Madam yang semula baik baik saja, kini mulai terlihat bingung.
'Kalau bukan karena kamu, saat ini aku masih tetap akan menjadi mahasiswi yang rajin dan membanggakan. Karena kamu, hidup aku hancur. Dan kamu akan menerima pembalasan dariku, Reyna. Lebih dari rasa sakit yang aku rasakan saat ini,' batin Cassandra bertekad.
"Aku muak melihat dia. Kenapa harus ada dia di sini? Karena dia pelangganku berkurang. Dia juga yang sering merebut pelangganku."
"Kalau muak, ya jangan lihat. Repot banget," sahut Cassandra dengan santainya. Lalu pergi dari sana.
"Cassie, tunggu!" suara Madam menginterupsi keadaan. Mau tidak mau Cassandra menghentikan langkahnya. "Coba jelaskan sama Madam, apa yang sebenarnya terjadi?" sambungnya dengan wajah yang benar benar penasaran.
Cassandra menggedikkan kedua alis dan bahunya bersamaan. "Tanya aja sama dia."
Madam kembali menoleh pada Reyna. Dari tatapannya, dia mendesak Reyna untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Pasalnya, sudah sering kali dia melihat Reyna mengumpat anak asuh kesayangannya yang telah menjadi penyumbang terbanyak dalam kekayaannya saat ini.
"Aku ... aku enggak sengaja nyenggol dia, Madam," rengeknya dengan wajah memelas. "Tapi, laki laki yang sedang bersamanya langsung menyudutkan aku dan pelangganku. Sampai sampai saham perusahaannya terancam anjlok. Itu semua karena perempuan licik ini, Madam." Menatap Cassandra dengan penuh kebencian.
"Salahkah dia, karena punya kuasa lebih tinggi dari pada Daddy kebanggaanmu itu." Sedikit pun Cassandra tidak terpancing dengan segala macam umpatan yang Reyna berikan.
Madam mengerutkan dahinya, dia mencoba mencari tahu siapa laki laki yang sedang bersama Cassandra dan memiliki kekuasaan itu. Pasalnya, Madam tidak pernah bertemu secara langsung dengan para hidung belang kaya raya yang sering menjadi pelanggaan anak anak asuhnya.
"Apa dia pelangganmu, Cassie?" tanya Madam mulai tak bisa berpikir panjang.
"Menurut Madam?" Menjawab dengan pertanyaan kembali.
Cassandra tidak bodoh. Dia tahu apa yang sedang ada di pikirannya Madam. Jujur bukanlah solusi yang tepat berbicara dengan perempuan rakus seperti Madam. Satu satunya cara adalah, memberinya teka teki serumit mungkin agar dia terus penasaran dan pada akhirnya memilih untuk mundur dari semua pertanyaannya.
"Aku yakin itu pelanggannya, Madam. Memangnya, siapa lagi yang mau mengakuinya sebagai pasangan kalau bukan laki laki yang sudah membayarnya." Lagi lagi Reyna berusaha mendoktrin pikiran Madam. Dia ingin Madam membenci Cassandra dan kembali menjadikannya anak asuh yang paling di sayang oleh Madam.
"Whatever..." Lalu pergi begitu saja.
"Perempuan sialan. Awas kamu ya, aku bakal rebut pelangganmu juga!" Reyna berteriak kesal.
Cassandra tidak peduli. Dia bahkan menoleh sambil melambaikan tangan. Tak lupa dengan senyum mengejek yang dia lempar untuk Reyna.
'Ini belum seberapa. Aku bakal buat kamu semakin marah dan kehilangan popularitas,' batin Cassandra.
***
Tubuh William menggeliat, tangannya bergerak di sisi lainnya mencari cari sesuatu di sana. Matanya segera terbuka bergitu menyadari tsk ada siapa pun di sisinya selain guling dan bantal.
"Cassandra..." panggilnya sambil mengedarkan pandangannya. "Honey," sambungnya lagi, tapi tetap tidak ada sedikit pun tanda tanda keberadaan Cassandra.
William beranjak duduk. Menoleh ke arah jam yang ada di atas nakas. "Jam sembilan?" katanya dengan mata yang masih menyipit. "Masih pagi. Kemana dia?"
Tak sengaja, matanya menangkap satu benda yang berada di dekat lampu tidur. Sebuah kertas yang telah di tulis tangan menjadi fokus utama William.
"Setelah ini, jangan pernah menggangguku lagi. Apa pun yang telah terjadi selama tujuh hari ini, enggak akan pernah ada kaitannya lagi dengan hari hari berikutnya.
Untuk semua pakaian yang kamu berikan, sumbangkan saja untuk orang orang yang lebih membutuhkan. Karena aku masih punya banyak pakaian yang sangat layak untuk di gunakan. Selamat tidur yang nyenyak, Tuan muda."
Di bawahnya tak lupa tertera nama Cassandra beserta emoji yang menunjukkan ekspresi datar yang dia gambar sendiri.
William menyunggingkan bibirnya. Lalu meremas kertas tersebut dan melemparnya asal. Sungguh, keberanian luar biasa yang di Cassandra miliki.
"Beraninya kamu melarang dan menolakku, Cassie? Kamu pikir siapa kamu?"
Segera dia mengambil ponsel, tujuan utamanya siapa lagi kalau bukan Joe. Laki laki yang selalu setia dengan pekerjaannya itu akan selalu menjadi orang pertama yang mendapatkan tugas di pagi hari darinya.
"Aku mau tetap awasi dia seperti biasanya," perintahnya tanpa basa basi.
Tanpa menunggu jawaban dari seberang sana. William langsung memutus panggilan sepihak.
Di tatapanya beberapa tumpukan barang barang belanjaan yang sebelumnya dia berikan untuk Cassandra. Masih utuh, tak tersentuh sedikit pun. Posisinya juga tak berubah. "Apa yang sebenarnya kamu inginkan, Cassie? Bukankah tujuanmu bekerja seperti ini untuk mendapatkan barang barang mewah dan harta dengan cara instan? Tapi kenapa kamu menolak semua barang barang mewah ini?" gumannya dengan semua rasa heran di benaknya.
William segera turun dari sana untuk membersihkan dirinya. Tak peduli tubuh polosnya yang terekspos jelas.
Sebenarnya pagi ini William ingin mengajak Cassandra pergi ke suatu tempat. Sayang sekali, perempuan itu telah terlebih dahulu pergi tanpa permisi dan sepatah kata pun.