"Hallo..." kata Cassandra setelah menggeser tombol gagang telpon berwarna hijau di dalam layar ponsel tersebut.
"Dimana William?" Suara dari dalam ponsel menyambar telinga Cassandra. Nadanya tidak marah, hanya saja, lebih ke arah panik.
Sesaat Cassandra terdiam, sampai suara di seberang sana menginterupsi pendengaran Cassandra. "Aku tahu dia sedang tidur denganmu. Kasih ponselnya ke dia. Aku ingin bicara. Cepatlah..."
"Dia baru saja tertidur, aku takut membangunkannya," dusta Cassandra sambil menatap William dengan seksama.
"Dasar enggak berguna!" Kali ini suaranya meninggi di iringi getaran hebat di dalamnya. Jika Cassandra boleh menebak, perempuan yang tidak Cassandra kenali itu sedang menangis. "Katakan padanya, datang kerumah sakit sekarang juga, kalau mama masih penting di bandingkan perempuan perempuan yang dia tiduri."
Tuuut...
Sambungan telpon terputus begitu saja dari seberang sana.
Cassandra membanting ponsel itu kembali ke atas nakas. Sedikit kesal karena dirinya di tuduh telah 'ditiduri' William .
"Sialan," umpatnya pelan.
Cassandra melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah cukup waktunya berada di sana, dia akan kembali ke apartemen untuk beristirahat.
Langkah kakinya terhenti di depan pintu kamar saat tangannya sudah bersiap untuk membukanya. Entah kenapa, Cassandra merasa akan menjadi jahat jika tidak menyampaikan pesan dari perempuan yang di yakininya sebagai istri William. Apa lagi perempuan itu juga menyuruh William untuk datang ke rumah sakit. Itu artinya, ada masalah serius dengan orang tua William.
Cassandra memang akan selalu begitu jika sudah membahas sosok mama. Dia membayangkan apa jadinya dirinya jika berada di posisi istri William.
Dengan berat hati, Cassandra memutar langkahnya kembali. Meletakkan kembali tas miliknya di tempat sebelumnya. Mengacak acak rambutnya sedikit, mengambil ponsel milik William dan naik ke atas kasur dengan posisi setengah berbaring di sebelah William.
'Menjijikkan!' cibirnya dalam hati. 'Kalau bukan mendesak, mana mau aku berposisi seperti ini. Ciih...'
"Tuan muda, Tuan muda..." katanya sambil memukul pelan pipi William beberapa kali.
"Tuan muda, bangunlah. Orang tuamu sedang berada di rumah sakit." Cassandra masih berusaha untuk menyadarkan William yang berada di bawah kendali obat tidur.
Sepertinya akan susah untuk membangunkan William. Mengingat, efek yang terkandung dalam obat tidur tersebut sangatlah kuat. Cassandra sendiri sampai tak yakin jika William akan bisa bangun dalam hitungan menit.
Sekarang Cassandra mengutuk habis cara kerja obat tidur yang telah dia gunakan itu. Seharusnya jiak dia hanya memasukkan setengah saja, mungkin tidak akan sesusah ini untuk menyadarkan kembali William.
"Sial. Terpaksa aku harus gunakan satu satunya cara untuk membangunkannya. Semoga saja berhasil."
Perlahan Cassandra semakin mendekat pada William, mengikis jarak yang tersisa antara mereka. Cassandra menarik napas panjang lalu menghelanya perlahan.
Cup...
Dia menciium bibir William, sebelah tangannya menekan hidung mancung William.
Sekian detik tak ada reaksi dari William, membuat Cassandra menarik kembali kepalanya ke belakang dan tangannya terlepas dari hidung William.
Setelah menghirup oksigen banyak banyak, Cassandra mengulanginya lagi. Kali ini cukup lama, matanya sampai terpejam sendiri karena merasa seperti orang bodoh. Dan tangannya terlepas dari hidung William karena tak tega menyiksanya seperti itu.
Tiba tiba saja tubuh Cassandra yang setengah berbaring itu, langsung terjatuh di dadaa bidang William, saat tangan kekar itu melingkar di punggungnya.
Mata Cassandra terbuka paksa, dia bahkan terbelalak melihat netra coklat milik William sedang mengamatinya. 'Ya Tuhan, sejak kapan dia bangun? Aaah... Kacau kacau...' Menjerit dalam hati.
Cassandra ingin segera melepaskan diri dari tautan bibir yang terjadi secara terpaksa itu. Sayangnya, William justru bergerak cepat merubah posisi keduanya hingga Cassandra berada di bawah kungkungannya tanpa melepaskan ciumaan panjang yang membuat William b*******h.
Merasa akan kehabisan oksigen, Cassandra memukul mukul dadaa William sambil menggelengkan kepalanya, sampai akhirnya William memberinya kesempatan untuk menghirup oksigen secara gratis.
Napas Cassandra terengah engah, bersamaan dengan detak jantungnya yang memompa berkali kali lipat lebih cepat dari biasanya.
"Apa kamu belum puas, Honey? Katakan, apa aku sangat payah sampai kamu harus mengambil kesempatan di saat aku sedang merasa mengantuk seperti ini?" Suara serak William membuat Cassandra ingin segera memaki laki laki itu.
'Ya... Kamu memang payah dan bodoh karena sudah tertipu dengan trik yang aku mainkan,' batin Cassandra mencemooh William.
"Tentu saja aku puas, Tuan muda. Hanya saja ..." kata Freya sengaja menggantungkan ucapannya, membuat William menaikkan sudut alisnya karena penasaran.
"Tadi ada panggilan masuk di ponsel Tuan muda, dan aku terpaksa menjawabnya karena sudah dua kali berdering." Cassandra menampilkan wajah penyesalan dan tak berani untuk memandang William. Padahal, itu semua hanya akting belaka.
"Siapa?" tanya William dengan tatapan tak terbaca.
"Sepertinya istrimu, Tuan muda."
"Istriku?"
Cassandra mengangguk samar, lalu kembali menjelaskan pada William. "Dia bilang, memintamu untuk segera datang ke rumah sakit kalau mamamu masih penting di bandingkan perempuan yang kamu tiduri."
Segera William menyingkir dari hadapan Cassandra, mengambil ponsel miliknya di tangan Cassandra dan duduk di tepi ranjang.
Jari jari tangannya bergerak menyapu layar ponsel untuk memastikan siapa yang sudah berbicara pada Cassandra.
Matanya membulat sempurna saat membaca isi beberapa pesan singkat masuk di ponselnya. Dengan tergesa William mengambil kemeja dan celananya yang teronggok di lantai, lalu memakainya dengan rapi.
"Maaf, aku harus pergi," katanya pada Cassandra dengan wajah panik. "Aku akan meminta orangku untuk mengantarmu."
Cassandra turun dari atas kasur, berdiri di tepi ranjang sambil menggelengkan kepalanya. "Enggak perlu repot, Tuan muda. Aku bisa pulang sendirian. Lagi pula, aku sudah terbiasa," katanya.
William mengambil jas kerjanya yang tergantung rapi di tempat khusus dengan buru buru, lalu mengeluarkan segepok uang dari dalamnya.
"Ini untukmu, anggap saja sebagai permintaan maafku karena enggak bisa mengantarmu pulang." Lalu menciium dahi Cassandra. "Jaga dirimu baik baik," sambungnya sebelum pergi meninggalkan Cassandra.
Tubuh Cassandra membatu di tempat. Untuk pertama kalinya dia mendapat perlakuan khusus dari laki laki yang berniat akan menikmati tubuhnya saja. Baru kali ini pula Cassandra merasa jika dirinya begitu di hargai sebagai seorang perempuan normal, bukan perempuan 'bayaran' seperti yang di lakukan pelanggannya yang lain.
'Sadar Cassie. Sikap manisnya hanya untuk menutupi belangnya. Lagi pula, dia itu bajiingan. Bisa bisanya meninggalkan istrinya di rumah dan lebih memilih untuk membayar perempuan lain. Ciih... Menjijikkan.' Dia menyadarkan dirinya sendiri sambil memperhatikan segepok uang pecahan seratus ribu yang berjumlah kurang lebih sepuluh juta. Dan itu dia dapatkan sebagai bonus, di luar tarif yang telah di tetapkan oleh Madam.
"Mission complete," gumannya sambil mengibaskan segepok uang di depan wajahnya. Tak lupa seringai terpahat jelas di sana.