"Katakan, Honey... Cara apa yang akan kamu gunakan, hmm...?"
Cassandra membalikkan tubuhnya secara tiba tiba hingga membuat keduanya beradu tatap. "I'm Cassandra. Don't call me baby or honey." Lalu kembali berbalik badan dan berjalan ke depan.
Tas yang Cassandra bawa dia letakkan di atas meja bundar yang cukup besar yang terisi dua botol red wine dan dua gelas kaca berkaki di sana. Cassandra duduk di atas sofa tunggal yang sebelumnya di tempati oleh pelanggannya yang belum dia ketahui namanya itu.
Sebelah kakinya terangkat untuk ia letakkan di atas paha, menampilkan jenjang paaha mulus nan putih bersih yang mampu menggoda iman siapa pun. Rambutnya yang tergerai kedepan, dia rapikan ke belakang membuat seluruh pundaknya terekspos jelas tanpa sehelai benang pun yang mengganggu.
"Ingin minum terlebih dahulu, Tuan muda?" katanya tersenyum tipis. Setipis sehelai tisue.
Laki laki berparas tampan nan rupawan itu memiringkan wajah sambil bersedekap di dadaa. Sudut alisnya terangkat melihat ekspresi wajah Cassandra yang sulit di tebak. Tidak seperti perempuan perempuan 'panggilan' lainnya yang dengan malu malu akan segera naik ke atas tubuhnya. 'Kenapa dia terlihat begitu tenang? Padahal, sebelumnya dia sangat ketakutan. Apa dia memang sudah menggeluti dunia malam dengan sangat baik?' batin laki laki itu.
Sementara, di ujung sana, Cassandra sedang sibuk menuangkan red wine ke dalam dua gelas itu secara bergantian.
"Apa ini bagian dari permintaan maafmu karena terlambat?" tanya laki laki itu, melangkah mendekati Cassandra.
Cassandra berdiri, tangannya sudah berada di dadaa sang pelanggan, perlahan bergerak naik untuk mengendurkan lilitan dasi di leher laki laki itu, dan matanya tetap tertuju pada iris coklat di hadapannya.
Seakan tak sanggup lagi untuk menahan hasrat di dalam dirinya. Laki laki itu langsung menangkup wajah Cassandra dan menciuminya dengan lahap. Cassandra nyaris terjatuh jika saja tidak ada sofa di belakangnya yang menjadi sandaran untuknya.
'Berhasil. Akhirnya terpancing juga,' batin Cassandra menyeringai. Terjatuh ke atas sofa memang bagian dari rencananya, meski pun berciiuman tidak masuk dalam misinya, tapi Cassandra tetap melakukannya dengan terpaksa demi mencapai tujuan utamanya.
Laki laki itu terlalu sibuk menikmati cumbuannya pada Cassandra, sampai dia tidak mengetahui pergerakan tangan Cassandra yang sedang memasukkan sesuatu ke dalam gelas kaca yang terletak di sampingnya.
Tangan Cassandra langsung mendorong dadaa laki laki itu hingga tautan kedua bibir mereka terlepas. "Slow down..." Menyeka bibir bawahnya yang terasa membengkak. "Masih ada beberapa jam untuk menikmatinya," sambungnya.
Tangan Cassandra beralih mengambil dua gelas yang telah terisi cairan red wine di dalamnya. Lalu memberinya pada laki laki itu.
"Aku suka caramu merayuku," kata laki laki yang di panggil Tuan muda itu, sambil menerima gelas pemberian Cassandra.
Keduanya saling bersulang. Tanpa ragu si Tuan muda meneguk hingga tandas red wine yang memiliki kadar alkohol cukup tinggi itu.
Sementara Cassandra, diam diam dia memperhatikan wajah pelanggannya yang mulai memerah akibat rasa panas yang menjalar di tubuhnya.
"Cantik," kata laki laki itu mendekatkan wajahnya pada pundak Freya. "Apa malam itu jembatan untuk kamu menjadi seperti ini, heum?" Lalu mengecup basah pundak Cassandra. Suaranya sudah terdengar parau akibat kesadaran yang sebentar lagi akan menghilang.
Cassandra terkejut, dia menerka nerka maksud ucapan pelanggan tampannya itu. "Siapa kamu? Malam apa yang kamu maksud?" tanyanya berusaha tenang. Meski pun sebenarnya Cassandra mulai khawatir jika laki laki tersebut adalah mantan pelanggannya yang mulai mencurigai cara kerja dirinya dalam melayani laki laki hidung belang.
Laki laki itu terkekeh pelan, kepalanya menyandar di pundak Cassandra. Sesekali dia menciium leher jenjang Cassandra. "Sudah ku duga, kamu sudah lupa."
Cassandra menoleh ke samping, mendapati laki laki itu yang mulai terpejam dan tubuh yang lunglai. Sebelum dia benar benar tidak sadar, Cassandra ingin memastikan siapa sebenarnya pelanggannya ini.
"Sebutkan namamu, Tuan muda," bisiknya di telinga sang pelanggan dengan suara yang di buat mendesah, untuk memancing laki laki itu.
"Tidur denganku, sekarang, Honey..." katanya menarik tangan Cassandra.
"Katakan dulu namamu. Aku enggak suka berhubungan dengan laki laki yang namanya enggak aku tahu."
"Wil-liam," katanya dengan tubuh yang nyaris terjatuh di lantai karena reaksi obat tidur yang Cassandra masukkan kedalam gelas red wine milik laki laki itu.
Sambil menahan tubuh laki laki yang bernama William, Cassandra mencari kembali ingatannya yang tersimpan dalam memori kepalanya.
"Kejadian malam itu?" gumannya dengan bola mata yang memutar. "William? Siapa?" sambungnya bertanya pada diri sendiri.
Setelah beberapa detik tak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya sendiri, Cassandra segera membawa tubuh William mendekat ke atas kasur dengan sedikit menyeret paksa.
"Argh... Berat banget sih. Ck... Kenapa harus ambruk sebelum sampai ranjang segala. Nambah kerjaan aku aja," gerutunya sambil melepaskan kasar tubuh William ke atas ranjang.
Dengan hati hati, Cassandra merapikan tubuh William di atas kasur. Melepaskan sepatu yang masih terpasang utuh di kedua telapak kakinya. Di sinilah Cassandra akan melancarkan aksinya. Mulai dari dasi, kemeja hingga celana yang di kenakan William, dia tanggalkan semuanya. Menyisakan celana dalam saja. Lalu, Cassandra mengacak acak alas kasur persis seperti habis melakukan kegiatan panas di atasnya.
Cassandra menghentikan pergerakan tangannya ketika matanya tak sengaja melihat jelas wajah William dalam jarak yang sangat dekat. Sekali lagi, dia mencoba untuk mengingat kembali sosok William yang sepertinya pernah bertemu dengannya.
"Ah, terserah. Aku enggak peduli. Siapa pun kamu, yang pasti kita enggak pernah melakukan hubungan apa pun."
Ya, begini lah cara Cassandra dalam menggeluti pekerjaannya yang kotor. Meski pun menjadi 'kupu kupu malam' kelas atas. Nyatanya, selama enam bulan terakhir Cassandra tidak sekali pun berhubungan badan dengan para pelanggannya. Dia terpaksa melakukan ini semua hanya untuk meraup pundi pundi rupiah dan menjatuhkan Reyna, mantan sahabatnya yang telah menjualnya pada pria tua b******n yang merenggut keperawanannya secara brutal.
Entah sampai kapan Cassandra akan berhenti dan meninggalkan dunia malam yang kelam ini. Di usianya yang masih sangat muda, Cassandra harus terjerumus pada pekerjaan yang telah merusak namanya.
Cassandra duduk di tepi ranjang. Merentangkan kedua tangannya ke atas guna merenggangkan otot ototnya. Tak ingin meninggalkan curiga bagi para pengawal William, dia harus menunggu setidaknya empat jam lagi sebelum benar benar terbebas dari sana.
Tidak banyak yang Cassandra lakukan di sana. Hanya duduk di atas sofa sambil memainkan ponselnya. Tak lupa earphone yang terpasang di telinganya. Seperti itu saja selama kurang dari dua jam.
Di saat saat seperti ini, Cassandra akan selalu teringat pada ibunya. Penyesalan akan selalu mampir untuk membuatnya menangis tersedu. Seperti sekarang, Cassandra pergi ke balkon untuk menikmati udara dinginnya malam yang menusuk tulangnya.
"Cassie rindu mama..." guamnnya sambil meringkuk di sudut pembatas. "Kalau mama tahu Cassie seperti ini, apa mama masih akan menganggap Cassie anak?"
Hati Cassandra teriris iris saat bayangan wajah ibunya melintas begitu saja, bersamaan dengan kenangan indah masa kecilnya yang begitu bahagia. Di balik sosoknya yang dingin, Cassandra hanyalah seorang perempuan biasa yang mudah menangis dan sensitif jika sudah membahas soal keluarga, terutama ibu.
Hampir satu jam Cassandra duduk di balkon, tak peduli dengan tubuhnya yang mulai membeku, dia nyaris saja tertidur jika suara nada dering ponsel dari dalam kamar tak berbunyi.
Cassandra buru buru mencari asal suara untuk mematikannya, agar William tak terganggu dan tersadar dari tidurnya.
Cassandra sedikit mengerutkan dahinya saat nama 'My Soul' tampil di layar kaca ponsel milik William yang kini berada di tangannya.
"Cih... Ternyata dia sudah beristri. Dasar pria breengsek. Sudah punya yang free di rumah, masih mau yang berbayar. Astaga... Mau banget aku luudahi rasanya," guman Cassandra menggeram sambil menatap tajam William yang masih tertidur pulas dalam keadaan nyaris telanjaang.
Baru saja Cassandra ingin meletakkan ponsel itu kembali, sebuah pesan singkat tiba tiba masuk dan muncul di layar utama ponsel milik William dan tak sengaja terbaca oleh Cassandra.
[Siapa pun itu, tolong jawab panggilanku. Aku tahu William sedang di hotel malam ini. PENTING!]
"Gila nih orang, kuat banget nyalinya. Sudah tahu suaminya keluar masuk kamar hotel, tapi masih sanggup bertahan." Entah pujian atau cibiran yang Cassandra katakan, yang pasti dia harus mengakui jika pengirim pesan tersebut bermental baja.
Hanya hitungan detik, ponsel kembali berdering. Ragu ragu Cassandra membiarkan deringan tersebut bersuara, sampai akhirnya dia beranikan diri untuk menjawab panggilan tersebut karena ada embel embel 'penting' di penghujung pesan yang tak sengaja dia baca.
"Hallo..." kata Cassandra setelah menggeser tombol gagang telpon berwarna hijau di dalam layar ponsel tersebut.
"Dimana William?"