Hal Menjijikan

1708 Kata
"Siapa kamu?" tanya Reyna sinis, sebenarnya dia begitu mengagumi ketampanan yang di miliki William. Bahkan, dia sudah berniat untuk mencari tahu dan menggoda William. Cassandra terkekeh pelan dengan kepala menggeleng. "Selain murahan, ternyata kamu punya masalah dengan pendengaranmu rupanya. Kasihan..." Cibiran yang Cassandra lempar sungguh membuat Reyna geram bukan main. "Kalau aku murahan, kamu apa? Ngaca dong, bangun dari mimpimu, Tuan putri. Kami bukan berada di negeri dongeng saat ini." Tidak ingin menyangkal, hati Cassandra sakit sekali rasanya. Tapi, dia tidak boleh menunjukkan reaksi berlebihan di hadapan orang orang, terutama di hadapan Reyna. Dia akan stay cool seperti biasanya. "Pekerjaan kita mungkin sama. Tapi, level kita jauh berbeda." Lalu menatap laki laki tua yang berdiri di sebelah Reyna dengan senyum mencemooh. "Enggak perlu aku jelasin kan dimana letak perbedaannya?" Baru saja dia ingin melipat kedua tangan di depan dadaa, tapi kalah cepat dengan tangan William yang menarik pinggangnya sambil tersenyum kagum menatap Cassandra. Merasa tatapan Cassandra seperti menghina, laki laki itu bereaksi. "Berani sekali kamu menghinaku?" Plaak... Wajah Cassandra yang sedang dalam keadaan tidak siap pun terpaksa harus merasakan perihnya telapak tangan yang lebar dari laki laki tua yang di yakini adalah pelanggaan Reyna. William sudah bersiap untuk membalas perbuatan laki laki itu, tapi terhalang oleh tangan Cassandra yang menariknya cepat. "Dia ha-" Begitu kepala Cassandra menggeleng, William mau tidak mau menghentikan ucapannya. "Kalian berdua benar benar seperti sampah!" cibir William kesal. "Minta maaf dengannya sekarang juga!" titahnya pada laki laki yang perutnya sedikit buncit itu. "Kamu kira siapa kamu? Berani sekali menghina aku dan perempuanku ini? Kalian berdua hanya anak anak muda yang belum menemukan jati diri. Berlagak sok kaya." Laki laki tua itu terlihat begitu arogan. "Reyna, kamu sudah belanjanya, Baby?" tanyanya lalu menciium dahi Reyna. Dengan wajah menjijikkannya, Reyna menggeleng sambil memeluk laki laki tua itu. "Aku mau borong boleh, Dad?" William menggeleng dengan senyum sarkas di wajahnya. Penampilannya yang hanya menggunakan dua potong pakaian kasual dan sepatu sporty, menjadikan laki laki tua itu seenak jidatnya untuk menganggap remeh William. Dia sudah tidak tahan lagi melihat tingkah kedua makhluk yang entah berasal dari mana itu. "Joe," panggil William pada Joe yang sejak tadi ingin menghajar si tua bangka itu, hanya saja William tak mengizinkan siapa pun untuk ikut campur sebelum dia yang memintanya. "Iya, Tuan muda." Menganggukkan kepalanya begitu berdiri di belakang William. William mendekatkan wajahnya pada telinga Joe, lalu mengatakan sesuatu dengan berbisik. Joe hanya manggut manggut mengerti. Setelahnya, dia memerintahkan dua orang pengawal lainnya. Lalu bergerak menemui satu karyawan toko tersebut. Entah apa yang di perintahkan oleh William, sulit sekali untuk di tebak. Sampai sampai, Cassandra menerka nerka dalam hati. "Daddy, aku pilih pilih dulu ya," kata Reyna. Lalu mereka pergi dari hadapan William dan Cassandra. Begitu pula dengan satu bodyguard yang berjalan di belakangnya. Sepanjang Reyna bergerak di sekeliling Cassandra, sepanjang itu pula mata Cassandra menatap tajam pada perempuan sialaan itu. "Duduklah," kata William memecahkan konsentrasi Cassandra. Tidak menyahut, Cassandra justru menundukkan tubuhnya untuk mengambil kacamata yang telah patah itu, dan berniat untuk tetap membayarnya. Namun, William tak akan mengizinkan itu. Dia menahan tubuh Cassandra dan menghalangi kacamata yang tergeletak di lantai menggunakan sepatunya. "Biarkan di sana," perintah William. "Jangan sekali pun membungkuk di hadapan orang orang seperti itu, Honey." Lalu membawa Cassandra untuk duduk di sebuah sofa tunggu. Sekitar sepuluh menit berlalu, William dan Cassandra tidak melakukan apa pun di sana, hanya duduk memperhatikan setiap gerak Reyna dan pelanggaan tuanya itu. Sesekali, William mengejek dengan jelas kedua orang yang sedang ingin bermain main dengannya itu. "Apa kamu pernah mendapat panggilan dari laki laki seperti itu, Honey?" Menatap Cassandra sambil terkekeh. "Maksudku, yang perutnya buncit seperti itu, dan ... tua?" "Perempuan sepertiku, walau pun bayaran, masih punya selera yang tinggi." Cassandra tidak mau di rendahkan oleh William. Tapi, walau pun begitu, apa yang dikatakannya adalah sebuah kebenaran. Cassandra bahkan memiliki kriteria sendiri dalam memilih pelanggaannya. Yang paling utama, berusia tidak lebih dari empat puluh, dan berperut rata. Setelah malam itu, Cassandra tidak ingin lagi bertemu dengan laki laki paruh baya. "Berarti aku juga termasuk seleramu?" Menaikkan sudut alisnya dengan gerakan tangan yang merapikan rambut. Demi apa pun, Cassandra ingin sekali melempar sesuatu di wajah laki laki yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang luar biasa itu. Tampan memang, sayangnya Cassandra tidak tertarik. Tak lama, terdengar suara Reyna yang mulai merengek tidak jelas. Sepertinya, sedang terjadi perdebatan antara karyawan toko dan perempuan itu. "Kenapa enggak bisa? Maksud kamu apa? Dari tadi semua yang aku pilih, enggak di jual lah, sudah di beli seseorang lah, apa lah. Argh... Apa apaan ini? Kenapa masih di pajang kalau memang sudah ada yang belinya? Dasar bodoh!" Reyna marah marah tidak jelas, dia bahkan mendorong bahu karyawan perempuan yang sedang berdiri di hadapannya. Pun dengan laki laki tua yang kembali arogan dan nyaris menampar wajah karyawan perempuan itu. "Aku bahkan bisa membeli semua serinya. Tiga kali lipat akan ku bayar harganya," kata laki laki itu dengan sombongnya. Karyawan perempuan yang memiliki postur tubuh lebih kecil, menundukkan kepalanya sopan. "Maaf, Pak. Tapi semua yang ada di dalam toko ini sudah di beli habis oleh seseorang. Baru lima belas menit yang lalu. Sekali lagi, maaf." Baik Reyna mau pun laki laki tua itu tampak terkejut. Pasalnya, toko yang sedang mereka kunjungi itu bukan lah toko kecil biasa, melainkan toko besar di penuhi dengan barang barang branded terkenal di dunia yang biasa di kunjungi para artis dan sosialita kelas atas. Tak hanya pakaian saja, tapi di dalamnya di penuhi dengan berbagai sepatu, tas hingga aksesoris khusus perempuan. Jadi, bisa di bayangkan berapa banyak dana yang harus di gelontorkan untuk membeli semua isi toko tersebut? Mungkin bisa untuk membangun sebuah rumah sederhana. "Siapa orangnya?" tanya laki laki tua itu penasaran. "Dia-" Belum sempat karyawan perempuan itu menyelesaikan kata katanya, seorang laki laki yang berlari tergesa langsung menerobos masuk dan terhenti tepat di hadapan Reyna dan pelanggaannya. "Ada apa ini? Siapa yang berani mencari masalah di sini? Kalian berdua?" Laki laki yang menggunakan kacamata itu menunjuk Reyna dan pelanggaannya dengan mata yang membesar. "Iya. Aku!" sahut laki laki berperut buncit itu. "Jadi, kamu yang membeli seluruh isi toko ini?" tanyanya seperti orang yang menantang. Laki laki berkacamata itu mengatur napasnya sambil menggeleng cepat, lalu mengedarkan matanya seperti sedang mencari seseorang. "Tuan muda, dia yang membelinya." "Tuan muda? Siapa sih? Memangnya kaya banget apa?" Ini Reyna, si perempuan tidak tahu diri yang pikirannya hanya seputar uang dan uang saja. Segera laki laki berkacamata mendekati William begitu matanya berhasil mendapatkan sosok Tuan muda yang begitu dia takuti itu. "Tuan muda, maafkan saya atas ketidaknyamanan yang anda rasakan saat ini. Maafkan saya, Tuan muda." Cassandra menoleh, menatap William dengan mata yang membulat. Seolah bertanya, 'apakah Tuan muda yang di maksud adalah kamu' melalui tatapan matanya. Dan, seperti mengerti maksud dari tatapan Cassandra, William dengan entengnya menganggukkan kepalanya. "Right, that's me!" Lalu menarik pelan tangan Cassandra untuk berdiri. "Saatnya kita basmi tikus tikus got yang berani menghina perempuanku," bisiknya pelan di telinga Cassandra, setelahnya berjalan mendekati Reyna. "Kalian, menunduklah sopan pada Tuan muda pemilik mall ini." Suara laki laki berkacamata itu sukses membuat seluruh para karyawan yang ada di sana membungkuk sopan. Lagi lagi Cassandra terkejut, langkahnya perlahan terhenti, ingin melepaskan tangannya dari genggaman William, namun urung karena melihat Reyna yang beraksi berlebihan melihat dirinya dan William akan mendekat. "Itu juga aku, Honey." Menjawab tanpa di tanya terlebih dahulu. "I don't care," guman Cassandra pelan sekali, nyaris tak terdengar. Padahal, dia penasaran sekali tentang pekerjaan William yang sesungguhnya. Sejak pertama bertemu, Cassandra hanya tahu jika William seorang pengusaha muda. Tidak menyangka jika ternyata dirinya seorang konglomerat super kaya. "Masih menganggapku anak muda sok kaya, Pak tua?" Memiringkan wajahnya menatap laki laki tua yang telah merendahkannya beberapa saat lalu. "T-tuan muda William? Itu anda?" Baru menyadari siapa anak muda yang telah di ajaknya berdebat itu. "Oh, mengenaliku, rupanya. Good..." Menggedikkan kedua bahu dan alisnya bersamaan. "Jangan percaya, Daddy. Mereka pasti sedang bercanda. Kita bisa aja di-" "Tutup mulutmu, Reyna!" bentak laki laki tua itu dengan mata yang membulat. "Cepat menunduk dan minta maaf dengan Tuan muda," perintahnya pada Reyna. "Aku enggak mau!" tolak Reyna terang terangan. "Aku enggak ada urusan sama dia, kenapa harus menunduk dan minta maaf segala? Seharusnya dia yang menunduk sama Daddy. Seorang pemilik perusahaan terbesar di Ibukota." Seakan tahu segalanya, Reyna lagi lagi membuat ulah. Hahaha... Gelegar tawa yang keluar dari mulut William sungguh membuat laki laki tua itu merinding cemas. Meski pun tahu jika William bukan tipe pemimpin yang kejam, tapi ketegasan dan keseriusan William menjadi ancaman tersendiri baginya. Terlebih, William memang terlahir dari keluarga kaya raya yang hampir seluruh keluarganya terjun menjadi pengusaha sukses dan memiliki banyak perusahan, dalam mau pun luar negeri. "Tuan muda, maafkan saya. Nona, maafkan saya, saya tidak tahu kalau anda kekasih Tuan muda Wiliam. Tolong maafkan saya, Tuan, Nona." Meraih tangan William dan menggoyangkannya pelan. Wajahnya pun tampak memelas agar dapat pengampunan dan rasa iba dari William. "Apaan sih, Dad? Untuk apa minta maaf sama mereka?" Mengulurkan tangannya, lalu membawa tubuh laki laki itu segera berdiri tegap. Hahaha... Lagi lagi William tertawa lepas. "Daddy? Ya ... Dia lebih mirip ayahmu di banding pelanggaanmu." "Dan kamu... Minta maaflah dengan orang yang telah kamu hina ini." Menoleh pada Cassandra Laki laki itu sudah bersiap untuk menarik tangan William dan meminta maaf untuk semua yang telah terjadi. "Daddy mau ngapain? Dia cuma perempuan bayaran murahan, Daddy. Enggak perlu meminta maaf apa pun." "Diam kau! Dasar wanita sialaan! Ini semua juga karena kamu!" Menyingkirkan tangan Reyna yang sudah ingin menarik tangannya. "Cepat minta maaf dengan kekasih Tuan muda." "Enggak mau! Aku enggak salah, Daddy." "Perlu aku putar rekaman cctv toko ini?" "Tidak Tuan muda, tidak perlu. Aku minta maaf, kami yang salah. Nona muda tidak salah sedikit pun." Laki laki tua itu tampaknya ketakutan. "Apa kamu memaafkannya, Honey?" Menatap Cassandra tiba tiba. Bibir Cassandra menipis sempurna. Tatapannya tak sekali pun berpaling pada wajah Reyna. "Enggak untuk perempuan ini." Menunjukkan wajah penuh kemenangan. Tangan Reyna bergerak mengepal, dia benci melihat keangkuhan dari perempuan bertubuh seksi itu. "Dasar jalaang. Bisa bisanya kamu berlagak seperti itu." Plak... Lagi lagi sebuah tamparan keras terdengar jelas. "Argh..." . . . _____________ Hallo sayang sayangku semua... Jangan lupa dong tinggalin komentar kalian semuanya. Cinta dan sayang kalian banyak banyak deh... Terimakasih untuk dukungan kalian semua. I love you...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN